•••
Puk
"Ini maksudnya apa?!" tanya sang Ayah dengan penuh intimidasi. "Kamu mau langgar lagi?! Ayah sudah pernah bilang, jangan pernah masuk ke dalam ekskul kesenian. Tapi kamu tetap ngeyel!!"
Bayu Pangestu—sang Ayah menampakkan kekesalan dan amarahnya. Mendapatkan sebuah surat dari sang anak yang ternyata isinya adalah persetujuan untuk orang tuanya agar bisa mengikuti teater. Awalnya Jenna tidak ingin memberikan surat itu, karena sudah tahu pastinya akan di tolak mentah-mentah oleh kedua orang tuanya terutama sang Ayah. Namun karena surat tersebut harus ada persetujuan dari kedua pihak orang tua, maka Jenna pun berniat memberi tahu soal surat tersebut.
Ketika mendengar nada suara dari Ayahnya yang cukup tidak suka. Mata yang awalnya berbinar kini meredup, terhempas kenyataan yang memang menyakitkan.
Apa salahnya jika mengikuti ekskul tersebut? Ayahnya selalu saja menentang apa yang akan Jenna lakukan. Padahal keinginan anak yang termasuk ke dalam hal positif sah-sah saja untuk disetujui. Jika itu tidak merugikan diri sendiri. Untuk teater? Jenna hanya ingin mengembangkan dirinya ke dalam bidang tersebut, Jenna nampak senang jika harus diberi peran dalam sebuah drama. Teater itu menyenangkan sekaligus bisa menambah wawasan ketika menerima peran yang ditentukan.
Bayu merampas kembali surat tersebut. Kemudian, menyobek surat itu dengan tergesa. Menatap kembali mata anaknya dengan tajam, "sudah tahu jika seperti ini, bukan?"
"Iya. Tapi kenapa harus disobek juga, Ayah?" tanyanya sedikit terbata.
"Ayah tidak suka melihat surat itu! Sana pergi, jangan harap kamu bisa mengikuti teater itu!"
Selepas kepergian Jenna. Jenni yang awalnya ingin ke dapur jadi urung ketika melihat sang Kakak yang dimarahi oleh Ayahnya. Ia merasa iba, namun disisi lain ia juga senang melihat sang Kakak yang selalu disalahkan.
Apalagi kala melihat keinginan sang Kakak yang selalu ditolak mentah-mentah oleh kedua orang tuanya.
•••
Malamnya, Jenna menata semua peralatan belajarnya. Merapikan meja belajar, lalu selepas itu Jenna turun ke bawah untuk makan malam.
Ia keluar dan berpapasan dengan adiknya. Ia tersenyum, namun senyumnya tak terbalas oleh sang adik. Sudah biasa. Bahkan Jenna sampai muak melihat adiknya yang seperti itu. Bukannya saling mendukung, tapi Jenni malah sebaliknya.
Kedua anak kembar itu duduk di tempatnya masing-masing. Seperti Jenna yang berhadapan dengan sang Mama dan Jenni yang berhadapan dengan sang Ayah.
Jihan Antirta—sang Mama mengambilkan lauk pauk dan menaruhnya di piring suaminya serta anaknya yaitu Jenni. Untuk Jenna, ia sudah tahu hal-hal yang akan Mamanya lakukan ketika hendak makan malam maupun sarapan pagi.
Jenni selalu diratukan oleh kedua orang tuanya. Sedangkan ia selalu dibabukan dalam segala hal.
Makan malam kali ini begitu tidak berselera. Melihat keantusiasan Jenni kala diambilkan lauk oleh Mamanya. Dan tawa sang Ayah kala melihat satu butir nasi yang berada di bawah bibir Jenni.
KAMU SEDANG MEMBACA
ENTERTAINER: JENNA ANTIRTA [HIATUS]
FanfictionDON'T PLAGIARISME!!! ••• "Kepergian mu membawa rindu mendalam bagi semua orang," -Jenna Antirta. Enam tahun sudah dilalui, namun rasanya seperti ada yang kurang. Perasaan itu, kebersamaan, kebahagiaan yang kini direnggut oleh kepergian. Nyatanya, k...