Lembar Pertama

60 6 1
                                    

Kita bertemu secara tidak sengaja, penuh dengan rasa keraguan, kecanggungan, bahkan sesekali aku tak berani untuk menyapamu. Segalanya berjalan secara sederhana, dari kamu yang bukan siapa-siapa, sampai akhirnya kamu menjadi tempatku bercerita. Kamu yang sempat menjadi sosok paling asing, kini menjadi senyum paling indah yang menyapa hariku.

Apa kamu ingat, entah dimalam keberapa dari pertemuan kita. Kamu memintaku membacakan sebuah cerpen. Aku menyuruhmu tidur, namun kamu bilang kalau kamu masih ingin mendengar suaraku. Aku tak bisa menolaknya, dan akhirnya aku mengalah untuk membacakan cerpen panjang itu sampai kamu terlelap. Dan saat aku selesai membacakannya, kamu sudah terbang duluan di alam mimpi.

Tingkahmu selalu saja membuatku tertawa, bahkan terkadang aku sampai sakit perut mendengar ocehan malam kita yang berlangsung begitu mengasyikan. Tapi, apa kamu tahu? Waktu kamu menemukanku, hatiku masih separuh karena separuh lagi belum sembuh dari luka luka yang sempat bersemayam selama dua tahun terakhir. Akupun masih ragu, apakah ini waktu yang tepat untuk membuka hati kembali pada sosok lelaki, karena aku tak mau menyakiti lelaki hanya karena egoku sendiri

Ragu, takut, bimbang, segalanya bergumul dalam hatiku. Kamu lelaki yang begitu ramah membukakan pintu hatinya disaat hatiku sedang diporak-porandakan luka. Apakah aku harus menjalani ini?, apakah kamu benar benar akan bahagia dengan kondisiku yang masih belum sepenuhnya sembuh ini?

Malam-malam kita lalui bersama. Menata hamparan nestapa, menghitung bintang diantara jarak yang menyekat, melepas ribuan kunang-kunang yang begitu lembut memainkan cahayanya pada malam hari. Semua berjalan begitu sederhana, sampai akhirnya aku merasa cukup nyaman untuk berkeluh kesah dipundakmu. Berbagi air mata, saling menguatkan, dan saling menjadi sandaran. Kamu selalu ada, memberikan seuntai senyum kala aku merasa ditinggalkan sendirian dibawah semesta yang kadang kejam ini.

"Segala sesuatu yang terjadi tidak akan selalu karena kehendak kita, jadi nikmati takdir dan alurnya. All is well"

Aku masih ingat tentang kata-kata itu.
Kamu mengucapkannya saat aku menangis karena dicurangi semesta. Kamu berusaha meyakinkan, bahwa semua yang aku lakukan tetap akan ada hasilnya. Lalu setelah hatiku merasa cukup tenang, kamu menyuruhku untuk segera istirahat. Katamu, biar aku bisa tenang dan tidak terlalu banyak pikiran.

Aku benar-benar lega disampingmu
Sosok yang sangat mengerti kondisiku, bahkan saat aku jatuh sekalipun. Lalu apakah aku harus membuka pintu hati lagi? Atau aku harus pergi meninggalkanmu dalam malam-malam yang sepertinya membuatku semakin candu
Entah aku tak tahu, yang pasti aku takut kehilanganmu. Dan perasaan nyaman itu seolah mengobati lukaku sendiri.

Dari sinilah segala kisah itu bermula, kita dua pasang hati yang hanya menjadi hamba jarak. Kita, dua keyakinan yang akhirnya saling menguatkan. Kamu berbeda, dan kisah yang kini aku jalani juga menjadi kisah yang berbeda. Kamu mengajarkanku banyak hal.

Genggaman tanganmu selalu meyakinkan ku bahwa aku adalah wanita kuat yang mampu melewati terpaan hidup.

"Mari menjadi kompas bersama"

Ucapmu kala itu, disertai terpaan angin malam yang riuh membawa kabar antara jarak kita yang masih nyata adanya

Kompas dan Lentera/Complate❤Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang