Sudah 6 tahun sejak kematian Mary, aku mendapat perubahan besar, begitu pula dengan kak Ellie. Umurnya sudah meginjak 25 tahun, dan ia mendapatkan undangan pekerjaan dari sebuah perusahaan terkenal di Jerman. Bulan depan ia akan pamit dari panti.
Sedangkan aku sendiri sudah bisa dibilang 'mahir' dalam melukis. Mungkin, hanya mungkin. Tiga bulan setelah kak Ellie pergi, umurku akan menginjak 17 tahun. Lebih tepatnya pada tanggal 1 bulan Juni. Saat hari itu tiba, aku akan keluar dari panti, mencoba hidup mandiri dan mencari pekerjaan.
Tentu saja berkerja di bidang seni lukis merupakan cita-citaku sejak dulu. Maka dari itu, aku memutuskan untuk mengembangkan bakat lukisku sampai saat 'itu' tiba. Dulu saat aku masih kecil, kebanyakan dari temanku bercita-cita menjadi guru atau dokter. Hanya aku satu-satunya anak yang berkata 'aku akan menjadi pelukis terhebat!!' dengan penuh semangat saat membacakan lembaran rencana masa depan saat kujungan orang tua. Sebenarnya bukan itu yang menggangguku, yang sebenarnya ku khawatirkan adalah...ibuku tak datang.
Dari TK hingga SD kelas dua, ibuku tak pernah datang pada hari kujungan orangtua yang di selenggarakan pihak sekolah pada hari anak. Ia bilang, ia sedang sibuk, jadi aku merelakannya. Tapi saat aku pulang kerumah, aku melihatnya sedang bersantai di teras rumah, membaca sebuah majalah dan ditemani dengan Earl Grey Tea¹ dan sepiring kecil pancake dengan siraman Rote Grütze² serta ice cream diatasnya. Aku yang terheran segera menghampirinya.
"Mama lagi apa? Engga ke kantor papa?" Aku terheran dengan tingkah lakunya. Ia begitu santai. Padahal kemarin ia bilang akan ada rapat tentang omset penjualan dan pelelangan karyanya yang ia lelang lewat perusahaan ayah kami.
"Bukankah kau bisa melihat majalah ditanganku ini?" aku mengangguk untuk memberi jawaban 'ya' padanya. "Itu artinya aku sedang membaca majalah kan?? lagipula, rapat ditunda besok." Nada bicaranya ketus, seolah aku ini pelayannya yang telah berbuat kesalahan.
"Lalu kenapa mama tidak datang ke acara kunjungan orang tua?"
"Hah? acara apa itu? sejak kapan sekolah membuat acara membosankan seperti itu? itu lebih membosankan daripada rapat... kau harus ingat itu." lagi-lagi, nada bicara yang sama ia lontarkan padaku. Aku hanya bisa terdiam di depannya yang sedang menyeruput habis Earl Greynya.
"Lebih baik kau segera mengganti bajumu yang kotor itu. Ajak Mary makan siang, dan bawa dia ke ruang seni. Kau ajarkan apa saja yang pernah kau pelajari padanya." Nada bicara yang sama. Matanya sama sekali tak melirik ke arahku, masih tetap sibuk membaca majalahnya. "...Cepat lakukan hal itu. Atau kemampuan adikmu yang payah itu tak akan meningkat. Ah... jangan lupa kau obati luka lebamnya itu..."
"...Baik ma..." Aku meninggalkan teras rumah. Mary terlihat sedang mengintip dari kaca pada sela-sela gorden yang terbuka kecil. Aku tersenyum padanya, ungtunglah bukan ia yang dimarahi.
Itulah aku. Diriku yang menderita saat kecil dulu. Bersama Mary, aku terus meringis dalam hati. Menahan hal tersebut dan terpaksa menutup mulut jika ada wartawan yang meliput kami dan bertanya dari mana asal luka Mary.
..........
Hari ini tanggal 1 maret, dalam sehari lagi kak Ellie akan pergi meninggalkan panti dan memulai hidupnya yang baru. Keesokan harinya aku memberikan salam perpisahan kepadanya.
Salam perpisahan yang kuucapkan padanya hanyalah "Semoga kakak sukses... jangan lupakan aku dan Mary... dan panti ini." kuberikan senyumanku yang paling tulus padanya. Ia membalasnya dengan pelukan hangat. tubuhnya yang sekarang lebih besar dibandingkan saat kami melarikan diri dari rumah. Namun tetap saja tingginya dikalahkan olehku. Sekarang, ia terlihat seperti seorang 'ibu' bagiku.
YOU ARE READING
1000 Word's
Cerita Pendek[EDITED/REMAKE] from a short story by Yuumei. . Seseorang pernah berkata padaku, bahwa sebuah keyakinan akan membawamu pada sebuah perubahan. Kalimat itulah yang kemudian merubah hidupku. Kalimat yang sederhana, namun bermakna... . "Tidak ada yang m...