Ragam Problematika

1.9K 251 11
                                    

"Yaudah, aku pergi sekarang!"

Waktu Jaemin masuk, ia mendengar suara Jeno yang berusaha menahan teriakannya. Dengan wajah muramnya--yang jarang sekali Jaemin lihat--pria itu menyambar kunci mobilnya di kasur lantas bergegas begitu saja melewati Jaemin tanpa sepatah kata. Jaemin yang tak mengerti apa-apa dan kaget luar biasa memilih untuk mematung selama beberapa saat, sebisa mungkin mengalihkan pandangannya dari Renjun yang terlihat sama muramnya seperti sang kekasih.

Meski tanpa penjelasan apa-apa, Jaemin mengerti bahwa ia harus membiarkan keterdiaman seperti ini untuk membuat suasana setidaknya kembali tenang, khususnya untuk seseorang yang kini tampaknya mulai bergerak gusar dan tak nyaman.

"Jaemin--maafin ya...."

Renjun yang mulai membuka suara dengan wajah lelahnya itu Jaemin berikan senyum lebar. Lelaki Na itu sadar bahwa teman barunya ini pasti sedang dalam kondisi yang tidak baik, dan Jaemin mengkhawatirkannya, terlebih karena ada nyawa lain yang ia bawa di dalam tubuhnya.

Dengan senyum ceria yang coba ia paksakan di tengah kebingungannya terhadap permasalahan yang menimpa pasangan ini, Jaemin duduk di samping Renjun sembari mulai membuka bungkusan kimchi yang sengaja ia beli untuk makan malam mereka tadi.

"Ngga apa-apa Renjun, aku ngerti kok! Sekarang kita makan malam dulu yuk? Kebetulan aku beli kimchi buat kita, kamu suka kan?"

Renjun yang mendapati reaksi bersahabat itu menghela napas kecil sembari memaksakan sebuah senyuman, berusaha mengapresiasi perlakuan baik Jaemin meski suasana hati tengah tak berpihak kepadanya sekarang.

"Tadi aku sama Jeno juga beli ayam, rencananya buat dimakan bareng sama kamu."

Lelaki cantik itu beranjak untuk mengambil bungkusan karton yang sedari tadi tergeletak di meja dan membuka penutupnya. Daging ayam dengan bumbu pedas terpampang di sana yang membuat perut Jaemin keroncongan seketika.

"Aku ngga mau ngerepotin soal makan, eh ternyata kamu juga malah ngebeliin kimchi!"

Jaemin terkekeh kecil sembari mulai memindahkan ayam bumbu dan kimchinya ke mangkuk dan piring, "harusnya tadi aku ngehubungin kamu ya? Ah, maksudnya Jeno. Aku kan ngga punya nomor ponselmu!"

"Iya, tapi ngga apa-apa kok aku juga suka kimchi. Makasih ya!"

Renjun kembali tersenyum, kali ini sedikit lepas dan tulus. Jaemin mengerti bahwa teman barunya ini pasti sedang berusaha menyamankan diri, dan Jaemin sangat menghargai usahanya itu. Setidaknya, dengan Renjun berpura-pura baik-baik saja selama beberapa saat sebelum mereka benar-benar dekat tidak apa-apa kan? Meski sebenarnya Jaemin juga tidak tahan melihat kondisi sepasang sahabat dan teman barunya ini.

Mereka makan dalam diam, sesekali Jaemin membuka mulut untuk sekedar mencairkan suasana. Ponselnya yang sedang ter-charger di meja serba guna yang terletak di samping jendela beberapa kali menunjukkan perubahan cahaya layar, redup-nyala. Jaemin tahu bahwa ada beberapa pesan teks yang masuk, mungkin dari Jeno, Dejun--atau bahkan Mark. Tapi ia memilih untuk mengabaikannya demi waktu makan malamnya bersama Renjun.

"Jaemin...."

Merasa namanya dipanggil, Jaemin yang tengah menggulati daging ayam dari tulang pahanya itu sontak mendongak untuk menatap Renjun yang kini tengah memandanginya dengan ekspresi sungkan.

"Aku.... sebenernya ngga serius mau tinggal di sini."

Mendengar kalimat informatif itu membuat Jaemin bungkam selama beberapa saat. Otaknya seketika sibuk mencerna ucapan Renjun barusan yang ia rasa tiba-tiba. Namun setelahnya, Jaemin ingat soal percakapan Renjun dan Jeno di mobil waktu mengantarnya siang tadi.

The Most Sexiest, Nana Jaemin! [Markmin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang