M

25.9K 3.8K 677
                                    

BENUA dan GUNUNG akan tayang dalam bentuk ebook. Tungguin yaaaaa

***

"Aku nggak bisa jawab sekarang bang. Harus berpikir matang dulu. Terutama tentang perasaan anak-anak Abang nanti. Rasanya aku juga belum siap untuk menjadi ibu sambung. Meski mereka tidak tinggal bersama abang. Takut malah menyakiti."

"Abang tidak meminta kamu memikirkan perasaan mereka. Ini murni tentang kita, perasaan kita."

"Tanya mereka dulu deh, siap nggak kalau aku disamping Abang. Takut jadi ribet nantinya."

"Kamu suka nggak sama abang?"

Pertanyaan Bang Sadha cukup membuatku terpaku. Meski tidak mendesak, tapi pria didepanku ini jelas tidak mau kalah.

"kenapa nanya kamu dulu? Nanti aku meyakinkan mereka, nggak tahunya kamu nggak mau."

"Pertanyaan Abang bikin bingung. Aku nyaman sama Abang. Tapi rasanya terlalu jauh kalau kita berpikir tentang sebuah hubungan baru dengan segala hal yang masih melekat pada diri kita." Jawabku akhirnya.

"Apa abang boleh mengharapkan kamu?" tanya Bang Sadha setelah kami lama terdiam.

Kutatap mata legamnya. Juga alis tebal yang menghias wajah tampan itu. Aku memang merasakan sesuatu, tapi ini masih terlalu pagi untuk memutuskan. Melihatku diam, akhirnya ia berkata.

"Jangan cari laki-laki lain dulu ya. Sebelum abang berusaha lebih keras lagi?"

Akhirnya aku bisa tersenyum lega, setelah lama senyumku hanyalah kepalsuan.

"Satu lagi, jangan beri harapan pada Raka."

Aku hanya tertawa.

"Kami rekan kerja, Bang." Aku mencoba mengingatkan.

"Tapi sedikit banyak Abang tahu dia."

Aku hanya mengangguk. Akhirnya kami menghabiskan sore itu hanya dengan mengobrol santai. Bercerita tentang masa remaja dan juga kegagalan pernikahannya. Akhirnya aku tahu, bahwa keluarga Wynna yang tak begitu menyukainya. Dan bagaimana mantan istrinya itu menurut pada keinginan orangtuanya.

Menjelang malam, kami keluar dari rumah. Bang Sadha mengajakku ke mal. Aku mengikuti keinginannya. Sekalian ingin membeli perlengkapan mandi di The Body Shop.

Saat kembali tiba di depan kostku, Bang Sadha menyerahkan oleh-olehnya. Aku mengucapkan terima kasih.

"Ya,"

"Apa Bang?"

"Boleh nggak, kalau apa yang kita bicarakan hari ini disimpan dulu. Jangan berpikiran negatif, abang cuma nggak mau keluarga abang nanti heboh. Dan akhirnya menekan kamu. Kecuali kamu mau cepat-cepat menikah."

Aku menggeleng.

"Aku nggak buru-buru kok. Lagian masih ada yang bikin aku nggak enak."

"Apa?"

"Andien."

"Kenapa dia?"

"Dia masih mengharapkan Abang."

Kali ini Bang Sadha tertawa lebar.

"Cerita tentang Andien itu sudah lama."

"Pernah dekat?"

"Dekat kayak kita sekarang sih nggak. Cuma kadang kalau dia ke Cimahi, kita sering keluar bareng. Dia sering curhat tentang kegelisahannya. Abang memposisikan diri sebagai pendengar"

"Mungkin karena itu dia nggak bisa move on dari abang. Abang terlalu baik, jadi dia anggap abang suka. Atau malah masih merasa punya kesempatan."

USIA 34 /OPEN PO/Versi EBOOK tersedia Di IBUK.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang