8. The Incursion

16 1 0
                                    

Semilir angin membelai wajah Lourin. Anak rambut di atas dahinya menari-nari mengikuti iramanya. Cahaya mentari pagi berpendar keemasan dan terus meninggi ke angkasa.

Lourin tak pernah menyangka penerimaannya kepada Wenda ketika di panti asuhan dulu membawanya menemukan dirinya yang lain. Gadis pendiam itu telah menunjukan pada Lourin siapa dia sebenarnya. Bangsa peranakan. Keturunan langsung dari bangsa manusia biasa dengan bangsa bunian. Dia masih setengah mempercayai hidupnya.

Namun, dia masih tetap ada disini. Bahkan dirinya masih duduk dengan senang di kereta kuda sembrani yang indah menuju ke sebuah sekolah para bangsa bunian, Magarts Castlee. Tangannya bersandar pada jendela yang terbuka sesekali memejamkan matanya. Dia tak yakin pilihan yang dia ambil bukan suatu kesalahan. Ini takdirnya, meskipun dia belum tahu apa tujuan takdir mengirimnya ke negeri ini.

Di samping itu dia beruntung memiliki Wenda dan Ziiyas disisinya melewati semua ini. Kalau tidak dia tidak yakin saat ini dia ada disini, di dalam kereta ini. Tanpa Lourin sadari anak laki-laki yang duduk di sebelah Ziiyas beberapa kali mencuri pandang padanya. Hingga tanpa di sangka pandangan Lourin dan anak laki-laki itu bersirobok. Merasa aneh seketika pipi Lourin memerah dan dia memberikan senyuman malu-malu pada anak laki-laki itu, yang bahkan tidak di hiraukan. Anak laki-laki itu memalingkan wajahnya.

Lourin mendengkus jengkel. 'Apa yang salah?'. Wajah anak laki-laki terlihat begitu jengkel. Mungkin karena di kepergok tengah mencuri pandang padanya atau memang sudah pembawaan oroknya, anak laki-laki ini begitu dingin tak tersentuh. Lourin mendengkus.

"Seperti apa Magarts Castle itu?" Celetuk Lourin. Mengalihkan pikirannya.

"Oh hebat. Tunggu saja jika kau menginjakkan kakimu disana. Pertama kali aku kesana aku sampai nyaris tak bisa bernafas mengaguminya." Ziiyas menjawab dengan antusias.

Lourin tak bisa membayangkan bagaimana rupa Castlee itu. Karena melihat rumah Ziiyas dengan banyak kamar saja, dulunya Lourin mengira itu sebuah istana. Jadi Lourin merasa tergelitik untuk bertanya.

"Apakah lebih besar dari rumahmu?"

"Jauh lebih besar dari rumah ku tentu saja."

Selanjutnya Ziiyas bercerita panjang lebar tentang bagaimana rupa Magarts Castlee, tentang kamar-kamar asrama. Tentang pelajaran yang ada disana, serta hal-hal lain yang membuat Lourin ternganga. Hingga suara berdecih itu terdengar.

"Ada masalah tuan muda?" Wenda mengomentari anak laki-laki itu.

"Tidak. Hanya saja kawan-kawan mu ini begitu norak. Aku sudah setiap hari hidup berkeliling di istana ku."

"Apa hubungannya?" kata Lourin sinis.

"Tidak ada, apanya yang luar biasa membahas Magarts Castlee hingga mulut mu menganga seperti katak menunggu mangsa."

Lourin jadi berpikir apa anak laki-laki ini tengah mengatakan bahwa dirinya itu seperti katak.

"Sudah biarkan saja, Lou. Dia tidak tahu apa-apa tentang dirimu." Ziiyas berusaha menenangkan Lourin.
Ef kau makhluk dari dunia fana." Lourin berjengit, sedangkan Ziiyas dan Wenda sudah setengah berdiri bersiap melayangkan pukulan pada anak laki-laki itu. Jika, tidak ingat mereka tidak bisa berdiri tegap di dalam kereta.

"Siapa sebenarnya kau?!" tanya Ziiyas, giginya gemeretak menahan marah.

"Kau akan tahu nanti." Anak laki-laki itu membuang muka ke arah jendela.

"Sombong."

"Aku tahu kau anak Menteri Kanan Garbara Lourdan." kata anak itu tanpa memalingkan wajah, "ayahku bahkan hanya cukup satu kata untuk membuang nama ayahmu dari jajaran menteri."

THE PRINCESS : The Return of The Lost PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang