18

4.3K 181 2
                                        

Suara bantingan pintu terdengar keras, membuat Adinda langsung berbalik menatap Rafka dengan tatapan tajam. Keberadaan mereka yang terkunci di kamar mandi membuat suasana semakin tegang.

"Bukan aku yang kunci, Din," ucap Rafka, mencoba menjelaskan.

"Masa pintunya rusak? Kamu kali yang sengaja," tuduh Adinda.

"Ya ampun, Dinda, aku tidak bohong!" jawab Rafka, lembut.

Mereka terjebak di dalam kamar mandi yang sepertinya rusak,

"Coba kamu telpon Mang Tian," titah Adinda, mencari solusi.

"Hehehe, kan hp aku ada di ranjang kamu," jawab Rafka, tertawa kecil penuh kebingungan.

"Yahhh, aku ga pakai jilbab lagi," ucap Adinda sedih, menyadari bahwa penampilannya tidak seperti biasanya.

"Lagian, aku suami kamu. "

Rafka membuka jaketnya dan memakaikannya ke Adinda. "Pasti kamu kedinginan, kan? Pakai saja jaketku," ujarnya sambil tersenyum. Adinda hanya membalas dengan senyuman manis.

"Din, aku mencintaimu," ucap Rafka dalam hati, merasa bersyukur bisa berbagi momen seperti ini.

Tak lama setelahnya, mata Adinda mulai terasa berat. Melihat itu, Rafka segera mengangkatnya dan membawa Adinda ke pangkuannya. "Tidurlah," bisiknya lembut.

"Makasih," jawab Adinda sambil menghembuskan nafasnya, akhirnya terlelap dalam ketenangan.

Sudah satu jam Adinda tidur, sementara Rafka terus menatap wajah damainya—wajah yang sangat ia sukai. Tanpa sadar, tangannya mengusap bibir tipis Adinda, mengingatkan pada betapa cantiknya bibir yang selalu ingin ia cium.

"Din, izinkan aku mengecup bibirmu sebentar saja," bisik Rafka, terjebak oleh hasrat tanpa daya.

Dengan lembut, Rafka mencium bibir Adinda, menikmati momen yang telah ditunggu-tunggu. Namun, begitu ia menjauhkan bibirnya, Adinda langsung tersadar.

"Apa yang terjadi dengan bibirku?" tanyanya bingung.

"A... anu... tadi ada semut, aku usap," dusta Rafka, berusaha menutupi aksinya dari ketidaksenangan Adinda.

"Oh ya sudah, aku mau tidur lagi," jawab Adinda, kembali terlelap.

Rafka tersenyum, berharap Adinda selalu bersamanya dan tidak pernah meninggalkannya.

"Gadis bodoh." Batin Rafka tersenyum senang.

💐💐💐

Di sisi lain, seorang wanita berjilbab navy sedang menunggu teman-temannya. penuh semangat untuk bertemu Adinda dan Rafka.

"Maaf, Nis. Kita telat," ucap wanita berjilbab maroon, minta maaf.

"Ok, ayo kita ke rumah Dinda. Aku sudah sangat merindukan Kak Rafka," balas wanita bercadar navy, antusias.

"Mel, Kak Rafka sudah menjadi suami Dinda! Kamu nggak boleh kayak gini," tegur wanita bercadar coklat, berusaha mengingatkan.

"Nis, Dinda yang merebut Kak Rafka dariku," balas Melin, jelas kecewa.

"Mel, Dinda tidak merebut Kak Rafka. Kamu tahu kan, mereka dijodohkan? Mengertilah, lagipula Kak Rafka tidak mencintaimu," kata Nisa, berusaha memberikan pengertian.

"Sudahlah! Kalian jangan bertengkar," tegur Neila, berusaha meredakan ketegangan di antara mereka.

"Ayo Hil, jalankan mobilnya," titah Neila, menciptakan suasana yang lebih damai.

Sementara itu, Adinda sedang menyiapkan makanan untuk teman-temannya yang datang berkunjung.

"Kamu yang masak?" tanya Rafka yang baru saja tiba, terpesona dengan dedikasi Adinda.

Waktu Yang SalahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang