"Red! Red! Lihat!" Penuh semangat Brendan menunjuk pada yang dia temui di tepi jalan.
Karena anak Ogre itu tiba-tiba hilang, perjalanan mereka kembali lancar. Brendan tetap berhati-hati dan memilih jalur aman, tetapi Alman tidak lagi harus mematuhi jalur yang disarankan rekannya. Saat pemuda berambut merah itu merasa bisa terus merangsek maju, meski harus menerjang monster tanpa ragu lagi akan dia lakukan.
Berkat itu kini mereka sudah tiba di luar hutan. Masih ada banyak semak dan tanaman raksasa di sekeliling mereka, hanya saja lebih tertata. Perjalanan mereka terasa lebih mudah juga, berkat paving-paving bebatuan pipih yang terpasang rapih.
Brendan langsung merayakan bukti peradaban yang mereka gunakan, dengan mengagumi betapa rapih potongan batu di tepian jalan, seolah ada yang menarik garis lalu memotong jajaran batu itu sekaligus. Dia tidak melihat bagaimana rekan seperjalanannya menyipitkan mata ketika melihat apa yang dia tunjuk.
"Wow ... Teknologi yang maju," gumam Alman. Bahkan Brendan pun bisa menyadari nada sarkas dalam suaranya.
"I-iya ... Lihat,ada batu penanda jarak juga!" serunya, segera berpindah ke hal lain. "Warnanya bagus, sepertinya mengandung sihir?"
"Waw ... Warna yang sama dengan aksesoriku," gumam Alman lagi.
Brendan mengutuk kegagalannya mengalihkan perhatian Alman. Mood rekannya memburuk sejak kembali dari mengejar jubahnya. Awalnya Brendan mengira karena dirinya kehilangan anak Ogre, tetapi wajah Alman sudah terlihat masam sebelum rekannya memberi tahu soal itu.
Apa yang membuatnya begitu kesal, Brendan tak berani bertanya. Jubah yang dia kenakan terlihat sama baiknya dengan sebelum melesat pergi secara misterius, jadi pasti bukan karena itu. Apakah Alman melihat sesuatu ketika berhasil merebut jubahnya? Brendan hanya bisa menduga-duga.
"Selamat datang ... 30-Dewece-20 ... dapat dicapai dalam ... lima ... hari ... berjalan kaki ... kecepatan normal," ujar suara kaku yang timbul bersamaan dengan bergeraknya bagian atas batu ketika Brendan sentuh. Garis-garis biru terang meluncur dari batu berwarna sama, dengan denyut teratur pada setiap kata yang terucap.
"BICARA?!" seru pemuda itu takjub. Sayap telinganya sampai mengepak-ngepak antusias.
"Apakah terhubung dengan seseorang?" Brendan mengetuk lagi bagian atas batunya, penasaran. "Halo ... Saya Brendan Wings, siapa di sana?"
"Percuma ... Tidak akan ada yang menjawab."
"Bagaimana kau bisa tahu, Red?"
Namun ketika Brendan menoleh, Alman sudah jauh melangkah. Membuatnya buru-buru mengejar, setelah gagal mencoba untuk menutup kembali batu yang terbuka.
"Hei, Red ... Boleh aku tanya sesuatu?"
Alman tidak mengiyakan, tetapi juga tidak menolak. Melihat rekannya terus berjalan tanpa menoleh, Brendan sempat urung. Dia khawatir mood Alman makin memburuk.
"Aku tidak tahu ...," cetus Alman setelah mereka berjalan sambil membisu untuk beberapa lama.
"A-apanya?"
"Apa yang menyebabkan kau ikut terkurung di tempat ini, aku tidak tahu sebabnya ... Tapi aku tahu siapa orang-orang yang mengelola tempat ini. Mungkin alasan aku ada di sini juga."
"Uhh ... A-apakah kau mengenal mereka, Red ... Maksudku, para pengelola tempat ini?"
Alman berhenti melangkah, lalu menoleh pada Brendan. Karena dia diam saja, rekannya tidak langsung mengerti. Kemudian, perlahan Brendan menyadari kemiripan pada warna iris mata Alman, aksesori yang dia kenakan, dan batu-batu penanda jarak di sepanjang jalan.
"Kukira kau diam saja soal itu karena sifat sungkanmu, ternyata kau memang tidak sadar, ya?"
"Ha-habis ... kukira perasaanmu jadi tak enak karena gagal bertanggung jawab pada keselamatan anak itu. Kau 'kan kelihatan saaangat bersemangat untuk mengajak anak ikut dengan kita?"
Ada sedikit perubahan rona wajah Alman ketika mendengar ucapan Brendan. Walau yang dia katakan benar, bila diucapkan dengan gamblang begitu menimbulkan rasa geli yang janggal. Seperti mendapat ucapan pujian dari nenek tetangga padahal yang kau lakukan tak seberapa.
"Yah ... Kuharap anak itu akan baik-baik saja," komentar Alman seraya berbalik dan melanjutkan langkahnya. "Selain Ibunda, keluargaku yang di sisi itu tidak begitu ramah pada ras selain Hyuma, apalagi yang wujudnya di luar estetika mereka."
"Ka-kalau gitu, kita harus bergegas, Red!"
Penuh semangat, Brendan mempercepat langkahnya. Dia bahkan menyusul Alman.
"Ah, hei ... Apa kau tidak dengar kata-kataku tadi? Ras Avian sepertimu juga termasuk yang mereka benci, lho!"
"Tapi anak itu mungkin sedang menangis ketakutan, sekarang ... bukankah kita harus segera menemuinya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Adventures of Wings and Red
PertualanganDua orang dengan kepribadian dan pola pikir yang jauh berbeda, bertemu secara tak sengaja akibat pusaran waktu dan dimensi yang kacau. Untuk bisa pulang ke tempat orang-orang yang mereka sayangi, keduanya harus bekerjasama, tetapi sebelumnya mereka...