Saat sedang asik asiknya bermain di Pull Up Bar, Wahyu di teriaki Erik."Yu! Hape lo bunyi tuh!"
Wahyu segera turun, berlari menghampiri Erik dan mengambil hapenya yg di kumpulkan menjadi satu dengan hape anggota lainnya. Kening Wahyu mengerut begitu melihat nama sang penelepon di layar hapenya, Erik yang sempat melihat nama penelepon di hape Wahyu memilih diam dan meminum air mineralnya.
"Assalamualaikum.." Wahyu mengangkat panggilan telepon itu.
"Waalaikumsalam.." Suara wanita terdengar halus membalas salam Wahyu. "Maaf Wahyu, aku ganggu kamu nggak?" Lanjutnya.
"Nggak kok, ada apa telepon? Tumben."
"Nggak apa apa, aku cuma mau nanyain keadaanmu Yu. Gimana kabarmu sekeluarga? Sehat?"
"Alhamdulillah sehat, kamu?"
"Sehat semua kok."
"Kamu telepon gini pasti ada yg penting, diomongin aja. Gak apa apa kok." Wahyu beranjak pergi sedikit menjauh, Erik masih senantiasa memperhatikan tingkah Wahyu.
"Gini, kebetulan aku udah dirumahmu Yu."
Wahyu yg sedang menunduk melihat sepatunya sontak mendongakan kepalanya. "Serius?" Lanjutnya.
"Iya, maaf mendadak."
"Ya udah, aku pulang. Tunggu ya."
"Iya, hati hati."
"Oke." Wahyu menyimpan hapenya di saku dan kembali ke tempat Erik. "Gw balik dulu, bentar doang."Lanjut Wahyu.
"Hmm. Gw tunggu." Erik menganggukan kepalanya.
Wahyu segera berlari menuju rumahnya, menemui tamu yg berkunjung mendadak tersebut. Hanya butuh berlari 10 menit untuk sampai kerumahnya dan benar saja, mobil sang tamu sudah terparkir manis di depan rumah.
"Assalamualaikum.."
"Waalaikumsalam" Kedua wanita di ruang tamu itu sontak menjawab dan menoleh ke pintu, dimana Wahyu tengah berdiri menatap sang tamu.
"Duduk sini, temenin dulu. Mama mau nyelesein ngelipet baju dulu." Widya menepuk sofa disebelahnya dan beranjak masuk ke dalam rumah.
Tanpa kata Wahyu duduk di tempat ibunya duduk berhadapan dengan Mona, Mona Lutvia.
Kecanggungan menyeruak diantara mereka, saling terdiam menunggu siapa diantara mereka yg akan membuka obrolan terlebih dahulu.
Sadar akan posisinya baik sebagai tuan rumah dan juga sebagai pria, Wahyu mengalah."Sorry, tadi aku lagi sama anak anak komunitas. Kamu nunggu lama?"
"Ah nggak kok, aku sampe itu langsung telepon kamu. Kirain sih dirumah."
"Kebetulan lagi nggak kok, lagian juga sama Erik tadi."
"Oh ya? Gimana kabar Erik? Sehat?"
"Alhamdulillah sehat. Papa mama kamu gimana? Kuliah kamu juga gimana?"
"Papa mama sehat. Kuliahku juga lancar, masih maba jadi butuh penyesuaian sih. Oh iya, papa mama titip salam katanya bulan depan mau mampir ke sini."
Seketika, Wahyu merasa gugup. Tidak tenang. Takut? Bisa jadi. Takut akan ucapan berikutnya yang akan keluar dari mulut Mona.
"Tentang kita dan rencana pendidikan kamu selanjutnya."
Dan benar saja, pelipis Wahyu refleks berkedut dan semakin tak tenang. Tapi Wahyu bisa menutupinya.
"Hmm. Boleh kok, silahkan aja main kesini. Nanti kabari aja, nanti ku bilang ke mama juga."
"Oh tante udah ku kasih tau kok, nanti katanya mau di obrolin juga sama om."

KAMU SEDANG MEMBACA
Dari Demo Turun Ke Hati
Dla nastolatkówDemo? Identik dengan kekacauan. Kacau balau. Tapi di dalam aksi demo, keajaiban bisa terjadi. Terjadi keajaiban antara pihak yg menuntut keadilan dan dituntut keadilannya. Atau bahkan keajaiban antara 2 hati dengan perbedaan fisik maupun sifat yg be...