Mari Bermain

52 7 1
                                    

.
.
.
.
"Kak?" Sara membuka kamar Irene perlahan. Ia tak menemukan Irene kakaknya.

"Kak?" Sara mendorong pintu kamar mandi dan disana pun sama tak ada penampakan wujud Irene.

"Bagaimana?" Tanga Herdian saat Sara keluar dari kamar Irene. Dan hanya dijawab gelengan kepala.

Herdian memegang jidatnya dan memijitnya pelan tercetak jelas raut khawatir diwajahnya. Sara pun tak kalah khawatir, ia menggigit kuku jarinya.

"Kalian sedang apa?" Suara Irene mengangetkan keduanya. Tingkah mereka membuat Irene mengerutkan keningnya.

"Kenapa begitu terkejut?"

"Kakak tuh, datang-datang tanpa suara seperti kuntilanak." Celetuk Sara yang hanya dibalas tatapan datar Irene.

Irene melangkahkan kakinya hendak memasuki kamarnya. Langkahnya terhenti saat tangannya dipegang oleh Herdian.

"Kamu habis dari mana? Kok sebagian bajumu basah?"

Mendengar penuturan ayahnya, Sara menelisik penampilan kakaknya. Benar, sebagian baju kakaknya basah ditambah ia berjalan tanpa alas kaki.

"Habis dari kolam, main air."

"Terus sepatu kakak?"

"Ada tuh dipinggir kolam."

"Ya sudah cepet ganti baju dan istirahat. Kamu juga Sara." Herdian pergi meninggalkan kedua putrinya. Ia mengusap-usap tengkuknya dan berjalan menuju kamarnya.

"Kakak tidak melakukan hal-hal aneh kan?"

"Maksudnya?" Irene menatap Sara datar.

"Ah lupakan saja." Sara melambaikan tangannya dan berjalan menuju kamarnya.

Begitupun Irene masuk ke kamarnya dan merebahkan punggungnya dibed king sizenya.

"Aku belum puas bermain." Gumamnya seraya mengatupkan kedua matanya dan menuju alam mimpi.

*****

"Kenapa aku berpakaian seperti ini? Ini seperti bukan aku." Gadis kecil merengek mempermasalahkan pakaiannya.

"Sayang dengerin kata nurse ya. Kamu harus berpakaian seperti ini sebentar saja dan biarkan kakakmu memakai bajumu."

"Tapi aku tak suka pakai baju ini."

"Pakai saja ya."

Duarrrrrr duarrrrr suara ledakan terdengar begitu jelas. Ledakan itu berasal dari dapur.

"Akhhhhhhhhhh." Para gadis kecil berteriak kuat. Nurse mencoba membawa keluar kedua majikannya dengan susah payah.

Kepulan asap memenuhi ruangan, api ada dimana-mana. Tak ada jalan keluar. Mereka hanya bisa menangis sejadi-jadinya.

"Mamah, papahhh..." Itu teriakan terakhir sebelum semuanya menggelap.

Irene terbangun dari tidurnya dengan keringat bercucuran dan nafas terengah-engah. Ia memegang kepalanya dan menjambak rambutnya.

Selalu mimpi yang sama dan akhir yang sama. Ia mengambil air minum dinakasnya dan menandaskan tanpa sisa.

*****

Malam masih panjang. Kota masih diselimuti hawa dingin dan gelap. Mungkin sekarang pukul 3 dini hari.

Sudah hampir satu jam Irene berada diluar berjalan-jalan menggunakan dress tidurnya. Langkahnya terhenti dijembatan sungai Kun.

HELLO PSYCHOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang