Tinggal Bersama?

3K 350 52
                                    

Jaemin mendapati Jeno yang berlari seperti orang kesetanan di lorong apartemennya saat si manis itu hendak ke lantai bawah untuk membuang sampah. Sahabatnya yang beberapa jam yang lalu datang ke apartemennya dengan sebuah kejutan itu--pacar hamilnya yang ngotot minta diajari cara membentuk otot perut--kembali menampakkan wajahnya yang kini pucat dan berkeringat. Tanpa banyak bicara, Jeno langsung menerobos masuk ke kamar apartemen sahabatnya yang kebetulan sudah dibuka.

"Babe, kamu gapapa?!"

Ia langsung menerjang Renjun yang tengah berbaring setengah duduk di kasur. Memeriksa tubuhnya dan menepuk-nepuk pelan perutnya.

"Perutmu kenapa hm? Tadi kata Jae--"

"Huhu maafin aku...."

Waktu Jaemin masuk, ia sudah mendengar suara tangisan Renjun. Ia yang masih shock karena kejadian pingsan tadi langsung melupakan tong sampah kosongnya dan mengambil duduk di samping Jeno.

"Eh, Renjun kenapa? Perutnya sakit lagi?"

Padahal, Jaemin itu niatnya ingin memarahi Jeno kalau ia sudah kembali lagi ke apartemennya. Tapi karena Renjun yang kini sudah sadar dengan kondisi yang tidak lebih baik dari sebelum pingsan, maka ia mengurungkan hasratnya untuk baku hantam dengan sang sahabat. Biar sajalah baku hantamnya ia pending dulu, biar nanti sekalian ajak Haechan untuk mengeroyok Jeno bersama-sama.

"Sayang jangan nangis, kamu bikin aku tambah panik!"

Jeno yang ingin memeluk tubuh kekasihnya itu langsung mendapat penolakan dari yang tengah tersedu-sedu. Ia sontak mendesah frustasi kemudian memandang Jaemin penuh dendam.

"Lu apain pacar gue heh?! Gila aja manusia imut kaya Renjun lu ajak kardio!"

Wajah khawatir Jaemin berubah menjadi cengiran seram. Ia merasa senang karena akhirnya si bodoh Lee ini memancing perkelahian.

"Manusia imut apa manusia hamil?! Lagian, LU GA BILANG KALAU RENJUN LAGI HA--"

"Huhuhu.... hiks--hiks."

Makian indah Jaemin tertahan dalam mulutnya yang kembali terkatup. Submisif manis yang sedang berhasrat untuk adu mulut dengan sahabat dominannya ini kembali berwajah panik, refleksnya langsung teralih kepada Renjun yang ternyata masih berminat untuk melanjutkan sedu-sedannya. Ia yang merasa berkontribusi terhadap tangis si mungil langsung merasa bersalah seketika.

"Renjun, masih sakit ya? Maafin aku karena tadi langsung ngajak kamu workout berat...."

"Lagian elu, masa gua harus ngenalin Renjun sambil bilang kalau dia lagi hamil?! Emang lu siapanye? Bapaknya?!"

"Jeno! Ngga usah marahin Jaemin! Ini salah ak--hiks, aku--huhu...."

Jaemin dan Jeno sama-sama merasa lega saat akhirnya Renjun buka suara. Setidaknya, mereka kini tahu kalau keadaan si calon ibu itu tidak seburuk yang keduanya bayangkan. Khusus Jaemin, ia benar-benar tak bisa membayangkan kalau sampai hal buruk--seperti keguguran, misalnya--menimpa Renjun dan sialnya, itu karena perbuatan konyolnya sendiri.

Lagipula daripada merasa bersalah, Jaemin lebih tak habis pikir dengan si mungil. Bisa-bisanya ia menurut saja saat Jaemin menunjukkan gerakan kardio yang banyak gerakan loncat-loncatnya itu. Memangnya Renjun kira bayinya akan ikut berotot dan bukannya ngambek minta dikeluarkan saat ibunya melakukan aktivitas fisik seperti itu?

"Maafin aku ya hiks--Jaemin...."

"Shhh, ngga Sayang, kamu ga salah. Tetep yang salah itu Jaemin. Kamu jangan nangis lagi ya?"

Jaemin yang tadi sempat mengukir senyum sebagai jawaban atas permintaan maaf Renjun seketika menatap tajam Jeno yang kini sudah sibuk memeluk tubuh mungil kekasihnya sembari mengelus punggung Renjun yang bergetar karena isak. Tapi kali ini ia lebih memilih mengurungkan umpatannya kepada Jeno untuk memberi apresiasi kepada ungkapan permintaan maaf Renjun tadi. Kalau ributnya diteruskan, bisa-bisa nanti alasan bayinya minta keluar bukan karena workout lagi, tapi karena tidak tahan mendengar suara ribut ayah dan err--tantenya?

The Most Sexiest, Nana Jaemin! [Markmin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang