We're Together Anywhere

3.2K 345 70
                                    

"Sudahlah Pho, mungkin pasanganmu telah menemukan pria lain yang lebih muda dan kaya, dia itu pemimpin besar sekarang, mendapatkan sesuatu yang levelnya jauh diatasmu adalah hal yang sangat mudah untuknya, aduh..."

First mencebikan bibir sembari mengusap kepalanya yang baru saja dipukul dengan gulungan majalah oleh sang ayah.

"Jangan asal bicara tentang papamu seperti itu"

"Cih... Aku tidak pernah setuju memanggil pria gila itu dengan sebutan papa" First bergidik ngeri membayangkan harus menyebut kata papa untuk Krist. Melihat tingkah pria itu saja membuat First merasakan sakit kepala, ditambah harus memanggil papa, fix dia akan segera masuk rumah sakit karena serangan jantung mendadak.

"Kalau begitu panggil saja mama"

"Please Pho, cukup pasanganmu saja yang gila, kau jangan sampai tertular"

"Sayangnya aku akan menjadi gila jika dia terus-menerus tak bisa dihubungi seperti sekarang"

Berlebihan, Batin First. Mereka baru saja berpisah selama dua bulan, bukan dua dekade tetapi sikap sang ayah benar-benar membuatnya jengah. Seperti gadis remaja yang baru saja merasakan puber dan ditinggal sang kekasih untuk menjalani long distance relationship. First dan kekasihnya juga terpisah jarak dan waktu tetapi tak pernah seputus asa ayahnya.

"Kau bisa menghuhungi asistennya jika kau lupa"

"Sudah, tetapi ponselnya juga mati"

"Bukankah Krist sedang meninjau pembukaan lahan untuk resort barunya?"

"Benar"

"Ku dengar sebagian lahan itu masih berbentuk hutan lebat, jangan-jangan suamimu itu hilang ditelan gorila, seingatku gorila paling benci dengan manusia yang banyak tingkah seperti Krist"

"First Yamada"

"Hahahaha.. Hahaha..." First tak bisa lagi menahan tawanya saat sang ayah justru memberi pukulan kecil bertubi-tubi dengan wajah garang. Belakangan ia memang senang mengerjai Singto dengan berbagai macam obrolan tentang Krist. Sekali-sekali si budak cinta itu memang harus diberi asupan humor agar tak terlalu serius menyikapi kepergian Krist untuk bekerja.

"Sudah... Sudah... Daripada Pho semakin kisruh, bagaimana kalau Pho pergi ke dapur dan menyiapkan makanan untukku?"

"Hei.. Disini aku yang berperan sebagai orang tua, kenapa harus aku yang melayanimu?"

"Baiklah pak tua, kau ingin makan apa? Akan aku siapkan"

"Ramen"

Krist benar-benar sudah meracuni ayahnya dengan banyak hal, bagaiman bisa sang ayah menjadi penggila ramen padahal pria tua itu paling benci makanan berpengawet. Rasanya ingin sekali mencekik Krist jika dirinya tak ingat kebahagiaan sang ayah adalah saat ada Krist di dunia ini.

"Tunggu apa lagi son, aku sudah lapar"

Khayalan First seketika selesai "Iya.. Iya.. Tak sabaran sekali" First memilih segera menuju dapur untuk menyiapkan makan malam mereka. Sejak ia datang ke rumah sang ayah, dirinya hanya disuguhi segala macam gerutuan yang dikeluarkan pria tua itu karena suaminya tak kunjung bisa dihubungi. Pikiran Singto Yamada mendadak melankolis, padahal ia sudah sering memberitahu jika mungkin Krist tak mendapat signal karena tempat yang dikunjungi cukup jauh dari pusat kota.

Ponsel First bergetar, sebuah nomer tak dikenal terpampang dilayar ponselnya. First ragu mengangkat tetapi mungkin saja itu dari sang ibu karena kebiasaan jelek wanita itu sering sekali menghilangkan ponsel dan mengganti nomernya secara tiba-tiba.

"Hallo"

"Kau dimana?"

Kening First berkerut dalam "Siapa ini?"

You Are YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang