"Assalamualaikum.."
"Waalaikumsalam.." sahut pria dewasa yg duduk di ruang keluarga.
Wahyu melihat ayahnya, Galih Purnama, sudah ada dirumah.
"Ayah kok tumben pulang gak ganti baju?" Wahyu melihat ayahnya yg sedang menonton tv, terkait demo di dpr tentu saja.
"Sebenernya belum, ayah cuma mampir sebentar terus balik polres lagi. Cuma tadi lagi di deket sini, sekalian ngambil brownies ibumu."
"Oh... Ibu di dapur?"
"Hmm, di dapur." Mata Galih kemudian beralih ke penampilan Wahyu yg bisa di bilang, berantakan. "Kamu dari mana? Kok kotor basah kuyup gitu?" Tanyanya.
Wahyu yg baru menginjak anak tangga pertama pun berhenti dan menoleh ke ayahnya.
"Hmm..." Jawabnya enggan sambil menggaruk kepalanya yg tidak gatal.
"Kamu dari gedung dpr tadi kan?" Ucap Galih.
Wahyu sedikit mengerutkan dahi, lumayan kaget karena tebakan ayahnya benar.
"Ayah sudah tahu. Bawahan ayah tadi bilang kalau dia ngeliat kamu disana. Kamu stop tawuran ya, sudah kelas 12. Ingat janji kamu!" Lanjut Galih.
Mendengus sebal, Wahyu tidak menjawab dan lebih memilih melanjutkan langkah ke kamarnya di lantai 2. Dan menutup dengan keras pintu kamarnya, menandakan dia kesal tentu saja.
Galih hanya menghela napas, yg kesal bukan hanya Wahyu tapi dirinya juga.
Wahyu dan dia sudah membuat perjanjian ketika dia kelas 10 dulu dan dia menyanggupinya. Tidak salah jika Galih mengingatkan, apalagi Wahyu sudah di penghujung tahun masa sma. Stm lebih tepatnya.
"Kenapa lagi yah?" Widya, ibu Wahyu dan istri Galih keluar dari dapur. "Kalau gak berantem, kalian pasti diem dieman." Lanjutnya.
"Gak apa apa, cuma ingetin jangan tawuran terus bu." Galih mematikan tv dan memakai jaket kulitnya.
"Namanya juga anak laki yah, apalagi yg modelannya kaya Wahyu. Badannya aja kaya gitu, mendukung." Widya memberikan tupperware berisi brownies.
"Ya karena bentuk badannya mendukung, tapi jangan dipakai buat tawuran juga bu. Udah kelas 12, bentar lagi kan lulus. Waktunya dia buat menepati janjinya bu." Meraih kunci mobil dan hpnya, Galih bergegas keluar rumah.
"Iya udah sanah balik ke kantor. Hati hati yah." Widya mendorong pelan suaminya keluar rumah.
"Assalamualaikum." Galih berlalu.
"Waalaikumsalam." Widya menutup pintu setelah membalas salam Galih.
Widya naik ke lantai 2 dan mengetuk pintu kamar Wahyu.
"Wahyu, makan dulu nak. Ibu sudah masak ayam goreng bacem, sayur lodeh sama sambel bawang." Widya berucap.
"Iyaa... Abis ganti baju kebawah bu." Sahutan Wahyu terdengar nyaring.
Widya kembali ke dapur, membereskan berbagai perkakas yg tadi di pakai untuk membuat kue brownies.
Tak lama, Wahyu pun masuk ruang makan. "Lalapnya mana bu?" Wahyu bertanya.
"Di kulkas, soalnya baru ibu potong. Ada es jeruk juga, tapi gulanya di tambahin sendiri."
Segera Wahyu menaruh piring berisi lalap mentah ke meja, mengisi gelasnya dengan es jeruk dan mencuci tangan.
Selesai menyimpan bahan sisa kue brownies yg tadi di buatnya, Widya menuju ruang makan.
Dilihatnya Wahyu makan dengan lahap dengan satu kakinya naik ke kursi, Widya tentu saja tersenyum melihat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Demo Turun Ke Hati
Teen FictionDemo? Identik dengan kekacauan. Kacau balau. Tapi di dalam aksi demo, keajaiban bisa terjadi. Terjadi keajaiban antara pihak yg menuntut keadilan dan dituntut keadilannya. Atau bahkan keajaiban antara 2 hati dengan perbedaan fisik maupun sifat yg be...