"Pagi ini Bapak akan mengambil nilai voli. Dan Bapak ingin kalian buat kelompok dalam satu kelompok terdiri dari dua orang, kalau mau lebih boleh tapi hanya tambah satu alias tiga orang." Ucap Rasya-guru olahraga.
Sejenak gue nyisir rambut gunakan jari tangan gue, hal sederhana kayak gitu aja udah buat para cewek perhatikan jadi kesurupan masal. Maklum gue ganteng lalu liat sekitar mereka mulai sibuk ribut sendiri dalam milih kelompok.
"Bapak kasih waktu dua menit, dimulai dari sekarang."
Gue paling malas kalo disuruh berkelompok. Kalo dikasih izin gue mau sendiri aja.
Kenapa?
Oke mari berhitung,
Satu,
Dua,
Tiga,
"SAYANG! Mona sama kamu, ya ya ya?!"
Gue bilang juga apa? Ini nih yang buat gue sangat malas.
"Nggak." Kata gue menghindar tapi dasar dianya nahan lengan gue buat nggak pergi.
"Ih! Kamu kok gitu?! Kamu nggak sayang lagi sama Mona?"
Sejak kapan gue sayang sama dia?! Ya nggaklah pake tanya lagi. Yang ada muntah gue liat Mbak kunti.
Gue coba lari saat lengan gue ditarik dari arah kanan.
"Javas sama gue! Minggir lo!"
"Enak aja! Nggak bisa gitu dong! Kesayangan Mona sama Mona titik!"
"Sama gue!"
"Sama Mona!"
"Gue!"
"STOP!!!!" Teriak gue buat semua natap ke arah kami. Bahkan lima cewek berlari mendekat mau rebutin gue juga berhenti di tempat.
"Eh! Cewek jelek! Lo ngalah dong! Dia pacar gue ngapain lo ambil, huh?!"
"Javas suami Mona! Kamu mau jadi pelakor?!"
Buat malu aja mereka berdua lagian sesama makhluk halus napa pake acara rebutan sih?
Perlu gue buat artikel judulnya, Mbak Kunti vs Mak Lampir?
"Gue nggak akan satu kelompok sama lo, apalagi lo." Kata gue sambil hempaskan tangan mereka sejak tadi pegang lengan kiri dan kanan gue.
"Gue bakal satu kelompok sama dia." Tunjuk gue dengan dagu ke arah depan, tepatnya di mana sosok Abel berada.
Gue dengar tatapan tak percaya dari mereka. Bahkan yang tadinya ribut kini natap ke arah sama di depan sana.
Gue jalan samperin Abel dengan santai. Cewek itu bahkan nggak peduli sekitar pandangan mata sibuk lurus natap ke depan.
Heran gue ada ya manusia kayak gini?
"Elo dengar Pak Rasya bilang apa barusan?" Gue nanya dengan gaya cool.
Abel natap gue sekilas dan kembali natap lurus ke depan.
Eh, gila?! Gue ganteng, bro! Tapi gue tetap aja dicuekin sama nih cewek!
Setengah kesal gue tarik tangannya bawa dia ikut baris duluan di hadapan Pak Rasya.
"Suka atau nggak, lo bakal tetap satu kelompok sama gue."
💜💜💜
"Elo nggak liat tadi? Gimana raut kesal sama marah sih Dewi dan Mona?"
Gue natap Dito malas.
"Bukan urusan gue. Lagian merekanya aja yang ngebet mau satu kelompok sama gue."
Saat ini gue, Dito dan Razil lagi ada di kafe bunga. Bukan nama orang tapi emang kafe namanya bunga.
Saking nih tempat enak buat jadi tempat nongkrong, gue mulai kepikiran ke depannya buat cita-cita buka kafe juga dengan nama limited edition,
Kafe : Javas sih ganteng,
HAHA!!!!
Kami bertiga bahkan belum ganti baju, sepulang sekolah langsung nongkrong di sini.
"Bro! Ada berita penting!" Razil datang dia barusan dari toilet.
"Apaan?" Dito nanya penasaran.
"Sih cewek aneh ternyata kerja di sini!"
"Cewek aneh yang sekelas sama kita itu?"
"Gue nggak sengaja liat pintu yang terbuka, dari arah dapur gue liat dia pake seragam kerja sini lagi sibuk cuci piring."
"Elo nggak salah liat, kan? Kok bisa dia kerja di sini? Setau gue rata-rata teman kelas kita anak orang kaya semua. Termasuk tentang dia gue bahkan tau kalo Bokapnya tuh, dia pemilik usaha mebel terkenal di Yogyakarta."
"Dia 'kan emang aneh jadi lo nggak perlu he -"
"Dia punya nama." Gue motong ucapan Razil, "Namanya Abela Jasmine. Berhenti panggil dia dengan sebutan cewek aneh."
"Demi apa? Seorang Javas bela cewek sampe segininya?" Tanya Dito natap gue dengan nggak percaya.
"Jangan bilang kalo lo mulai suka sama dia?!"
Gue ketawa, "Kalian jelas tau tipe pacar gue kayak apa, jadi mana mungkin gue suka sama dia. Gue tuh hanya nggak suka kalo kalian panggil dia cewek aneh secara dia punya nama."
Sedetik gue tertawa, sedetik itu juga gue terbayang senyuman sih Abel, buat tubuh gue panas dingin sekarang dan jantung gue berdebar kencang nggak nentu.
Gue perlu periksa jantung ke dokter. Napa efek senyuman yang gue liat dari Abel bisa buat gue jadi kayak gini?!
Lesung pipi di kedua pipinya tercetak jelas saat dia senyum. Ada sesuatu yang buat gue nggak bisa ilangin bayangan Abel. Dan gue nggak tau sesuatu itu kayak apaan wujudnya.
~♥~
KAMU SEDANG MEMBACA
PURPLE [END]
HumorThis work is protected under the copyright laws of the Republic of Indonesia ( Undang - undang Hak Cipta Republik Indonesia No. 28 Tahun 2014 ) =================================== Gue nggak pernah kayak gini mikirin seseorang sampe segitunya. Kata g...