Sudah genap empat hari Luna menghabiskan waktu di dalam villa, dengan kondisi tubuhnya yang semakin parah.
Dengan tertatih-tatih Luna melangkahkan kaki, bertopang pada benda mati di sekitarnya. Agar tetap seimbang dan tidak terjatuh ke lantai.
Di duduki Luna sebuah bangku yang terletak di balkon kamarnya, sembari menikmati secangkir teh hangat yang ia buat dengan susah payah.
Rasa takut terbesit di benak Luna, kepikiran akan seperti apa nanti, ketika ia tak lagi bisa menikmati indahnya alam semesta yang akan meninggalkannya pergi.
Cangkir yang semula di genggam oleh Luna, kini sudah terjatuh menyentuh lantai. Pecah berhamburan ke mana-mana, Luna menepuk-nepuk kepalanya, berharap rasa sakit itu sedikit berkurang.
Luna kembali memasuki kamar, berjalan perlahan menuju tempat tidur. Sungguh ia tak bisa melakukan apapun jika rasa sakit di kepalanya semakin menjadi seperti saat ini.
Merebahkan tubuhnya di atas kasur, sembari memperhatikan langit-langit kamarnya. Mencoba melupakan rasa sakit yang tak kunjung membiarkan Luna tenang barang sejenak.
Selang beberapa waktu berlalu, sakit itu sedikit berkurang. Meski tak sepenuhnya hilang setidaknya Luna bisa melakukan apa yang semula ingin ia kerjakan.
Di bersihkan Luna pecahan di balkon, menuju dapur untuk mengisi perutnya. Lalu duduk termenung di ruang tengah, yah selama berada di villa banyak waktu yang di habiskan Luna hanyalah untuk termenung saja.
Luna menyudahi lamunannya, berjalan ia menuju sebuah ruangan yang bisa dikatakan perpustakaan karena terdapat banyak sekali rak yang berisi buku-buku di dalamnya.
Tapi Luna datang tidak untuk membaca, melainkan melukis. Ia sudah membawa kanvas serta cat, dengan kamera yang senagaja di letakkan di sudut ruangan, Luna mulai melukis.
Setelah cukup lama bergelut dengan kuas cat, akhirnya lukisan tersebut selesai. Merasa lelah, Luna kembali memasuki kamar mengistirahatkan dirinya.
Di letakkan Luna kamera yang masih terus hidup itu di atas rak, ia benar-benar Lupa untuk mematikan benda tersebut. Karena lagi-lagi rasa sakit mencuri semua fokusnya.
Sebelum merebahkan diri, Luna menyempatkan untuk melihat pantulan dirinya lewat cermin. Wajahnya, terlihat pucat. Menyedihkan.
Lagi-lagi Luna kembali memperhatikan langit-langit kamarnya, menunggu rasa kantuknya menyapa dan Luna pun tertidur.
Tanpa disadari oleh Luna, ada seseorang yang tak di minta datang ikut hadir mengisi villanya.
Luna memang selalu mengaku kesepian, namun bukan berarti dia benar-benar sendirian kan?
* ° * ° * ° *
Saat ini Marvel sedang berada di sebuah pantai, ia sedang mempersiapkan sesuatu untuk pacar tercintanya. Merayakan hubungan mereka yang berjalan begitu baik.Rencananya Marvel akan mengajak Neira menikmati indahnya suasana pantai saat malam hari, kemudian makan malam dan sisanya mungkin akan dihabiskan dengan minum.
Soal Luna, Marvel sedang mengesampingkan nya. Karena Marvel merasa pasti akan mudah untuk menemui Luna, toh yang mencari Luna bukan hanya ia. Ada Alvian, dan mungkin juga Bryan.
![](https://img.wattpad.com/cover/193328652-288-k237524.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Luka Lara Luna || END
TeenfikceSemuanya terjadi begitu saja. Entah apa yang terjadi sebelumnya, hingga kini aku berakhir seperti ini. Tatapan yang ia lemparkan, perilaku yang ia tunjukkan, dan kata-kata yang ia lontarkan semuanya terjadi atas dasar kebencian terhadapku. Segala ca...