Epilog 2

5.7K 493 91
                                    

Naruto mengusap bahu Hinata lembut, ia tersenyum tipis kearah istrinya itu. Hinata menarik napas dalam lalu menghembuskanya pelan.

Mereka melangkah masuk ke kediaman besar itu lagi bersama-sama, ya kediaman keluarga Hyuuga. Tempat dimana mereka pernah kehilangan sesuatu yang begitu berharga disini.

"Hinata.." Hikari berlari ke pintu depan begitu melihat putrinya. Ia sudah menunggu kedatangan putrinya sejak semalam.

Hinata balas memeluk Ibunya erat sekali sambil memejamkan mata. Ia rindu pelukan Ibunya.

"Ibu rindu sekali, sayang." Hikari menangis terisak dipelukan putrinya. Ia bahkan tidak melepaskan pelukanya.

Hinata tidak menyahut, ia menggigit bibirnya sambil menahan suara isakan. Terasa lega sekali, akhirnya ia kembali memeluk Ibunya.

"aku juga merindukan Ibu." Bisik Hinata.

"Maafkan Ibu." Hikari melerai pelukanya dan mengusap pipi putrinya.

Hinata mengangguk sambil menangis, sungguh rasanya seperti beban berat di dadanya selama ini, perlahan terangkat.

"Aku juga minta maaf Bu, untuk semuanya." Hinata juga merasa dirinya berdosa sebagai anak, dua tahun pergi tanpa pernah menghubungi.

Hikari menggeleng, Hinata sudah banyak terluka selama ini. Tidak sepatutnya dia meminta maaf.

Naruto hanya tersenyum simpul saat melihat Hinata dan Ibunya saling melepas rindu dan memaafkan. Semua terasa lebih baik sekarang.

"Nyaa..."

Suara bayi mungil dalam dekapanya, membuyarkan lamunanya. Naruto meletakan tubuh bayinya dibahu sambil mengusap punggung mungilnya.

Hikari tersentak, ia menoleh kearah pria yang berdiri dibelakang Hinata.

"I-ini cucu ku?" Hikari melangkah kearah menantunya itu seraya merentangkan tangan ingin menggendong bayi mungil itu.

Naruto mengangguk "ini cucu mu." Ia memberikan tubuh putranya pada Ibu Hinata.

Hikari menatap tak percaya, kini ia sudah benar-benar menjadi nenek. Ia memandang takjub pada bayi dalam dekapanya. Ia mengusap helaian surai pirang bayi itu. "mirip sekali denganmu Naruto."

Naruto mengangguk seraya merangkul Hinata "semua orang mengatakan itu."

"Tapi wajah bulatnya mirip Hinata sewaktu bayi." Memandang bayi mungil itu seperti memandang putrinya semasa bayi. Wajahnya yang bulat, kepalan tangan mungil itu juga seolah membawanya bernostalgia ke saat ia menimang Hinata sewaktu bayi.

Hinata tersenyum haru saat melihat Ibunya menimang Boruto. Air matanya bahkan mentetes perlahan ke dagu.

"Tou-sama ada dimana Bu?" Hinata menyadarkan sang Ibu yang asyik memandang wajah cucunya.

Hikari sedikit tersentak "Ayahmu ada dikamarnya, Hinata temuilah Ayahmu dulu."

Hinata mengangguk, ia menggenggam tangan Naruto dan mengajaknya melangkah ke kamar sang Ayah. Sedangkan sang Ibu masih terpaku dengan cucunya diruang tamu.

Naruto membalas genggaman tangan itu, dan menenangkan Hinata. Ia tahu Hinata trauma pada Ayahnya sejak kejadian keguguran yang lalu.

Mereka berdiri didepan sebuah pintu jati tinggi. "Tidak apa-apa." bisik Naruto.

Ia melepas Hinata untuk masuk sendiri menemui Ayahnya.

.
.

KRIET

AmbitionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang