Part 4- Childhood

22 5 1
                                    








Ingatannya tiba-tiba tertuju pada sepuluh tahun yang lalu, dimana itu adalah hari pertemuan pertama mereka berdua.

Disebuah taman kanak-kanak,
Haru gadis berusia 5 tahun itu,
terus mengoceh tanpa henti kepada teman-temannya yaitu Hanna, Chloe, Dan Jiwon. Pada masa aktifnya berbicara mungkin.

Gadis itu menatap sekeliling lalu menemukan sebuah mainan helikopter yang tergeletak begitu saja ditanah, merasa mainan itu tak ada yang memiliki ia berlari kesana dan mengambilnya. Dibawanya ke teman-temannya itu “bagus ya?” tanyanya pada teman-temannya membuat mereka bertiga mengangguk setuju. Diletakkannya mainan itu dilantai lalu Digerakkannya mainan itu kearah belakang, mainan itupun meluncur menjauh. Diujung sana, Seorang anak laki-laki yang Haru tak tahu namanya, yang Haru tau hanyalah anak itu tak suka bergaul dengan yang lain.

“HEI LUNCURKAN KESINI DONG!” pinta Haru melambaikan tangannya sambil tersenyum manis, sementara bocah itu hanya melirik sinis, tak lama ia menyadari bahwa itu mainan miliknya yang tadi ia tinggal.

Diambilnya mainan itu, tak lupa diberikannya tatapan tajam ke arah Haru. Merasa mainan itu juga miliknya, Haru tak tinggal diam. Dikejarnya anak itu, lalu ditariknya dengan paksa mainan itu.

  Jaemin kecil yang merasa terancam segera menariknya, tentu saja Jaemin lebih kuat. Ia juga ikut menariknya, sehingga Haru terjungkang ke belakang yang membuat gadis itu menangis sangat keras. Jaemin hanya diam lalu menatap kearah sekeliling, semua melihat kearah mereka terutama dirinya dengan tatapan menyalahkan.

“huuh” desahnya kecil, matanya mulai berair. tentu saja ia tak ingin disalahkan.

Tak lama mereka berdua menangis bersamaan membuat halaman TK itu ricuh.

Semenjak hari itu mereka tampak saling menyinis satu sama lain, hingga suatu hari, ibu Haru mengetahui bahwa anaknya memiliki musuh disekolahnya. Ibupun menasihati Haru dan menyuruh Haru meminta maaf terlebih dahulu.

Pagi itu Haru mencoba meminta maaf dengan membawa kue buatan ibunya.

“hei aku mau minta maaf padamu, ini untukmu” ucap gadis itu, lalu menyodorkan tempat makan kelinci berwarna pink ke arah Jaemin.

Jaemin hanya diam tak bergeming matanya dialihkannya tampak tak tertarik dengan apapun isi bekal itu

“ayolah, aku juga tak ingin berteman denganmu" Goda Haru semakin membuat Jaemin sebal.

"Namun ibuku memaksaku agar aku tak memiliki musuh disekolah” gadis itu tersenyum. Membuat Jaemin sedikit luluh lalu menerima dengan pasrah tempat makan itu dan membukanya. Dimakannya kue itu sedikit, tak banyak bicara langsung dilahapnya kue itu hingga habis. Haru tersenyum lebar hingga gigi kecilnya terpampang jelas.

“enak, ibumu beli dimana?” tanyanya, setelah sekian lama akhirnya ia membuka mulut, haru mulai mengoceh menjelaskan bahwa itu kue buatan ibunya, ia berjanji suatu saat akan membawa kue itu lagi.
Semenjak saat itu mereka mulai dekat.

Namun tiga bulan kemudian, Jaemin meninggalkan taman kanak-kanak untuk melanjutkan sekolah dasar, sementara Haru memasuki tk B.
rasa sedih terus menjalar di hati Haru. Ia takut merindukan temannya, tapi Jaemin pernah mengatakan dimana ia akan bersekolah meyakinkan Haru untuk ikut dengannya.
Hal itu membuat Haru bertekad memasuki sekolah itu pula.

Dan ya begitulah, kalian mengerti bukan?

     “hei, sedang apa?” tanya Jaemin sambil menampung air ditelapak tangannya, mata Haru melebar lalu mengerling ke tempat Jaemin berada.

"udah selesai??" tanya Haru

"udah kamunya melamun akukan nomor urut 5"

"kamu ga bilang" muka Haru masam.

"heh mikirin apa tadi sampe melamun gitu?" tanya Jaemin kembali karna pertanyaannya tadi masih diambang-ambang.

“enggak, Cuma lagi keingat sesuatu” balas Haru pelan lalu kembali menunduk.

“tidak ingin bertanya sesuatu padaku kah?” tanya Jaemin sebal, membuat Haru teringat lalu tersenyum. “ah, bagaimana apa kamu akan melanjutkan ke audisi kedua?” tanya Haru diangguki bangga oleh Jaemin tak lupa sedikit senyum sombong ia tebarkan disana, tak lama alisnya naik turun

“selamat” ucap Haru gemas sekaligus bangga pada sahabatnya. Ia pun berdiri

“ayo kita pulang aku traktir ramyun” ajak haru membuat Jaemin tersenyum “masih hujan” gumamnya. Haru menoleh lalu mendecak dan mengangkat satu tangannya yang digapai oleh Jaemin “dasar bocah” desis Jaemin sambil tersenyum. Haru menarik tangan sahabatnya, mereka berlari dibawah derasnya hujan gadis itu terus saja mencari kubangan air untuk dilewati dengan sengaja. Sementara, dibelakangnya Jaemin hanya mengikuti langkah sahabatnya dengan pasrah.

     ***

     “peluangmu sangat besar nak, kau bisa saja dilatih dengan baik jika terpilih menjadi trainee.” Ucap seorang wanita berjas hitam, yang mengomentari Jaemin setelah melakukan rapnya dan dilanjutkan tarian yang sudah ia hapal dua malam ini. Sementara lelaki itu hanya mengangguk sesekali. Ini adalah audisinya yang kedua.

“baik terimakasih, kamu boleh datang minggu depan siapa namamu tadi? Na jaemin?” lelaki itu hanya mengangguk sebagai balasan.

“baik kerja bagus hari ini, kamu boleh pergi”. Jaemin menggenggam kenop pintu lalu memutarnya, ia berjalan keluar. Suasana dingin merasuki tubuhnya, tak lama lagi salju akan turun.

  Ia mengeratkan jaketnya, dan segera beranjak dari kantor agensi yang mungkin akan menampungnya suatu saat nanti, semoga saja. Gelapnya malam membuat beberapa rumah dan pertokoan menyalakan penerangan.

“aku pulang” ia berucap pelan lalu mengendap-endap setelah memasuki sebuah mansion mewah pribadi milik ayahnya.

“dari mana saja kamu” suara berat seseorang menyapanya, siapa lagi kalau bukan ayah Jaemin? Pria itu bertanya sembari menatap koran bacaan dihadapannya.

Jaemin hanya menoleh lalu tersenyum kecil

“dari rumah Haru”
ayahnya hanya melipat kertas korannya terdiam beberapa saat, tak lama kemudian ia tersenyum kecil.

“dasar kalian, dari dulu lengket terus…
bagaimana jika kalian memiliki pasangan masing-masing esok, mungkin pasangan kalian akan menganggap lain. atau kalian sudah jadian tanpa bilang ke ayah?” goda ayah Jaemin membuat lelaki itu terbelalak lalu tersenyum canggung.

“ada-ada saja yah” gumamnya lalu masuk ke dalam kamarnya. Ia menutup pintu lalu menguncinya. Ia membanting tubuhnya ke kasur.

“maaf yah aku tidak bisa jujur dulu padamu, maaf aku sudah berbuat kesalahan dan berbohong” gumamnya, tak lama ia terlelap.

That DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang