Unreasonable

14 1 1
                                    


Setelah 2 jam perjalanan dengan menggunakan bis antar kota dan ojek online akhirnya gue sampai di sebuah rumah kontrakan bercat kuning, di halamannya terparkir beberapa motor termasuk motor scoopy milik maminya Angkasa. Tak perlu repot-repot untuk mengetuk pintu karena sosok yang gue kenali sebagai teman Angkasa kebetulan tengah membuka pintu. Mungkin dia mendengar suara motor berhenti di halaman rumah kontrakannya tadi. Gue langsung dipersilahkan masuk dan gak tanggung-tanggung Fasa mengantarkan gue ketempat di mana Angkasa tidur dengan wajah penuh lebam.

Gue masih berdiri jauh dari Angkasa, berpikir apa yang harus gue lakuin.

	Fasa berdeham, “Gue tinggal dulu, ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Fasa berdeham, “Gue tinggal dulu, ya.”

“Jangan!” cegah gue, karena gak mau menimbulkan kesan tidak nyaman kepada penghuni yang lain.

“Di sini aja.”

Fasa mengangguk dengan canggung. Gue memutuskan untuk mendekati Angkasa dan hal pertama yang gue lakukan adalah menutup hidung. Ada bau alkohol yang sangat menyengat.

“Dia mabuk?”

“Iya.” Jawab Fasa, membuat gue menghela nafas.

Sorry, gue gak tahu kenapa Angkasa tiba-tiba pulang dengan keadaan mabuk kayak gini. Dia manggil-manggil nama lo terus, makanya gue langsung hubungin lo.”

“Dia pulang sendiri?”

“Enggak, dia diantar sama Ical.”

Dari sini gue bisa menyimpulkan bahwa Angkasa mabuk-mabukkan bareng Ical. Gue gak mau nyalahin Ical tapi dari cerita Angkasa waktu itu gue jadi tahu kalau Ical bisa membawa pengaruh buruk buat Angkasa.

Angkasa melenguh, perlahan membuka matanya. “Gia, kamu di sini?” ucapnya kaget begitu melihat gue duduk di kursi dekat kasurnya.

“Emm..” keluhnya sambil memegangi kepala.

Gue segera mengambil segelas air yang ada di atas nakas dan menyodorkannya kepada Angkasa.

“Sa, lo bisa keluar ngakk bentar?” Bukan gue yang ngomong, tapi Angkasa.

Fasa mengangguk, mengerti dan langsung keluar. Cowok itu hendak menutup pintu tapi gue segara mencegahnya.

“Kamu kenapa bisa ada di sini?”
Gue mengambil gelas yang sudah kosong di tangan Angkasa dan mengembalikannya ke tempat semula.

“Kamu kenapa bisa kayak gini?” tanya gue balik.

Angkasa menatap gue dalam dan bukannya menjawab dia malah menarik gue agar lebih mendekat. “Aku sayang sama kamu” ucapnya sebelum mendaratkan bibirnya di bibir gue. Beda dengan sebelumnya, kali ini Angkasa memperdalam ciumannya. Gue bahkan bisa merasakan sisa alkohol yang dikonsumsinya.

Orens' flanelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang