Flanella
Gue salah kalau berpikir Lano gak akan mengejar gue lagi kayak waktu itu. Buktinya cowok itu sekarang sedang berdiri di depan gue dengan merentangkan kedua tangannya.
“Please, La… Gue .. gue masih sayang sama lo.”
“Gue pengen kita kayak dulu.” Lanjutnya dengan suara lirih yang masih dapat gue dengar.
“Tapi gue gak bisa! Lo ngerti gak sih?” gue berusaha menekan nada suara, karena melihat situasi kita yang sedang berada di depan perpustakaan yang ramai. Gue gak mau jadi pusat perhatian orang-orang.
“Kenapa? Karena Angkasa? Dia ngelarang lo buat berhubungan lagi sama mantan-mantan lo?” Gue menatap mata Lano yang mulai berwarna merah, itu artinya dia lagi nahan emosi.
“Lo gak usah bawa-bawa Angkasa, karena penyebab gue gak mau kita berhubungan lagi itu karena diri lo sendiri! Lo yang udah ngerusak semuanya! Lo ngehancurin kita! Lo ninggalin gue yang udah ngasih seluruh hati gue buat lo, demi cewek itu. Lo jahat Lano! Lo… bahkan lebih jahat dari bokap gue.” gue meledak, amarah yang gue tahan selama ini akhirnya meledak. Gue bahkan udah gak peduli kalau orang-orang sedang menatap gue dengan tatapan heran.
“La, maafin gue.” Tatapannya berubah menyendu, bahkan tangannya mulai bergerak untuk menyentuh wajah gue. Sampai jemarinya yang lentik berhasil menyapu cairan yang berada di pipi gue. Gue bahkan gak sadar kalau gue nangis. Nangis di depan Lano, orang yang pernah menjadi alasan gue buat gak nangis hanya karena keadaan keluarga gue yang hancur.
“Seharusnya gue bilang dari dulu sama lo, kalau mama yang nyuruh gue buat deketin Rania, mama yang nyuruh gue buat pacarin dia, hanya karena dia mirip sama Leani.”
Jujur gue kaget, tapi sisi egois gue sedang merajai. Gue menepis tangan Lano, “Tapi gak seharusnya lo ngorbanin perasaan gue.”
“Dan mungkin perasaan lo juga.”
Gue emang gak pernah tahu gimana wajah Leani, kembaran Lano yang meninggal saat mereka masih berusia 10 tahun. Alasan itu terlalu dangkal buat gue.
Gue kembali ke kost karena udah ngerasa gak nyaman sama suasana kampus. Setelah ganti baju gue menghidupkan handphone yang gue tinggal di kost. Ada banyak chat dan telfon dari Angkasa. Suasana hati gue lagi buruk dan gue masih jengkel sama dia, jadi gue gak punya alasan buat ngehubungin dia balik.
Entah berapa lama gue tertidur, saat gue bangun ruang kamar udah gelap. Gue mencoba mencari keberadaan handphone untuk melihat jam. Tapi setelah gue berhasil menggenggam benda itu, fokus gue teralih oleh banyak chat dan telfon yang lagi-lagi membanjiri notifikasi. Chat paling atas, dari grup kelas yang ramai entah karena apa karena hari ini gue bolos. Yang kedua dari Angkasa, sekesal apa pun gue sama cowok itu pasti gue tetep baca chat dari dia walaupun belum tentu gue bales. Angkasa mengirim gambar, butuh beberapa detik buat terunduh dan ketika unduhan selesai gue hampir aja memekik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Orens' flanel
Teen FictionOrens Flanel Menceritakan dua orang gadis yang sama-sama terlibat dengan orang di masa lalu. Benar, tidak ada masa depan jika tidak ada masa lalu. Tapi, kenapa mereka harus terlibat dengan orang-orang itu ketika sudah ada orang-orang baru di samping...