8. Good Mom?

48.9K 5.6K 105
                                    

"Kamu harus melupakannya!"

Aku mengabaikan perintah Pak Rafa, jika dalam kondisi hati yang baik, mungkin aku akan mendebatnya karena seenaknya memintaku melupakannya. Tapi sayangnya hatiku masih belum mampu diajak kompromi. Belum bisa berpikir jernih.

"Nggak langsung pulang, Pak?" tanyaku sambil membawa Starla ke dalam gendonganku.

"Saya takut kamu bunuh diri kalau langsung pulang," katanya dengan tawa mengejek. Dia kira aku selemah itu.

"Saya belum segila itu, Pak." Pak Rafa masih saja berjalan tanpa menoleh ke arahku. Benar-benar tidak menghargai orang yang sedang berbicara.

Pak Rafa berjalan menuju sebuah meja lesehan. Mungkin dia sengaja memilih tempat ini agar tidak membuatku kerepotan memegangi Starla, atau agar Starla bisa leluasa duduk. Ah, sudahlah. Apapun itu yang penting tidak merugikanku.

Aku membaca buku menu yang ada di depanku. Ayam bakar dan lalapan sepertinya cukup, tambah teh manis panas. Kalau untuk Starla, tanganku sibuk memilih makanan yang bisa dikonsumsi anak usia satu tahun. Kasihan sekali jika dia hanya melihat kami makan.

Seorang pelayan mendatangi kami, membawa kertas kecil dan sebuah pulpen di tangan kanannya. "Selamat datang, mau pesan apa saja?" tanyanya dengan ramah. Pelayan dengan pakaian yang tertutup ini tersenyum ramah kepada... Pak Rafa.

"Kamu pesan apa, Lin? " 

"Ayam goreng sama lalapan, satu porsi sop dan minumnya teh manis panas." Aku menyebutkan pesananku dan Starla. Aku memesankan sop ayam, nanti akan kusuapi dengan nasi.

"Samakan saja, Mbak. Nggak pakai lama ya, kami sudah lapar." Pelayan itu berlalu dari hadapan kami. Menyisakan kami bertiga dengan kegiatan masing-masing.

"Lupakan pria tadi, dia nggak baik buat kamu." Aku mendongak saat mendengar ucapan Pak Rafa. Kenapa tiba-tiba bahas ini lagi sih?

"Tahu dari mana kalau dia nggak baik?" tanyaku memicing. Interaksi kami memang jauh dari interaksi majikan dan pembantu atau dosen dan mahasiswa, entahlah.

"Feeling," jawabnya santai.

"Nggak usah ngarang deh, Pak. Dia nggak seburuk itu," jawabku menanggapi ucapannya.

"Right? Lalu kenapa kamu menghindarinya? pasti kalian ada masalah, bukan?" tanya Pak Rafa mencoba mengorek informasi.

"Setiap hubungan pasti punya masalah, Pak," jawabku santai. Berusaha tenang padahal dadaku sudah bergemuruh. Seolah sedang diputarkan sekian kesalahan yang Sandi lakukan.

"I know. Tapi bukan berarti kesalahan itu berulang kali dengan intensitas pengulangan yang tinggi dan beraneka ragam." Aku mengernyit menghadapnya. Bahasan apa sih ini? Kenapa jadi intensitas pengulangan?

"Kayaknya kita keluar dari pembahasan deh, Pak."

"Seseorang itu berhak salah, tapi dia berkewajiban untuk melakukan kebenaran atau bahasa sederhanya memperbaiki. Dan satu kesalahan harusnya bikin kita sadar atas pengalaman dan nggak mengulanginya lagi. Misalnya seperti ini, Si A dan B berpasangan, mereka menjalin hubungan hampir dua tahun. Lalu si A kepergok selingkuh, setelah berdebat kemudian mereka berbaikan. Harusnya A sadar akan kesalahannya dan menepati janji buat nggak selingkuh lagi, nyatanya satu bulan kemudian B menemukan A lagi hang out sama orang lain di restoran. Menurut kamu apakah B akan kembali memaafkannya dan berbaikan?" tanyanya di sela-sela penjelasan panjang lebarnya.

"Jika B cinta, dia mestinya memafkan," jawabku mantap. Aku jadi kepikiran ingin kembali dengan Sandi. Bagaimanapun dia adalah pria yang aku ingin untuk jadi masa depanku.

MAMA MUDA(COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang