11

410 40 2
                                    

" Jae.. agak kesana ih, banyak ruang juga" usirku pada Jaehyun saat aku tengah menggosok gigi di wastafel, dia terus menggodaku dengan wajahnya yang masih penuh dengan sabun.

Semalam aku tak memutuskan apapun dari lamarannya, aku hanya menyuruhnya menunggu papa, karena meskipun itu mudah bagiku tapi belum tentu mudah dengan papaku. Dari kejadian kemarin, aku menemukan satu fakta jika Jaehyun ternyata seorang manajer di sebuah restoran sekitar rumahnya dan itu sudah 2 tahun berjalan. Dia sangat mudah menebak pikiranku yang memang saat dia melamarku, aku berpikiran betapa beraninya dia melamarku padahal dia masih mahasiswa semester pertengahan, tanpa aku suruh dia akhirnya memberi pernyataan seperti itu.

" Mukanya hadap sini coba!" seru Jaehyun padaku

" Kenapa... mmm, biar aku sendiri sayang" Jaehyun mengusap foam wajah padaku dengan begitu lembut

" Senangnya.. dengar kata itu dari mulut kamu" Jaehyun bergumam tapi aku tak begitu jelas mendengarnya.

" Kamu ngomong apa?"

Jaehyun tak menjawab, dia kemudian mendekatkan tubuhku di wastafel, membasuh mukaku begitu hati-hati.

" Lihatlah kaca" suruh Jaehyun

aku otomatis melihatnya, tapi Jaehyun justru menatapku.

" Betapa beruntungnya aku dipertemukan dengan wanita cantik sepertimu" Jaehyun terus melihat wajahku, aku tak tahan, aku merasa pipiku begitu panas sampai aku kembali membasuh wajahku.

" Udahlah, ayo sarapan" buru-buru aku meninggalkan kamar mandi dengan wajah yang masih terasa menghangat. Dari belakang, Jaehyun mengikutiku menuju pantry yang disana sudah tersedia roti tawar, selai dengan rasa coklat hazelnut dan tak lupa segelas susu yang sudah kusiapkan tadi sebelum Jaehyun bangun.

" Aku tak sabar bertemu papamu, Rosé. Aku ingin segera menikahimu" ucap Jaehyun yang lebih seperti gerutuan manja karena dia sedikit mengerucutkan bibirnya.

" Bagaimana jika aku memilih menyelesaikan kuliahku terlebih dulu? Apa kau tak keberatan?" tanyaku menyahuti

" Mengapa itu jadi masalah, tentu saja aku ini juga mahasiswa sepertimu, bisa juga kan kita kuliah bersama, berangkat bersama, makan bersama, pulang bersama bahkan lulus bersama dan aku juga tak keberatan jika harus menunggumu sedikit lebih lama" sergah Jaehyun menggebu. Aku tak menyangka jika Jaehyun akan mengambil keputusan sejauh ini, jika dipikir lagi apa yang harus kusayangkan ketika bersamanya, teman? yang sering pergi denganku juga lebih sering Lisa, itupun karena terpaksa. Entah kenapa rasa ingin bergaul pada diriku terus menerus terkikis, jadi bingung sebenarnya apa yang disukai Jaehyun dariku.

" Hm " ragu bertanya lagi, akhirnya deheman adalah cara terbaik untuk menyikapi situasi seperti ini.

Jaehyun berhenti makan dan berpindah lebih mendekatkan posisinya padaku, dia berbisik di telingaku " kau meragukanku?"

Aku terhenyak mendengar kalimat singkat itu "t-tidak, bukan maksudku seperti itu tapi..."

" kau tak menolakku secara halus kan?"

aku tak suka dia berbicara seperti itu, tentu saja aku ingin hidup bersamanya dalam jangka waktu yang lama. Dia hampir meninggalkan kursinya jika aku tak menariknya

" Jae, ehmm.. aku juga sangat berharap bisa hidup bersamamu, tapi tunggu papaku dulu ya..." aku malu menatapnya tapi tanganku tetap memegang tangannya.

Jaehyun berbalik, dia sedikit membungkukkan tubuhnya untuk menatapku dengan jarak yang begitu dekat, nafasnya begitu hangat terhirup, dia menempelkan bibirnya pada bibirku, kukira dia akan mengambil tindakan lebih, ternyata dia memang hanya diam di tempat dengan mata yang terpejam. Tak ambil pusing akhirnya akupun memberanikan diri untuk bertindak, aku mendorongnya hingga terduduk kembali di kursi, aku mengalungkan tanganku di lehernya lalu melumat bibirnya tergesa, dia masih tak membalas tapi aku bisa merasakan jika dia tersenyum di tengah ciuman kami. Dia mempermainkanku rupanya. karena begitu kesal, akupun menggigit bibir bawahnya tanpa melepaskan ciuman, dia meringis kesakitan ingin melepaskan diri tapi aku menahannya, dia pasrah lalu akhirnya membalas dengan lumatan sedikit kasar karena lidahnya begitu dalam menerobos mulutku, meraihku ke pangkuannya bermaksud agar lebih intens.

" Seenak itukah sampai tak mendengar orangtua memencet bel daritadi?"

Aku dan Jaehyun saling melepaskan diri karena begitu terkejut, terutama aku.

" P-papa sejak kapan sampai? Mengapa tak memberitahuku terlebih dahulu? kan nanti bisa dijemput" tanyaku seolah tak ada apa-apa. Jaehyun yang sejak kemarin mengharapkan kedatangan papa saja sampai tak bisa berkutik.

" Lalu mengganggu momen romantis mu tadi begitu?" jawab papa sedikit terkekeh, tak ada nada kemarahan sedikit pun. Aku mengambil koper papa untuk kusandarkan dan mengikuti papa ke ruang tengah dengan menarik Jaehyun yang masih kaku. Kami duduk sebelah papa dengan aku tepat disamping papa.

" Beritahu papa siapa pemuda tampan disampingmu itu" seru papa santai.

" Ehmm~ dia kekasihku.." aku sedikit memanjangkan pelafalanku karena aku juga ingin bicara perihal lamaran Jaehyun

" Iya lalu.. bagaimana penjelasan kejadian tadi?" papa tampak bersemangat sekali menginterogasi anaknya yang sedang panas dingin ini.

" Om," Jaehyun berlutut didepan papa

" Sebelumnya maaf saya lancang, tapi saya kemari sebenarnya juga ingin melamar putri anda dan putri anda bilang jika harus menunggu om terlebih dahulu" jelas Jaehyun sambil memberanikan diri menatap papa

" Hahaha, lucu sekali kau ini anak muda.. menikahlah dengannya, om tak keberatan dan tentu om merestuimu" balas papa enteng lalu mengacak rambut Jaehyun. Jaehyun yang mungkin sebelumnya berpikir akan sulit menghadapi papa sedari tadi memasang wajah kosong.

" Apa benar semudah itu om?" tanya Jaehyun yang masih tak percaya.

" Kau ingin dipersulit?"

" A-ah tidak om, saya sangat berterimakasih malah karena saya kira akan sulit mendapatkan restu dari om"

" Justru saya yang berterima kasih padamu karena dapat menggantikan posisi om kedepannya menjaga anak om satu-satunya ini, jika selalu mengandalkan Jeno juga kasihan karena dia menempuh pendidikan di luar negri dan mungkin tak dapat terus menerus menjaga putri om" ucap papa yang membuatku terharu.

" Tapi om, bolehkah saya tau alasan spesifik om dengan mudahnya menyerahkan putri om ke saya padahal om bahkan belum tahu saya"
Jaehyun balik menginterogasi papa. Bukan malah kesal atau apa, papa justru tersenyum.

" Maafkan om juga sebelumnya karena telah menelusuri kehidupanmu tanpa izin, semua ini juga kembali karena putri om, karena dia anak tunggal, om khawatir dengan siapapun yang sedang dekat dengannya, biasanya om akan menyuruh orang untuk mengorek kehidupan seseorang yang dekat dengan Rosé, tapi karena Jeno masih libur, jadilah Jeno yang melakukan semua itu, om harap kalian tak kecewa padanya karena om sendiri yang memaksanya untuk melakukan itu" ujar papa panjang lebar, Jaehyun yang sebelumnya sempat mengeraskan rahang akhirnya luluh.

" Oh ya Rosé, besok Jeno sudah akan kembali, apa kau sudah tau?" lanjut papa yang membuatku sangat terkejut.

" Benarkah?" Aku masih tak yakin akan secepat itu liburannya dan anehnya lagi kenapa Jeno tak memberitahu. Aku bersiap mengambil ponselku tapi kemudian papa mencegahnya.

" Dia sedang keluar dengan teman-temannya, jadi biarkan, besok temani saja dia di bandara sebelum keberangkatan, kalau tidak salah sekitar jam delapan. Jaehyun temani Rosé, siapa tau Jeno akan memboyong Rosé juga karena mereka berdua ini selalu lengket sejak kecil, hahaha" ucap papa bergantian melihatku dan Jaehyun lalu pergi ke kamar dengan tawa puas setelah menggoda Jaehyun.

" Besok aku ingin memamerkan calon istriku didepan Jeno"

TBC.

*mau akhir ges!! cerita random asal nyembul gini jadi ga sabar cepet-cepet selesein deh, author lg blank:)


UNTITLED | Roseanne ParkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang