~ Chapter 22 ~

1K 59 3
                                    

Satu hari menjelang minggu ke 37, tapatnya hari ini, aku sudah diingatkan dokter bahwa besok akan dilakukan tindakan operasi, malam ini aku harus puasa. Mas Todhy hari ini ada di rumah sakit, dia berusaha untuk menguatkan hatiku, agar aku tidak perlu cemas menghadapi operasi besok

Dokter juga kembali mengingatkan bahwa, satu-satunya cara untuk menghentikan preeklamsia adalah dengan melahirkan. Untuk melahirkan secara normal tidak mungkin, yang paling memungkinkan adalah operasi Caesar.

Aku tidak ingin membayangkan seperti apa proses operasinya, dan aku juga tidak berkeinginan menanyakan hal itu pada dokter. Bagiku saat ini mempersiapkan diri baik secara lahir maupun batin, agar aku bisa melalui proses persalinan lewat operasi bisa selamat.

Yang paling aku tidak suka, setiap kali ada tindakan operasi, suasananya begitu sangat mencekam, seakan-akan tindakan operasi itu seperti pertarungan antara hidup dan mati, sehingga orang-orang yang ada didekatku, ekspresi mereka membuatku cemas, mereka begitu kuatir dengan kondisi aku

Aku tahu kondisiku saat ini memang tidak sedang baik-baik saja, tapi aku berusaha menyikapinya dengan biasa-biasa saja, aku tidak ingin malah seperti sedang menghadapi kematian. Kematian itu pasti datang, kapan pun waktunya jika memang sudah di kehendaki-Nya.

Mas Todhy mungkin sangat mencemaskan keadaanku, namun dia berusaha mengubah persepsinya terhadap kondisi itu dengan cara biasa-biasa saja, tapi aku bisa menangkap apa sebetulnya yang ada di dalam hatinya.

"Operasi Caesar itu kata dokter, tidak lagi dianggap seperti operasi besar, jadi kamu gak usaha cemas," kata mas Todhy

"Ya mas, aku tahu, mas gak usah kuatir..aku sudah siap lahir dan batin menghadapi keadaan yang buruk sekalipun," aku bilang gitu sama mas Todhy

"Jangan gitu juga sih, kamu harus optimis aja, bahwa semua ini akan segera berlalu," kata mas Todhy

Aku pikir itu salah satu cara mas Todhy untuk membuat aku tetap tenang, dan aku berterima kasih sama dia, yang sudah mau mengorbankan waktunya untuk menghadapi persalinanku, dia ingin menyaksikan saat-saat aku melewati masa sulit ini.

Salah satu kabar yang membuat aku tenang hari ini dari mas Todhy, dia bilang Mesjid sudah dalam proses pembangunan. Dia memperlihatkan sama aku disain yang di pilih dari beberapa disain Mesjid yang diajukan. Dia minta maaf karena tidak melibatkan aku dalam pemilihan disainnya.

Aku sama sekali tidak mempermasalahkan apa yang sudah diputuskan mas Todhy, karena aku memang sudah menyerahkan sepenuhnya urusan pembangunan Mesjid itu sama dia. Aku senang dengan disain pilihan mas Todhy, karena disain Mesjid itu menjadi simbol aku dan mas Grasto.

Mas Todhy menceritakan filosofi tentang, dua menara yang ada dalam disain Mesjid itu. Dua menara yang berada pada posisi kanan dan kiri Mesjid itu, perlambangan aku dan mas Grasto. Itulah yang dikatakan mas Todhy.

Kabar yang lainnya dari mas Todhy, tentang Dena dan Raini, yang selalu menanyakan "kapan mama Runi pulang?" 

Menurut mas Todhy, anak-anak selalu panggil aku 'mama Runi', bukan lagi tante Runi. Aku sangat bahagia anak-anak mas Todhy sudah anggap aku sebagai mamanya, meskipun aku belum menikah dengan papanya.

Hal-hal sederhana seperti itu bisa membuat aku bahagia, mas Todhy sangat tahu gimana membahagiakan aku dengan kabar yang memang aku butuhkan. Aku tidak pernah menuntut hal-hal yang membuat aku bahagia dengan sesuatu yang bersifat material, karena kebahagiaan itu adanya di hati.

Dokter yang piket malam mengingatkan aku agar malam ini aku puasa, karena besok pagi sekitar pukul 6 pagi, aku sudah harus masuk ruang operasi. Dokter juga kasih tahu, sampai saat ini kondisi janinku masih sehat, tindakan operasi itu diambil agar tidak terjadi eklamsia (kejang).

Kejang itu disebabkan kalau tekanan darah terlalu tinggi, dan itu sangat membahayakan janin juga ibunya. Itulah kenapa dibilang, cara menyembuhkan preeklamsia satu-satunya adalah dengan melahirkan, baik dengan cara induksi, atau dengan cara operasi Caesar.

Menghadapi proses operasi besok, aku berusaha untuk setenang mungkin, kalau aku tidak tenang, tekanan darahku bisa tinggi. Itu yang aku camkan dalam hati, sehingga aku berusaha untuk tetap tenang. Aku tetap berzikir, dan mengamalkan berbagai wirid yang bisa membuat aku tenang.

Alhamdulillah, hal-hal yang menyangkut spiritual seperti itu sangat membantu, membuat diriku lebih tenang. Tidak ada yang aku pikirkan sekarang ini, selain dari pada kelancaran dan keselamatan aku dan janinku dalam proses persalinanku.

Mas Todhy menyarankan aku untuk tidur lebih awal, agar bisa istirahat dengan nyaman. Aku memang tidur lebih cepat, mungkin dokter juga memberikan aku obat, agar aku bisa istirahat.

Aku tidak mengetahui bagaimana dengan mas Todhy dan mbak Sum, aku terbangun saat subuh, mas Todhy dan mbak Sum sudah ada bersamaku. Aku masih sempat untuk sholat subuh sebelum aku masuk ke ruang operasi. Aku sholat sambil berbaring, karena memang sudah tidak mungkin sholat dalam kondisi yang normal.

Selepas sholat subuh, mas Todhy kembali mengingatkanku, agar melepaskan semua beban yang ada di dalam pikiranku, agar aku bisa rileks menghadapi operasi,

"Runi, sebentar lagi kamu akan masuk ruang operasi, kamu harus serileks mungkin, lepaskan semua beban pikiran kamu," kata mas Todhy

"Ya mas, In Sha Allah aku sudah siap mas." Jawabku pada mas Todhy

Aku merasakan suasana menjelang operasi itu sangat mencekam, dan aku harus menghilangkan pikiran seperti itu, aku harus menganggap hal itu biasa-biasa saja, agar aku tidak terbebani sama pikiran seperti itu.

Dengan terus berzikir, aku menjadi tenang, cuma itu satu-satunya cara untuk menghentikan berbagai pikiran negatif yang ada di dalam benakku menjelang masuk ruang operasi.

Mas Todhy dan mbak Sum masih setia berada disisiku, para perawat sudah merapikan tempat tidurku, untuk segera di dorong keluar dari ruang perawatan. Aku memang tidak dipindahkan ke brankar, aku juga tidak terlalu tahu seperti apa prosedurnya. Perlahan-lahan tempat tidurku di dorong keluar dari ruang perawatan.

Sepanjang perjalanan menuju ruang operasi, aku masih terus berdoa, meminta keselamatan kepada Allah Ta'ala, aku pasrahkan diriku hanya kepada-Nya. Begitu sampai di ruang operasi, aku langsung dipindahkan ke meja operasi. Sebelum operasi di lakukan, aku dibius epidural atau anestesi spinal.

Dengan bius tersebut menurut dokter aku bisa tetap sadar dalam menjalani proses operasi. Aku menjalani dan bisa melihat semua prosedur operasi, yang berlangsung kurang lebih 50 menit. Alhamdulillah, semua berjalan lancar, aku bisa melihat anakku lahir dengan selamat, meskipun beratnya hanya 2,1 kg, jenis kelaminnya laki-laki.

Seruni, Catatan Isteri Seorang PolitisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang