Matahari menyingsing di akhir pekan. Khas hawa eropa yang mulai agak menghangat.
Setidaknya, masih mujur Win tak perlu memakai tiga lapis pakaian, hanya baju rajut turtleneck dan kaos lengan pendek di dalamnya. Dipadu oleh denim selutut, Win memang sengaja tak memakai pakaian formal.
Agendanya hari ini hanya menjaga nenek sampai sore, karena kebetulan Win hanya bekerja sampai hari jumat di supermarket— bibi May tanpa sepengetahuan Win telah membantunya menemukan pekerjaan, kasir paruh waktu.
Senyum manisnya merekah, gigi kelinci yang menyembul. Dengan langkah melompat-lompat kecil.
Win menoleh, hampir seminggu Bright bersamanya. Ternyata pria itu memiliki beberapa kebiasaan yang sama dengan manusia, kebutuhan dasar seperti makan dan tidur.
Suatu hari Win pernah bertanya, dan Bright menjawab. "Aku makan, minum, dan tidur seperti manusia. Namun, berbeda dengan kalian yang menjadikkan hal seperti itu sebagai kebutuhan, untukku— hanya disaat aku menginginkannya, maka akan kulakukan."
Lalu, untuk buktinya Win menyaksikan itu. Ketika terjaga di malam hari, menemukan bayangan Bright yang duduk di depan jendela besar. Tepat di samping balkon sepetak tempat menjemur pakaian. Paginya— Bright masih di sana. Memang yang selayaknya tidak berkutik.
Dan ketika siang hari— Bright juga memiliki kebiasaan tertidur hanya sepuluh menit ketika tengah menemani Win di perpustakaan.
"Kak Bright tau?"
"Tidak."
Win terkekeh. "Nenek itu orang yang unik. Beliau suka sekali bercerita sesuatu yang biasanya hanya kuanggap dongeng, gak nyata, seperti..."
"Kehadiranku?"
Mengangguk jujur. "Iya. Awalnya kukira dewa itu hanya sebatas mitologi kuno, dongeng sebelum tidur di waktu kecil. Bahkan, pernah kuanggap Tuhan itu sebagai wujud imajiner manusia."
Bright melirik melalui ekor matanya. Obsidian itu hanya bergerak sedikit. "Pernah mendengar hal ini? Tentang narasi alam semesta, berkaitan dengan penciptaan dan lainnya, telah diatur oleh sesuatu, anehnya sesuatu itu tak sekali pun berniat muncul, menampakkan diri di depan ciptaannya."
Win membuat mimik bertanya. Menunggu kelanjutan dari pemilik figur proporsional itu.
"Menurutku, dia menginginkan bentuk lain. Pilihan. Tanpa tuntutan, hanya anggap lah dari hidupmu yang dikendalikan, Tuhan yang kau percayai memberimu sebuah kebebasan."
"Ahaha, aku mengerti."
"Apa yang kau mengerti?"
Win memberi tatapan misterius. Kemudian tersenyum, sedikit memunculkan dua gigi kelinci yang menonjol. Tak ingin memberitahu Bright, tetapi isi pikirannya itu menangkap sebuah terkaan.
"Rahasia!" Win terkikik.
Berjalan mendahului untuk menekan bel di kiri pintu apartemen bernomor 102 itu. Hingga sang pemilik membuka pintu dari dalam.
"Ah, pas sekali kau datang sekarang. Aku akan segera pergi. Kau bisa urus nenek seperti biasa 'kan?"
Win mengangguk ceria. "Tentu!"
"Oh tunggu sebentar," Bibi May memegang pundak Win. Sekilas matanya mengerling pada Bright yang berdiri di sebelah Win. Tersenyum singkat. "Nenek sedang kambuh, bahkan dia melupakan bibi, jadi sepertinya kau harus berusaha sedikit lebih keras, tidak masalah?"
"Uum! Win akan berusaha!"
"Kalau begitu bagus lah, seperti biasa okay? Ini kuncinya— anggap rumah sendiri. Kau juga... Bright 'kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Novellus ×brightwin [discontinued]
FanfictionHidupnya monoton. Kuliah untuk melanjutkan pendidikan dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan. Pada dasarnya, Win hanya melakukan sesuatu untuk bertahan hidup. Dalam gemuruh petir dan hujan lebat. Suara ketukan samar menggerakkannya menarik kenop pintu...