kalau mencinta mu adalah sekolah. maka aku pemimpin nya, yang bakal memenuhi ruang-ruang dengan jadwal kerinduan. tanpa hari libur, tanpa kenal tanggal merah.
dan lapangan nya nanti bakal penuh dengan kesungguhan—sangat penuh hingga tak tersedia lahan parkir untuk satu kendaraan. biar aku jadi pemimpin, yang tanpa pulang sebab kamu adalah rumah ternyaman.
lalu cat tembok akan ku warnai dengan kebahagiaan. ku corat coret yang penting tak menggores hati. ku warna-warna yang penting tak menggores waras.
dan kipas angin, kalau kalau ruang ku menjadi gerah sebab mencintaimu dengan amat payah. lantas sebuah papan tulis dan spidol yang siap menggambar takdir, menggempur rasa.
sekolah ku kokoh, amat kokoh sampai mustahil dirubuhkan meski ditimpa milyaran tetes bening kehilangan. meski diterjang badai kekecewaan. meski diserang pasukan pengkhianatan.
siswa nya kamu, biar luka ku jadi guru nya. kalau-kalau ada kejuaraan menunggu maka ku pastikan sekolah ku akan memenangkan nya. terus menang sampai penuh piala, penuh peluh air mata.
aku lupa kamu bakal lulus, bakal berganti sekolah. dan aku masih sekolah yang sama. tak kenal libur, tak kenal tidur. aku terus mencinta, hingga aku lupa semuanya sia-sia.
hingga aku lupa,
tanpa siswa. bukan sekolah namanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA HAWA
Poetrybarang kali, belum melupakan mu adalah hal lumrah. dan aku kini resmi jadi manusia maha resah, maha payah. sebab mengharapkan kembali mu yang entah entah.