3. Foreign Land

86 11 0
                                    

Aku ingat sekilas memori tentang ibuku ketika cahaya putih yang begitu besar menyilaukan mataku, hangat. Perlahan aku membuka mataku. Tangan kananku refleks menghalau sinar berlebihan itu.

Kepalaku amat pening. Badanku terasa melayang memanduku untuk terlelap kembali. Ingatanku menyeretku untuk mengingat hal terakhir sebelum aku tertidur, aku dan Wenda berada di hutan gelap, dikejar seseorang dengan suara menggelegar, melewati gerbang bercahaya, terjatuh bersama, Wenda pingsan aku panik minta tolong, lalu akupun ikut roboh ketika samar-samar kulihat banyak orang mendekat.

"Astaga Wenda." aku terduduk mengingat seharusnya aku bersama temanku.

"Oh kau sudah bangun?" terdengar suara seseorang aku menoleh mencari asal suara. Menemukan sosok yang begitu ku cemaskan terakhir kali, tengah mendekat.

"Wenda.." aku memeluknya ketika ia terduduk di ranjangku. "Apa kau baik.? Terakhir kali kau menyelamatkanku. Kau terluka lalu pingsan. Ohhh... Aku begitu takut. Kau telah menolongku"

"Aku baik." Wenda tersenyum. Baru kusadari makhluk ini bisa tersenyum. Teramat cantik. Lalu aku sadari temanku itu seharusnya tak pernah tersenyum aku jadi merasa aneh. Apa lagi ini bukan dikamar ku, yang di panti.

"Kau berhutang penjelasan padaku." kataku tajam.

Wenda masih saja tersenyum manis begitu, setelah semua yang terjadi. Aku dibawa kabur tiba-tiba dari kamarku yang nyaman. Dikejar oleh makhluk gila, dan hampir mati. Tapi, gadis itu masih tenang-tenang saja, dari awal dia aneh tentunya apalagi kini dia terus tersenyum seolah-seolah kami sedang bermain permainan yang seru dan aku kalah. Aku semakin kesal saja.

"Mengapa kau terus senyum-senyum begitu? Aku jelaskan semuanya padaku!"

"Akan aku jelaskan. Sebelumnya apa yang ingin kau tanyakan? Aku akan menjawab semua pertanyaanmu."

Aku semakin sebal saja padanya. Aku memintanya sebuah penjelasan. Malah dia meminta pertanyaan padaku.

"Bagaimana? Kau ingin bertanya?"

"Kita ada dimana?"

"Negeri Bunian."

Aku mengerutkan kening.

"Aku tak butuh bualan Wen."

"Dan aku bukan seorang pembual."

Sejenak aku berfikir selama setahun aku kenal dengannya dia memang selalu berkata jujur dan apa adanya padaku. Tapi sungguh gilanya dia berkata aku kini berada di negeri bunian. Negeri itu kan cuma mitos, cuma dongeng orang-orang tua. Dia bukan pembuat lelucon yang pintar.

"Kenapa kau diam? Kau tak percaya padaku?"

Aku tersentak. Bingung hendak menjawab apa dengan kekonyolannya yang membuatku kesal.

"Bukan begitu."

"Ada lagi pertanyaanmu?"

Lucu sekali dia bertanya begitu. Tentu saja ada banyak pertanyaan yang berkecamuk dalam benakku ini. Menunggu untuk dimuntahkan oleh mulutku.

"Lalu kenapa kita ada disini? Bagaimana bisa?"

"Apapun bisa terjadi, Lourin."

"Bisa kau jelaskan?"

"Darimana harus ku mulai?" dia mengerutkan kening.

"Biarkan aku yang menjelaskan padanya." kata sesosok suara. Mengejutkan kami berdua.

"Tuan muda...." Wenda tercengang hampir tak sanggup melanjutkan kata-katanya.

"Ehm.. Maksudku kita berdua Athana."

"Athana?" siapa lagi kepalaku jadi semakim pening. Tahu begini aku tadi tidur lagi saja. Jika saja aku tidak terpana melihat pria yang saat ini tengah menuju ke arahku dan Wenda. Parasnya bak malaikat yang begitu rupawan, maniknya hitam legam serupa langit malam, begitu pun dengan rambutnya, pria itu berkulit Langsat, dan dia mengenakan pakaian

"Wenda Athana itu adalah nama asli temanmu ini, sekaligus pendampingmu." kata si Tuan muda "Dan aku sendiri Ziiyas Lourdan. Semua orang disini memanggilku dengan sebutan Tuan muda Ziiyas."

Mulutku tanpa sadar menganga. Aku sungguh tak mengerti kejadian yang menimpaku.Wenda apa? Pendampingku, yang benar saja pendampingku ini sama-sama wanita. Aku tak bermimpi memiliki pendamping yang berkelamin sama denganku.

"Kenapa aku sekarang disini.?" mulutku tanpa sadar berucap

"Karna kau seperti kami, bangsa peranakan."

"Peranakan apa? Kalian ini manusia bukan?"

"Iya, kita ini anak bangsa manusia dan bangsa bunian. Maka dari itu kita disebut bangsa peranakan. Kita bisa hidup di dua dunia, dunia bunian dan dunia manusia tentu saja."

Aku berjengit yang benar saja.

"Bagaimana mungkin aku sama seperti kalian?" tanyaku penasaran. "Dan Wenda kenapa dia jadi pendampingku?"

"Kau memiliki ciri-cirinya, salah satunya dipunggung mu terdapat garis urat sayap. Itu membuktikan kamu bagian dari negeri ini. Untuk bagaimana aku menjadi pendampingmu, adalah kalung yang ada dilehermu itu. Menurut ramalan aku telah terikat dengan pemilik kalung berliontin ruby dengan corak naga emas didalamnya dan liontin itu adalah yang kau kenakan." kata Wenda.

Aku kembali tersentak, dipunggungku memang ada dua garis simetris kiri kanan sebagai tanda lahirku. Kalung yang Wenda maksudkan adalah yang senantiasa aku pakai, liontin peninggalan ibuku. Hanya itu benda satu-satunya peninggalan ibuku.

"Aku menemukan cahaya terang dari dalam kamarmu dipanti ketika aku sedang mencari takdir ramalanku itu. Dan yah aku menemukan mu tepat seperti dugaanku, apalagi ketika engkau akhir-akhir ini selalu diawasi oleh anak buah Asmodes. Kau ingat bayangan hitam bertudung yang mengejarmu terakhir kali, iya mereka anak buah Asmodes. Salah satu raja iblis. Menguatkan dugaanku bahwa kamu bangsa peranakan. Itu membuat ku mengambil langkah cepat membawa mu kemari. Karna Asmodes mengincarmu sebab kekuatanmu."

"Aku pun masih menduganya bahwa salah satu orangtua mu masih hidup. Ntah itu ayahmu atau ibumu." kata Tuan muda Ziiyas

"Ibuku sudah meninggal setelah melahirkan ku. Aku butuh istirahat. Bisakah kalian meninggalkanku." aku mendesah berat. Aku butuh waktu untuk semua ini.

"Baiklah, ayo Wenda " ajak tuan muda Ziiyas pada Wenda. Mereka berdua pun keluar.

Duniaku serasa jungkir balik. Aku di negeri bunian. Benar-benar tidak masuk akal. Tapi kenyataannya disinilah sekarang aku berada. Aku sepertinya butuh tidur lebih lama untuk keluar dari mimpi aneh ini.

***

Kroya, 27 April 2020

THE PRINCESS : The Return of The Lost PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang