"Baik lah, sudah cukup rapat pada sore hari ini. Sampai jumpa dan hati-hati di jalan," ucap David tegas. Sekitar lebih dari tiga puluh anggota OSIS mengemasi tas mereka kemudian keluar dari ruangan setelah David selaku Ketua OSIS menutup rapat kali ini.
"Kak David belum mau pulang?" Tanya Rena, selaku sekertaris OSIS.
"Ini mau langsung pulang kok," jawabnya ramah. David mengemasi segala barang-barangnya yang berantakan di meja.
"Yaudah, aku duluan ya kak," pamit Rena. David mengangguk sambil tersenyum hingga menampakkan lesung pipit di pipi kirinya dan menambah kesan manis di wajahnya yang sudah tampan sejak lahir.
David menghela napas sembari merilekskan tubuhnya yang merasa penat. Ia segera hengkang dari ruang OSIS dan pergi ke luar, ia lekas berjalan menyusuri tiap-tiap koridor hendak pergi ke tempat parkir.
David tersenyum lega, akhir-akhir ini banyak sekali tugas-tugas dari kelas dan organisasi yang membebaninya, tapi sejauh ini semua masih berjalan lancar sesuai jadwal. Lelah pasti, tapi ini semua ia lakukan karena kemauannya sendiri. Menjadi ketua OSIS memang bukan tugas yang ringan, tapi David menjalani sepenuh hati dan berharap kepuasan dalam bertugas akan menghampirinya saat dia sudah tidak menjabat sebagai ketua Osis lagi.
"Baru pulang Mas?" Sapa Pak Satpam tersenyum tipis sambil mengunci ruang kelas.
"Iya Pak, lagi sibuk banget ini," jawab David sambil tersenyum lembut. David memang terkenal dengan sifat ramah dan mudah bergaul dengan semua orang, meski dirinya termasuk orang yang penting di SMA, dia tidak menunjukkan sikap kaku, dingin dan sombing seolah menunjukkan keduduknnya.
"Udah pada pulang semua kan Mas?" tanya Pak Satpam lagi sambil berjalan berpapasan dengan David.
"Udah nggak ada kok pak, tinggal saya aja," ujar David sambil tetap tersenyum.
"Oke Mas, saya kunci ruang guru dulu. Kesana dulu ya Mas. Permisi," pamit pak Satpam sambil berjalan ke arah kanan.
David hanya mengangguk sambil sambil tersenyum kearah pak Satpam dan berlalu keluar. David berdiri seorang diri di depan gerbang SMA, langit sudah tak lagi berwarna biru, kini warna jingga dengan dominan hitam terlihat luas di langit Jakarta. Memang benar jika ada orang yang mengatakan kalau anak OSIS adalah anak yang kurang kerjaan hingga mencari-cari kerjaan di sekolahnya sendiri tanpa dibayar.
David mengedarkan pandangannya kesekitar, banyak kendaraan yang berlalu lalang di sore hari. Hari ini dia tidak membawa motor, baru kemarin motornya dibawa jatuh oleh Raka, Kakak kandung David. Alhasil hari ini dia pulang dengan memesan Ojek Online dari aplikasi yang terpasang di Smartphonenya.
David menoleh ke kiri, ada Halte Bus yang kosong. Tanpa menunggu lama David pun segera mendekat dan duduk di sana, lagi pula berdiri seorang diri di dekat gerbang sekolah bukanlah hal yang asik.
David menghela napas panjang, dirinya merasa lelah dan letih. David meregangkan otot-otot lehernya dengan menggeleng ke kanan dan ke kiri. Saat ia sedang menikmati rasa lega karena tulang lehernya meregang kembali, David mendapati seorang hadis cantik yang berjalan mendekat ke arahnya dengan memegang sebuah es krim.
Gadis cantik itu memberikan senyuman manis kepada David setelah mendudukan diri di dekatnya. Gadis itu membuka es krimnya kemudian memakannya. David hanya menatap dia bingung, siapa yang memakan es krim di sore hari dengan udara se-dingin ini? Tapi mungkin saja itu adalah kegemaran uniknya.
"Hay," sapa David sambil tersenyum tipis, gadis itu membalas senyuman manis kepadanya. Seperti biasanya, David di kenal dengan keramahannya dan juga sifat yang mudah bergaul. Entah David yang sok asik atau memang budaya orang Indonesia dengan kebiasan senyum, salam dan sapa begitu melekat pada diri David.
"Hay juga," jawabnya lirih sambil mengangguk kecil.
David berani mengajaknya bicara karena dia terlihat santai seperti gadis yang baru selesai pergi menikmati kota Jakarta di sore hari kemudian pergi pulang dengan kendaraan umum, yang jelas dia bukan orang yang baru mudik dari kota yang jauh, dia tidak membawa apapun selain es krim rasa stowberri.
"Kamu orang mana? Kok jam segini masih diluar?" tanya David sambil memandang wajah gadis yang sedang fokus menatap kejalanan dengan tangan kanan yang masih memegang es krim.
Sudah lebih dari satu tahun dia menjadi warga SMA Jaya, dan ini juga bukan kali pertama dia pulang se sore ini, tapi selama ini dia belum pernah bertemu dengannya. Entah karena tidak begitu paham dengan wajahnya atau karena memang ini kali pertama mereka bertemu dan saling menyapa canggung.
"Iya lumayan dekat," jawabnya singkat sambil terus menyantap es krim yang terus meleleh.
"Deket yah? Dimana emang?" tanya David lagi, seakan-akan dia tau komplek perumahan disekitar sekolahnya.
"Sekitar dua kilo meter ke utara, kalau kakak sendiri?" Tanyanya balik sambil menatap David dan tersenyum menampakan lesung pipit di pipi kanannya. David mengangguk seakan tahu dimana tempat tinggalnya.
"Sayangnya kita nggak satu arah, rumah aku ke selatan," jawabnya. Kemudian seorang ojek yang mengenakan jaket berwarna hijau datang menghampiri mereka, mau tak mau perbincangan singkat mereka akhirnya selesai saat itu juha.
"Eh, itu ojek aku udah dateng ... Aku pulang dulu, kamu hati-hati dijalan," pamit David sambil menunjukkan lesung pipit di antara senyumannya.
David segera memakai helm yang tukang ojek itu berikan kemudian duduk di jok belakang motornya. David tersenyum kembali sebelum motor itu melaju pergi. Ada sebuah perasaan abstrak yang muncul di benaknya, dia baru sadar kenapa dia tidak menanyakan nama gadis yang ia ajak bicara tadi.
"Mas Mas," David menepuk bahu tukang ojek di depannya itu.
"Iya, gimana Mas?" Tanya si tukang ojek sambil berusaha mendengarkan apa yang ingin di katakan pelanggannya.
"Kita bisa puter balik dulu nggak ke halte yang tadi?" Tanya David sungguh-sungguh. Entah kerasukan apa anak satu ini, dia sering sekali bertemu dan menyapa banyak orang yang sebaya dengannya, tapi kenapa saat dia lupa menanyakan nama gadis itu seakan dia merasa kecewa.
"Emm, gimana ya Mas." Tukang ojek itu merasa ragu.
"Tolong Mas, sebentar aja," bujuknya. Lagi lupa baru beberapa ratus meter motor itu melaju meninggalkan Halte Bus yang tadi.
"Oke deh Mas." Akhirnya supir ojek itu setuju. Tak butuh waktu lama untuk kembali lagi ke Halte Bus bercat biru itu, David sudah tidak sabar bertemu dengan gadis itu meski hanya sekedar menayakan nama.
David mengerjab-ngerjabkan matanya beberapa kali, sebuah kekecewaan sederhana datang menghampirinya. Gadis itu sudah tidak ada di sana.
"Ck, udah Mas nggak jadi," ucap David lirih. Sejujurnya ia merasa sedikit kecewa, tapi mau bagaimana lagi, mungkin saja dia sudah pergi pulang naik Bus.
"Memangnya ada apa Mas?" Tanya tukang ojek itu sambil memutar balik motonya.
"Tadinya mau cari teman saya, tapi udah nggak ada," terang David. Tukang ojek itu mengeryit bingung kala mendengar kalimat pelanggannya ini.
"Semoga aku bisa bertemu lagi, esok atau lusa," batin David sambil menghela napas panjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nadira
Mystery / ThrillerTiada satupun makhluk menginginkan sebuah cinta yang berujung luka, lebih baik sendiri dalam sepi dari pada harus jatuh cinta di awal duka. Namun akhir kisah adalah hal yang semu, selain mengikuti alur manusia hanya bisa berpasrah pada semesta. Itul...