Violét
Disuatu malam di pertengahan musim gugur, kedua orangtuaku bertengkar. Aku sendiri tak tahu apa yang menjadi masalah mereka. Yang jelas, pertengkaran ini dimulai sejak aku berumur 4 tahun. Sejujurnya aku sudah terbiasa dengan hal ini sejak umurku menginjak 6 tahun. Pertengkaran mereka, bau alkohol yang menyengat, serta bunyi kaca yang pecah sudah menjadi makananku selama 3 tahun ini. Tak ada gunanya menasihati mereka, mengajak mereka berdamaipun tak akan bisa kulakukan. Yang ada, aku akan menjadi sasaran dari sebuah botol alkohol yang kosong.
Pernah suatu hari aku mencoba menenangkan mereka, namun ayahku yang mabuk malah mengayunkan botol alkoholnya tepat di kepalaku secara tidak sengaja. Mereka langsung melarikanku ke rumah sakit. Untuk sementara waktu, perang diantara mereka mereda. Namun setelah aku keluar dari rumah sakit, merak berselisih kembali. Saling menuduh siapa yang salah dalam kecelakaan ini. Aku yang tak bisa melakukan apa-apa hanya bisa berdiam diri di dalam kamar.
Lantaran muak akan semua ini, aku melarikan diri dari rumah pagi itu. Menghindar dari mereka bukan hal yang bagus, aku tahu itu. Namun kakiku terus berjalan menyusuri sebuah jalan setapak yang pinggirannya ditumbuhi rerumputan dan bunga yang indah, beberapa dedaunan berwarna merah tergeletak disekitarnya. Sangat indah. "Andaikan hidupku seindah mereka" batinku. Air mata mulai mengalir dari mataku.
..........
Aku terus berjalan dalam tangis, sampai kakiku terhenti ketika melihat sebuah pohon yang cukup besar. Pohon Maple.... kakiku tergerak untuk melihatnya lebih dekat. Daun pohon itu berwarna merah, berguguran tertiup angin. Biasanya pohon ini berada di jepang, atau lebih tepatnya khas jepang. Aku sendiri bingung kenapa bisa berada disini. pohon ini berbeda dari pohon yang lainnya.
'I Love My Family..!! We Are a Happy Family' samar-samar terlihat tulisan tersebut pada batang pohon besar ini. Sepertinya sudah ada orang yang menjadikan pohon ini 'markas'nya. Orang yang memiliki keluarga bahagia. "Keluarga bahagia ya? Mungkin itu takakan pernah menjadi milikku" air mataku semakin banyak mengalir. Menangis tak akan mengubah apa-apa, aku sudah tahu itu. Tapi sudah tak ada yang bisa kulakukan selain menangis.
Aku menangis dibawah pohon itu, berharap keajaiban akan datang. Untuk beberapa saat aku terus menangis untuk menenangkan diri. Menatap langit musim gugur yang biru, lalu memejamkan mata, menghirup udara segar. Sudah lama aku tak merasakan kedamaian seperti ini. Udara segar musim gugur, rerumputan yang tertutup daun berwarna merah serta oranye, suhu udara saat ini sudah mulai mendingin. Menandakan musim dingin segera datang. Sungguh kedamaian inilah yang selalu kuinginkan.
"Hei kau..." sebuah suara membangunkan lamunanku. Aku segera menengok se arah sumber suara tersebut. Seorang pria sedang berdiri disebelah kiriku. Dilihat dari penampilannya, sepertinya ia tidak berasal dari daerah sini. Ia menggunakan trench coat panjang berwarna hitam di dalamnya ia menggunakan kemeja putih dan celana berwarna hitam. Rambutnya pirang tak tertata rapih. Dilihat dari tinggi badan dan wajahnya, nampaknya usianya sekitar 17 atau 18 tahun.
"......" aku terdiam menatapnya. Masih ada beberapa bulir air mata mengalir di pipiku, aku segera menyekanya dengan punggung tangan.
"Apa yang kau lakukan disini? Dan kenapa kau menangis?" tanya pria itu padaku. Wajahnya memancarkan keprihatinan.
"Ibu dan ayah..." aku ter'isak mengatakannya. Air mata mulai mengalir kembali.
"Ada apa dengan mereka?"
"Mereka selalu saja bertengkar.... semalam pun begitu. Aku takut keluarga kami terpecah belah..." lagi-lagi air mata membasahi pipiku. Berapa kalipun ku'usap, mereka akan mengalir terus-menerus bagaikan air terjun.
Pria muda tersebut terdiam sejenak memerhatikanku, lalu ia membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah sketch book berserta pensil dan penghapus.
"Aku yakin, kau ingin menyampaikan sesuatu pada orangtuamu kan?...." ia memberikan jeda pada kalimatnya, lalu melanjutkan "... bila kau tak bisa menyampaikan sesuatu dengan kata-kata, maka ungkapkanlah dengan sebuah 'gambaran' yang merupakan isi hatimu." Ia tersenyum, senyum yang sangat hangat, senyum kecil yang cukup untuk menenangkan diriku.
Aku mengusap pipiku yang basah dengan air mata. Menerima sketch book tersebut, dan mulai mencoba menggambar sesuatu didalamnya. Pria tersebut duduk disampingku. Ia nampak menikmati hembusan angin yang sejuk. Sementara aku sendiri sibuk menggambar sesuatu. Walau kemampuan menggambarku buruk, aku tetap berusaha menggambar sebisaku.
"Hei, apa kau tahu?..." pria itu memulai pembicaraan.
"Eh? Tahu apa?..." jeda pada kalimatnya membuatku bingung, dan hanya bisa bertanya apa maksudnya.
"... Menangis tidak akan merubah apapun..."
"Aku tahu itu..."aku sudah tahu itu... namun saat ini mungkin hanya itu yang bisa kulakukan. Walaupun saat ini aku tak benar-benar menangis, tapi hatiku tetap menangis.
"...Dan untuk merubah sesuatu harus diawali dengan sebuah keyakinan. Selama kau yakin, apapun bisa terjadi." Ia menoleh ke arahku sambil tersenyum. Senyuman yang sama seperti sebelumnya.
Aku sendiri tak tahu siapa pria ini. Dari mana asalnya. Mengapa ia disini? Dan mengapa ia mencoba membantuku.
"Namaku William. Kau boleh memanggilku 'Will' Siapa namamu?" Ia tersenyum padaku, namun ada hal yang tak bisa dijelaskan dari senyumnya. Senyum yang ia berikan terlihat sedih...
"Violét, Charlotté dé Violét." Pria itu kembali tersenyum padaku. "William? Boleh kupanggil 'kak Will'?"
"Silahkan saja, jika itu keinginanmu..."
"Kak Will tidak mempunyai nama panjang? Nama keluarga misalnya?"
"Tidak ada..."
"William ya.... ayah memiliki nama yang sama denganmu. William dé Blois. Dan ibuku Émillia dé Charlotté. Nama depanku merupakan nama keluarga kami. Sedangkan nama asliku Violét. Walaupun kami keluarga tapi tak ada keharmonisan diantara kami....." Begitulah penjelasanku kepada will, ia sepertinya menyimak perkataanku dengan baik. Wajahnya tersenyum ringan, sembari menatap langit, menatapnya saja sudah membuatku merasa nyaman di sampingnya.
"Heeeh... enak ya punya keluarga?" gumamnya.
"Eh? Tadi kakak bilang apa? Maaf, aku tak mendengarnya."
"Tidak... Bukan apa-apa...." Ia kembali tersenyum kepadaku—senyum yang memancarkan kesedihan serta kepedulian.
Begitulah pertemuan kami... Sebuah pertemuan yang membawaku pada perubahan besar. Di suatu hari pada pertengahan musim gugur. Dibawah sebuah pohon Maple yang sedang berguguran, langit musim gugur yang biru, terasa hembusan angin yang sejuk, daun-daun berwarna merah dan oranye bertebaran dimana-mana, menutupi sebagian permukaan rumput dan membiarkan warna merah menutupinya. Suasana saat itu memberikanku rasa kedamaian yang selama ini tak pernah kurasakan. Dan senyumannya memancarkan kehangatan tersendiri bagi hatiku. Memberikanku secerah harapan...
Aku harap... aku dapat merasakan kedamaian ini selamanya....
..........
Ok... nih cerita emang gajelas... = ='' dan ku akui bahasanya mungkin rada puitis, aneh-aneh gimana gitu.....— AUAH...!!(╯°Д°)╯ :'v sekali lagi terimakasih sudah membaca... dan mohon maaf jika cerita ini mengecewakan... jika ada kritik serta saran, saya terima...
Oh iya, bagi yang penasaran cerita ASLInya, bisa kalian liat di :
http://yuumei.deviantart.com/art/1000-W0RDS-126831037silahkan tunggu update selanjutnya~~ =_='')/
YOU ARE READING
1000 Word's
Short Story[EDITED/REMAKE] from a short story by Yuumei. . Seseorang pernah berkata padaku, bahwa sebuah keyakinan akan membawamu pada sebuah perubahan. Kalimat itulah yang kemudian merubah hidupku. Kalimat yang sederhana, namun bermakna... . "Tidak ada yang m...