06

648 42 10
                                    

Suasana area kampus pagi ini terasa sedikit berbeda. Iya, biasanya rame sih, tapi sekarang tumben rame banget. Lebih rame gitu deh pokoknya. Banyak banget yang ngumpul di daerah lapangan kampus. Rijin yang kebetulan baru dateng, kebingungan sendiri. Sebenernya ada apaan sih tuh rame-rame gitu. Apa ada acara kocok arisan?

Karena penasaran, akhirnya Rijin ngedeket ke area lapangan. Rame banget sumpah. Rijin yang berusaha buat ngeliat sampe jatoh kepental.

"Aduhh.. Ada apaan sih sampe ribut gitu. Ga liat cecan jatoh apa nih." Rijin ngegerutu kesel. Sedih dia tu, cecan jatoh gaada yang nolongin:')

"Woi Rijin, ngapain duduk disitu? Kayak gembel aja."

"Baru dateng uda ngeledek aja, bantuin bangun mendingan." Irene cuma ketawa doang ngedenger Rijin misuh-misuh.

"Eh tumben masih pagi uda dateng, Rene? Biasanya juga telat."

"Yeu, dateng pagi salah, siang salah. Apa sih maunya?"

"Dih becanda doang juga, baperan banget sih jadi cewe."

"Bodo lah, sesukamu aja."

"Hehehhee damai dong. Btw, Seulgi mana? Biasanya kan berduaan aja."

"Masih otw dia."

"Oh gitu."

"Ne."

Hening...

"IRENE-AH!"

"GAUSA TEREAK WOI!"

"LAH BARUSAN KAU TERIAK!"

"YA ITU KAN KARNA KAMU NYA JUGA TERIAK."

"Ampun ndoro."

"Cih."

"Hehehe, itu ada apaan sih? Kok tumbenan banyak yang ngumpul gitu?"

"Entah, aku juga gatau. Ini justru mau liat."

"Oh yauda, ayo liat bareng aja."

"Hn, ayo."

Akhirnya Rijin dan Irene berusaha menghampiri, tapi suasananya ricuh banget disitu, Rijin dan Irene hampir kepental. Mereka tak peduli, dengan semangat yang sudah membara, Irene dan Rijin berusaha menerobos lagi.

BERHASIL!

Seketika Rijin dan Irene shock melihat kejadian di depan mata mereka. Irene bahkan menjerit.

"Yak! Rijin-ah! Ige mwoya? Astaga menyeramkan sekali!" Irene langsung menarik tangan Rijin untuk menjauh dari situ. Rijin masih diam saja, terlalu shock Rijin tuh.

Ya jelas gimana gamau shock, yang barusan mereka lihat itu mayat yang isi perutnya sudah terurai kemana-mana dengan kepala terpisah pula.

Setelah cukup jauh, Irene berhenti untuk mengatur pernapasannya. Irene menengok ke samping dan mendapati Rijin masih dalam keadaan terdiam.

"Rijin-ah, gwenchana?" Rijin masih diam.

"Rijin-ah?" Rijin tetap diam.

"YAK! RIJIN-AH!"

"Tidak usah berteriak Irene-ah, aku masih bisa mendengar suara cemprengmu itu."

"Hei, daritadi aku sudah memanggilmu tapi kau tidak menjawabnya."

"Eh? Jeongmal? Hehehe, mianhae Irene-ah, aku masih terkejut dengan kejadian tadi."

"Ne, majja. Itu mengerikan sekali, bagaimana mungkin hal tersebut terjadi di kampus kita. Aku merinding Rijin-ah."

"Daripada memikirkan itu, aku lebih penasaran siapa pelaku dan apa motifnya itu."

"Hmm... Kau benar Rijin-ah, tapi yang aku bingung kenapa pelaku membiarkan mayat korban tergeletak begitu saja?" Rijin terdiam, mencoba mencerna perkataan Irene.

"Ne, Irene-ah bagaimana kalau itu hanyalah umpan?"

"Apa maksudmu dengan umpan?" Irene memicingkan matanya ke arah Rijin.

"Maksudku bisa saja itu hanya untuk memperkeruh suasana, bisa jadi pelakunya sekarang sedang menjalankan misi yang sebenarnya. Lebih tepatnya si pelaku sedang mencoba untuk memainkan mental korban yang asli."

"Huh? Kau yakin?"

"Hanya tebakanku saja sih."

"Tapi kira-kira siapa yang melakukannya ya?"

"Aku juga penasaran Irene-ah, lebih tepatnya aku penasaran pada motif pelaku. Apa tujuannya melakukan hal seperti ini? Apakah balas dendam?"

"Kalau balas dendam sepertinya cukup masuk akal. Tapi aku memikirkan perkataanmu tadi Rijin-ah, yang umpan itu."

"Tapi kalau kupikir-pikir lagi masa sih ada orang membunuh hanya untuk memancing seperti itu?"

"Hei, itu kan pemikiranmu tadi."

"Hehehehe iya juga ya."

"Yak pabo!"

"Tapi Irene-ah, kalau memang itu umpan bagaimana?"

"Hentikan pemikiran bodohmu itu, kurang kerjaan sekali membunuh hanya untuk umpan."

"Kita kan sama sekali tidak tau, ini hanya pemikiranku saja Irene-ah."

"Ya ya ya, sudahlah lebih baik kau temani aku ke kantin, aku ingin minum. Kejadian tadi sangat menyeramkan. Aku ingin minum yang dingin-dingin." Irene langsung menarik tangan Rijin.

"Yak Irene-ah, pelan pelan. Kalau tanganku putus bagaimana?"

"Ya sambung lagi lah pakai benang, ribet banget sih begitu doang."

"Yak! Kau pikir aku boneka bisa disambung dengan benang?" Irene terkekeh mendengar ucapan Rijin.

"Sudahlah, ayo ke kantin. Aku haus." Rijin yang diseret hanya bisa mengumpat dalam hati.

Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang melihat dan mendengarkan semua ucapan mereka dari balik tembok.

"Kau salah. Itu bukan umpan ataupun sebagainya." Ucap orang tersebut sembari menyeringai.

Tbc~
Hai gais~
Apa kabar semua? Semoga baik selalu ya, mianhae baru sempet update lagi nih hehehe
Tapi, kemungkinan abis ini aing bakal sering update hehehe
Makasih banyak yang masih setia sama book ini dan selalu nungguin updatenya /deepbow
Makasih banyak juga yang uda vomment, saranghamnida💜
Keep healthy readersnim💜
Mian for typo~
See you on next chapter👋

PsychopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang