4

1.1K 100 3
                                    

[Note : sekali lagi diperjelas ini hanya imajinasi ku, tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata dan keadaan real, dan tidak ada unsur ilmiah yang terkandung didalam cerita ini, semua pure imajinasi ku yang melalang buana]
.
.
.
.
.

 
"Hoek...hoeekkk..."

"Mew, kenapa tidak cek ke dokter saja, aku lihat setiap pagi kamu mengalami muntah seperti ini." Singto berucap, sembari memijit pelan tengkuk sang sahabat.

"Ahh... Aku sudah periksa ke dokter dan semua nya normal tidak ada yang salah."

"Lalu, kenapa kamu muntah setiap pagi ? Seperti orang hamil saja."

"Sial, pemikiran dari mana itu."

Mew mendorong singto pelan, dan segera berlalu dari hadapan pria yang lebih pendek beberapa centimeter dari nya itu.

"Bisa saja kan ? Atau jangan jangan salah satu mantan mu hamil?"

Mew menatap tajam singto.

"Keparat sialan, berhenti ber-omong kosong, aku bahkan tidak tidur dengan puifah selama kami berkencan."

"yaaa apa salah berasumsi." Ucap singto tak acuh.

"Dari pada mulut mu hanya mengeluarkan pendapat yang tak penting, lebih baik sekarang kau telfon dosen pembimbing dan tanyakan kapan bisa kita mengajukan ulang skripsi sialan itu."

Mew memijit batang hidung nya berusaha menghilang kan rasa pening yang menyerang nya. Mew sendiri bingung bagaimana kondisi nya. Dokter bilang dia sehat tubuh nya fit, tapi ntah kenapa setiap pagi menjelang siang selalu merasa tubuh nya tidak sehat.

"Mew, pak Jusen bilang lusa kita bisa mengajukan skripsi kembali."

Mew mengangguk pelan mendengar ucapan sang sahabat.

"Yasudah Mew, kalo begitu aku akan pulang, kau istirahat lah biar lusa tidak sakit lagi, dan bisa mengajukan skripsi mu, jika ada apa apa telfon saja oke."

Mew mengangguk dan membiarkan singto pulang, sementara dirinya masuk kedalam kamar dan kembali bergelung dibawah selimut untuk mengistirahatkan tubuh nya.

.
.
.
.
.

Arin mengusap air mata diwajah nya. Pandangan nya mengabur akibat air mata yang tak berhenti turun, tubuh nya melemah, kepala nya berdenyut kencang. Sesekali tangan nya memukul pelan meja yang menjadi penyanggah tubuh lemah nya.

"Hiks....hiks....maamaa..maaf..."

Tangisan dan permintaan maaf Gulf semakin membuat Arin merasa hancur. Dengan spontan wanita cantik berumur 34 tahun itu membawa tangan nya untuk menampar pipi chubby sang putra.

Gulf terjatuh akibat tamparan keras yang dilayang kan sang ibu, tangis nya semakin kuat. Seumur hidup nya ia tak pernah mendapat perlakuan kasar, terutama dari ibu nya tercinta. Jantung remaja itu berdetak kuat. Menahan rasa sakit yang tak kasat mata Gulf meremas dada bagian kiri nya yang terasa nyeri.

"Berdiri!"

"Berdiri!"

"Gulf kanawut, berdiri! Mama bilang berdiri!"

Gulf berdiri dengan kaki yang bergetar, suara keras sang ibu semakin membuat nya takut.

"Siapa ? Jawab mama! Kapan ?!....hiks Gulf! Cepat jawab!....hiks"

Arin bergetar, emosi nya meluap keluar menjadi tangis pilu.

"Gulf. Sumpah demi apapun, mama tidak pernah menelantarkan kamu! Selama ini mama mendidik mu, mama menjaga mu! Mama menyayangi mu sepenuh hati, selalu ada untuk mu setiap saat...hiks, apa yang kurang Gulf! Kenapa seperti ini hiks...."

One NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang