I LOVE YOU

360 82 14
                                    

"Aduh, duh! Rin gue minta maaf - aw!"

Aksi kejar-kejaran terus terjadi semenjak sepuluh menit lalu, tepatnya saat Airin baru tiba di hotel bersama Adrian.

Sedangkan Adrian menikmati pertunjukan menyenangkan itu dengan tertawa aksi Airin mengejar Dinda tanpa henti.

"Adrian ini juga salah lo tolongin gue! Jangan cuma duduk santai di sofa!" Teriak Dinda merasakan panik.

"Gue kesal sama lo main rahasia selama ini! Sini nggak?! Gue mau pukul lo!" Balas Airin dengan teriak juga.

Ketika Airin melewati sofa tempat Adrian duduk, pria itu segera menarik Airin jatuh duduk ke atas pangkuannya.

Dinda kelelahan baru bisa berhenti berlari dan mengambil napas secara banyak, "Thanks! Gue cabut dulu mau mandi, gila nih calon istri lo nyeremin kayak harimau!"

Airin berteriak ingin mengejar Dinda lagi tapi wanita itu sudah menghilang ke dalam kamar. Airin sungguh marah ternyata selama satu tahun belakangan ini Dinda diam-diam saling kontak dengan Adrian memberikan selalu informasi tentang kegiatan Airin. Bahkan saat tadi dia berada di menara jam Airin yakin Dinda memberikan informasi itu juga ke Adrian.

"Sudah ya Sayang, kasihan Dinda. Kamu juga sampai basah gini." Ucap Adrian lembut sambil menghapus air di kening Airin, karena mereka selain saling kejar-kejaran Dinda juga menyiram Airin menggunakan air minum.

"Aku juga akan kasih pelajaran sama kamu! Kalian berdua sama aja nyebelin!"

Adrian tertawa, "Kangen kamu, sugar."

Airin memukul kuat kedua lengan Adrian, "Kamu pikir aku nggak?!"

Adrian mengusap kedua pipi Airin, "Kangen hingga rasanya hampir gila, lalu sekarang kangen itu sudah terobati kamu kembali ke pelukanku, Sayang, cinta kamu calon istriku." Adrian mengecup gemas hidung wanitanya.

Airin kembali menangis wanita itu memeluk Adrian, "Aku lebih mencintaimu."

"Nggak sugar. Aku yang lebih mencintai kamu."

"Aku Adrian"

"Aku Sayang."

"Ih, aku titik!"

Adrian menyandarkan kepala di lengan sofa pria itu tertawa.

"Baiklah, aku akan mengalah untuk Nona cantik ini."

Airin tersenyum menyandarkan kepala di bahu kanan Adrian, sambil memandang cincin yang melingkar di jari manis tangan kanannya.

"Suka sama cincinnya?"

Airin mengangguk, "Suka banget, tapi aku lebih suka sama orangnya sih ketimbang cincinnya."

Adrian menegakkan kepala tangannya meraih tubuh Airin semakin rapat padanya.

"Itu harus, kalau kamu lebih suka cincin dari pada orangnya, aku pastikan cincin itu aku buang."

"Sama cincin aja bisa cemburu, dasar gila." Gumam Airin.

"Kamu bilang apa?"

"Huh? Nggak ada."

Tiba-tiba Adrian menggelitik pinggang Airin membuat wanita itu tertawa dan mencoba melepaskan diri.

"Geli Adrian! Lepas!"

"Kamu ngatain aku orang gila Sayang? Aku akui emang benar. Karena dua tahun ini aku begitu gila karena merindukanmu."

"Adrian geli!" Teriak Airin tertawa dan berusaha melepaskan diri hingga dia berbaring dengan Adrian di atasnya.

"Ampun nggak?"

"Iya ampun!" Napas Airin naik turun dengan cepat. Wanita itu menatap mata sangat dirindukannya. Airin meraih wajah itu mendekat tidak perlu menunggu lagi untuk kedua bibir itu saling mencecap rasa yang ada. Airin melumat bibir itu secara lembut penuh kerinduan dibalas Adrian dengan perasaan sama.

"Oh my god! Gue nggak liat! Mata gue masih suci!"

Suara Dinda berjalan keluar kamar menghentikan aktivitas keduanya.

Airin mendorong Adrian untuk bangun dari sofa.

"Tau gitu tadi gue benaran mandi jadi ganggu kalian yang lagi kasmaran, silahkan Pak-Bu lanjut lagi adegan hot-nya!"

Airin melempar bantal sofa ke arah Dinda membuat wanita itu tertawa.

"Saat tidur malam gue pastikan lo tinggal nama Dinda!"

"Gue nggak takut!"

. . . . .

"What?!"

Airin mengangguk sambil mengunyah sarapan paginya di hotel bersama Dinda.

"Seriusan lo? Coba lo pikir-pikir lagi kita baru di sini sekitar dua hari dan lo mutusin buat cepat balik ke Indonesia lusa?! Rin, bukannya liburan kita masih dua minggu lagi di sini? Lo kok berubah pikiran gitu?!" Protes Dinda tidak terima.

"Gue kepikiran Kak Hardi, kasian dia tanganin kerjaan gue."

"Ada Bokap gue sama sekretaris lo yang tanganin. Kok lo jadi ribet gini sih? Gue belum puas jalan lagian, lo 'kan baru ketemu sama Adrian puas-puas jalan lah di sini. Kapan lagi coba bisa liburan disela padatnya kerjaan?"

"Justru itu buat gue nggak enak Dinda, Kita paksain liburan saat Public Store tengah sibuk-sibuknya."

Dinda memakan makanannya dengan cepat tanda kesal sama sahabatnya itu.

"Masih ada waktu buat kita jalan-jalan hari ini sama besok."

"Tau, ah. Kesal gue sama lo."

"Jangan marah dong Din, siap-siap yuk! Lanjut jalan."

"Elo aja sama Adrian. Gue di hotel."

"Kok gitu?"

"Gue nggak mau jadi obat nyamuk kalian. Mending gue abisin jalan-jalan sepuasnya besok aja."

"Apa bedanya?! Sama aja hari ini lo jalan atau besok."

Dinda tersenyum, "Beda dong! Kalo besok lebih terasa semangat karna terakhir nginjakkan kaki di Bern."

. . . . .

Suasana pagi di kota Bern terasa segar dan indah. Terlebih bila dinikmati dengan berjalan kaki sesekali kicauan burung juga terdengar, membawa siapa pun merasakan semangat pagi untuk mulai berbagai aktivitas. Begitu juga dengan Airin semua hal itu dia rasakan belum lagi suasana hatinya seakan mewakili suasana pagi ini.

Airin tersenyum menghentikan langkah kaki di depan sebuah gerbang bertuliskan Bern Rose Garden. Tanpa membuang banyak waktu Airin melangkah masuk ke dalam. Wanita cantik itu mulai mengedarkan pandangan mencari seseorang dia kenal. Saat sudah menemukan orang tersebut Airin berjalan secara perlahan untuk menghampiri.

"Hap!" Airin berseru senang berhasil menutup kedua mata Adrian dari belakang. Pria itu sedang duduk di kursi taman.

Mereka janjian bertemu pagi ini dengan Adrian ingin menjemput tapi wanita itu menolaknya.

"Aku baru aja mau hubungi kamu." Adrian tersenyum sambil menurunkan tangan Airin dari matanya.

"Aku kelamaan datang ya?"

"Nggak juga. Aku tadi udah was-was takut salah tempat. Lagian kamu kenapa nggak mau aku jemput, hmm?"

Airin mengambil tempat duduk di samping Adrian, "Aku nggak mau kamu kelelahan. Hotel tempat kita nginap beda arah."

"Demi calon istri, aku nggak akan lelah."

"Apaan!" Seru Airin dengan senyum malu-malu.

. . . . .

FATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang