Chapter 2 : Believe in Yourself

119 6 0
                                    

        Keesokan harinya aku mencari Will, karena gambar yang kukerjakan kemarin sudah kuselesaikan dan ingin mengembalikan sketch book miliknya. Tak lama kemudian, aku menemukannya dibawah pohon maple tempat kami bertemu kemarin. Ia sedang menggambar. Aku menghampirinya untuk melihat lebih jelas apa yang ia gambar... Pemandangan. Pemandangan yang sangat indah. Ia bahkan dapat menghidupkan apa yang ia gambar. Sangat realis --mungkin itu kata yang tepat untuk mendeskripsikan gambarnya.

        "sedang apa kau disitu Violét?" ia menyadari keberadaanku dan menyapaku, tapi tetap fokus pada lukisannya.

        "Aku ingin mengembalikan bukumu. dan... memperlihatkan lukisanku..." aku mengembalikan bukunya serta memperlihatkan lukisanku padanya dengan ragu. Hanya lukisan anak-anak sederhana, dengan warnaan yang berantakan. Mungkin itu kata-kata yang tepat untuk mendeskripsikan lukisanku.

        Hanya lukisan anak-anak. Didalamnya tergambarkan seorang anak kecil yang sedang bergandengan tangan dengan kedua orangtuanya. Mereka terlihat bahagia bersama. Itulah yang kugambar.

        Will tampak sedang memperhatikan gambarku dari sudut ke sudut, mencari makna yang terdapat pada gambarku. Namun nampaknya ia tak mengerti makna apa yang kumasukkan dalam gambar tersebut.

        "Jadi.... kau ingin menyampaikan apa dari gambar ini?" mukanya menunjukkan raut bingung.

        "Aku.... ingin keluarga. Keluarga yang harmonis. Ayah-ibu yang selalu tersenyum dan tidak bertengkar..." hanya itu yang kuinginkan. Aku tak menginginkan harta, tubuh yang cantik dan yang lainnya. Untuk saat ini, hanya itu yang kuharapkan...

        "Harapan yang bagus Violét... aku tak tahu ini akan berhasil atau tidak, tapi kau bisa memberikan gambar ini pada orangtuamu." ia tersenyum padaku sambil mengembalikan lukisanku.

        "Menurut kakak bagaimana?..."

        "Eh? bagaimana apanya?"

        "...Lukisanku."

        "Menurutku lukisanmu sederhana, namun memiliki makna yang dalam."

        "Tapi aku tak yakin untuk memberikannya pada orangtuaku. Aku ingin lebih baik seperti kak Will... Namun hanya ini yang dapat kugambar..." perlahan, sebulir-dua bulir air mata mulai mengalir membasahi pipiku.

        Kurobek gambarku dan mencengkramnya, tubuhku langsung terduduk disamping Will. Menyembunyikan wajahku dengan menundukkan kepala, lalu mengusap air mataku dengan punggung tangan. Gambarkupun ikut terkena rintikan air mata yang mengalir banyak. Seberapa kalipun kuseka dengan punggung tanganku, saat itu juga bulir demi bulir air mata lainnya mengalir. Will mengelud kepalaku, mencoba menenangkanku. Tangannya yang besar memberikan kehangatan tersendiri ketika ia mengelus rambutku, rasanya seperti ada yang ingin ia sampaikan padaku dengan cara itu.

        "Percayalah pada dirimu sendiri Violet... Yang kukatakan tadi hanyalah sebuah komentar. Semua kebenaran gambarmu ada pada dirimu sendiri..."

         Semilir angin yang berhembus seperti membuat sebuah bisikan 'jangan putus asa...' itulah yang kurasakan. Tangisanku mereda berkat keduanya. Hanya sedikit air mata yang mengalir dipipiku.

        "Seseorang pernah berkata padaku. art is about content, not skills. and a picture is worth a thousand words." Will menatap langit melalui celah dedaunan dengan pandangan berseri, sedetik kemudian ia malingkan muka padaku dan tersenyum. Senyum yang selalu ia pancarkan. Senyum yang hangat.

        "Tapi apa yang bisa kita lakukan dengan gambarku ini...?" nada bicaraku masih tersendat. Aku menunjukkan gambar yang sudah robek tersebut pada Will.

1000 Word'sWhere stories live. Discover now