// 01

42 7 2
                                    

diantara ratusan atma, mata ini jatuh di hawa yang sedang gelisah disana.

teringat nasihat bunda, menolong selagi bisa tidak ada salahnya.

disini aku, berniat menerobos gerombolan siswa-siswi yang semangat karena mencari ilmu di hari ini telah usai.

selagi aku memiliki waktu, lagi pula aku belum memiliki banyak teman. iya, istilah murid baru telah jatuh padaku hari ini.

bandung, telah kutinggali sejak seminggu lalu dan berakhirlah aku di tanah bogor.

oh, iya. niatnya kan ingin menolong si hawa yang berdiri di bawah pohon sana.

rupanya peka, dia otomatis tersadar akan aku yang melangkah kearahnya.

alisnya bertaut, ah benar! dia pasti belum mengenalku.

setelah mengikis jarak, berdiri disebelahnya membuatku beberapa kali memikirkan kata apa yang harus kutunjukkan.

dia terus menatapku dengan raut bertanya, wajar. apa perkenalkan diri dulu saja ya?

"maaf, kamu nampak asing. anak sma palawa, kan?"

semangat mengiyakan, aku mengangguk.

"wajar kok asing, siswa baru." sedikit terkekeh, ya agar terkesan tidak canggung.

mulut si dia nampak ber -oh dan mengangguk-nganggukkan kepala.

"tadi kok kayaknya kamu gelisah?"

menoleh kaget, responnya.

"ah, iya. anu, aku, duh gimana ya?"

pelipisnya berpeluh, padahal cuaca tak begitu panas. bibirnya nampak mengatup dan kembali tertutup, seolah bingung harus mengatakan atau tidak. gelisah dan takut, itu yang kutangkap.

"bilang aja, siapa tau bisa dibantu."

ia menatapku harap, yang lalu memasang raut pasrah.

"maaf nih kalau memalukan. tapi, uang aku hilang ーmaksudnya buat ongkos, aduh."

manik matanya kutatap, tidak sama sekali ada kebohongan.

aku tersenyum simpul seraya merogoh saku celana untuk mengeluarkan uang yang ada disana, kalau dari dompet takut terkesan sombong. ya, walaupun di dompetku juga tidak ada uang besar.

oh, sepuluh ribu.

aku memperlihatkan selembaran uang padanya, "emang kamu butuhnya berapa?"

"itu cukup, kok."

mengangguk, aku menaruh uangnya di telapak tangan dia yang tunggu ー

"loh? kamu luka."

nampak meringis, ia bicara takut-takut. "bukan apa-apa."

setelah menerima uangnya, dia tersenyum ikhlas. maaf, dia cantik dan aku mengagumi jelitanya.

"terima kasih, aku pasti ganti. oh iya, em? n-nama mu?"

wah, aku tidak menyangka ia ingin berkenalan juga.

"iya, sama-sama. azka."

nampaknya setelah kutolong, ia lebih banyak tersenyum. memikirkan apa, puan?

"oh, azka. aku candala."

namanya membuat lengkungan daerah bawah wajahku terbentuk. iya, aku tersenyum dan mengajaknya bersalaman.

dia membalas, perkenalannya berjalan lancar.

"terima kasih, sekali lagi."

"candala."

sang empu menoleh imut, lihatlah mata indahnya yang melebar, dan mulutnya yang mengatup.

"maaf ya kalau lancang. kamu keberatan engga kalau imbalannya jadi temanku?"

yah, teman saja dulu.



















☆★☆★☆★

candalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang