Hal Terindah

180 40 14
                                    

Kehebohan terjadi di depan pintu masuk sebuah gedung besar. Gedung difungsikan sebagai tempat untuk mereka yang sakit atau sedang terluka. Dan dari sang pembuat kehebohan keluar dalam mobil lalu berlari memasuki pintu utama cari bantuan.

"Tolong Mbak! Mas! Itu teman saya sedang terluka parah!"

"Baik Mas, jangan panik kendalikan diri Anda, di mana keberadaan teman Mas?"

"Di depan pintu masuk! Dia masih ada di dalam mobil, ayo!"

Gue masih dengar jelas teriakan dia dibalik pintu kaca besar itu. Nggak berapa lama setelahnya gue liat dia keluar bersama dua petugas dan seorang penjaga gedung.

"Tolong ya Mbak?! Saya benar sangat khawatir sekarang!"

"Baik Mas, pasien segera kami tangani. Mas mendaftar dulu di administrasi depan IGD."

Mengangguk sebelum dia berlari tapi kembali hentikan langkah kakinya. Seakan ingat sesuatu dia berlari mendekat lalu berjongkok di hadapan gue yang udah duduk di kursi roda.

"Elo bisa gue tinggal sendiri?! Nggak perlu takut ini kita udah ada di rumah sakit!"

"Ya bisalah, lo mikirnya gue bakal nangis?"

"Ya bukan gitu! Gue ngeri sama luka lo banyak gitu! Nggak sakit apa?!"

Gue ketawa pelan dengar ocehan Razil.

Ya, sang pembuat kehebohan tak lain adalah teman akrab gue sendiri. Sahabat karib gue tuh cepat pergi dan gue kembali diam, perihnya baru terasa sekarang.

Gila tuh pencopet! Lukain gue nggak tanggung-tanggung!

Tapi ini nggak seberapa siap nggak siap sebagai abdi negara, udah jadi resiko gue hadapin hal kayak gini bahkan lebih.

Yoi bro, nama gue sekarang ada tambahannya yaitu AKP Javas Mahendra. Di saat umur gue nginjak 28 tahun ini cita-cita gue kesampaian. Belum semua karna gue masih merasa belum bisa bahagiain orang tua gue sampe detik ini. Bahkan hidup gue berasa masih ada yang kurang tapi gue nggak tau itu apaan.

Abis dekatin ranjang pasien gue di tolong mereka buat berdiri pelan, lalu berhasil duduk di atas tempat tidur.

"Mas gantengnya,"

Baru sadar Mbak?

Gue tersenyum kecil, perawat yang lagi sibuk gunting sisa pakaian gue di lengan ini lumayan cantik tapi gue nggak tertarik. Dia terus senyum-senyum sebelum kedua tangannya kembali sibuk lagi buka baju kerja gue. Bikin gue akhirnya telanjang dada buat mastiin apa ada luka lain lagi.

Gila!!!!

Kalo nggak ingat umur gue mau teriak, ini belum dijahit tapi sakitnya, bro!

"Tunggu bentar ya Mas? Saya panggilkan dokternya dulu."

Gue mengangguk nggak pedulikan gimana merahnya, tuh muka suster karna liat gue telanjang dada gini.

Orang ganteng mau dalam kondisi apa pun tetap aja ganteng!

Gue sibuk tiup luka di lengan kiri gue,

Mama sakit!!!!

Suara tirai dibuka alihkan perhatian lalu gue mendongak dan sekujur tubuh gue tiba-tiba aja mati rasa. Seakan rasa sakit tadi sempat dirasain kini digantikan dengan rasa sakit yang lain.

Jantung gue berdebar kencang di atas normal.

Apa gue salah liat? Apa gue salah kenal seseorang sekarang?

"Lukanya diobatin dulu Mas,"

Gue diam, pandangan gue bahkan nggak liatin ke arah lain, tapi tetap fokus liatin dokter muda saat ini lagi sibuk obatin lengan gue.

PURPLE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang