10

29 3 3
                                    

Malam itu, sepulangnya dari kegiatan menonton konser band gebetan temannya, gadis berpipi chubby itu pulang ke rumahnya. Kegelapan adalah hal pertama yang menyambut ketika dia melangkahkan kaki masuk.

Langkahnya terus masuk sampai ia tiba di ruang keluarga. Dengan tv besar yang tidak menyala, dan gelas kopi bekas yang tergeletak begitu saja. Lalu matanya agak menyipit ketika secara tiba-tiba lampu ruangan besar itu menyala tanpa aba-aba.

Memutar kepala, ia berusaha mencari siapa dalang dibalik kejutan ini. Berbagai sumpah serapah sudah siap ia semburkan. Lalu lidahnya kelu saat ia menangkap sosok seorang wanita paruh baya dengan piyama gelap berdiri di dekat saklar. Matanya menatap tajam, meneliti penampilannya dari atas ke bawah. Lalu tatapannya berhenti pada bajunya. Ia langsung menyadari itu. Baju sebatas perut yang menampilkan pusarnya, buru-buru ia merapatkan jaket kulit hitam untuk menutupi perutnya.

"Mama.." cicitnya lirih

Wanita paruh baya itu berjalan perlahan. Langkahnya lambat, namun terasa sangat mengintimidasi. Gadis bersurai sebahu itu tampak ciut.

Lalu ketika jarak mereka tak sampai satu meter, wanita itu berhenti. Dengan tangan bersedekap, tatapan menusuk itu ia berikan tepat pada iris yang lebih muda.

"Sejak kapan kamu jadi berandal begini?" Suaranya mengalun dingin ditengah sepi.

Yang ditanya tidak menjawab. Kepalanya ia tundukan.

"Mama sedang bertanya, kenapa kamu malah menundukkan kepala? Apa itu sopan santun yang kamu pelajari selama ini?"

"Maaf ma..." Hanya itu yang mampu ia keluarkan. Lidahnya terasa sangat kelu untuk berucap, padahal banyak sekali yang ingin ia sampaikan pada sosok didepannya.

"Angat kepalamu! Tatap mata mama dan jawab!" Suaranya naik satu oktaf lebih tinggi.

Akhirnya dengan keberanian yang tersisa ia mengangkat kepala. Menatap sosok yang ia panggil 'Mama' dengan takut-takut. Tangannya mengerat pada jaket kulit yang menempel di tubuhnya.

"Bagus. Sekarang jawab mama. Dari mana saja kamu dengan pakaian seperti ini?"

"Hangout..." lirihnya

"Hangout?" Sosok itu mengangkat alis sejenak. "Tempat seperti apa yang kamu datangi dengan pakaian seperti itu? Club? Arena balap liar? Apa kamu sudah menjadi berandalan sekarang?"

"Ma.. aku cuma nonton konser band temanku. Aku sama sekali nggak pergi ke club atau melakukan hal-hal yang mama pikirkan"

"Lalu kenapa harus dengan pakaian seperti itu? Apa kamu berusaha menarik perhatian banyak lelaki? Siapa yang mengajarimu?" marahnya masih belum reda

"Aku sama sekali nggak berniat begitu ma. Aku cuma iseng"

"Iseng kamu bilang? Apa kamu tidak belajar dari pengalaman keluarga ini? Apa kamu mau jadi seperti kakakmu hah?!!"

Sudah cukup. Ia tidak bisa menahannya lagi. Ia benci topik ini. Ia sangat amat benci ketika kesalahannya selalu di sangkut pautkan dengan sang kakak. Ia muak.

"Ma, berapa kali aku bilang sama mama? Aku bukan kakak dan aku nggak akan jadi kaya kakak! Aku bisa jaga diriku sendiri!" Tanpa sadar ia meninggikan suaranya membuat wanita paruh baya didepannya semakin geram.

"Jaga diri? Kamu pikir kamu bisa? Kakakmu juga dulu bilang begitu. Tapi apa? Dia bahkan tidak bisa menjaga apapun! Itu semua omong kosong!"

"Tapi aku bukan dia ma! Aku bisa-"

Plak!

Kalimatnya terpotong bahkan sebelum ia selesai membela diri. Tamparan itu mutlak mengenai pipi kirinya dengan keras. Memecah hening di tengah malam.

Rasa panas mulai menjalar setelahnya. Perlahan merambat hingga membuat setitik air bening itu meluncur bebas. Jatuh pada lantai dingin yang malam ini menjadi saksi, bagaimana remuk hatinya kala mendapati sang mama tercinta tidak segan menamparnya.

Demi Tuhan, rasanya sungguh sangat menyakitkan sampai ia tidak sanggup untuk tidak menangis.

"Ma..." panggilnya lirih sambil menatap manik sang mama dengan mata yang basah.

Yang ditatap tak bergeming. Raut keterkejutan sedikit nampak pada wajah cantiknya. Ia refleks, sungguh sangat refleks mengayunkan tangannya tadi. Tapi pendiriannya tak goyah, gadis muda di depannya ini memang harus sedikit di disiplinkan.

"Masuk. Masuk kamarmu dan jangan keluar sampai mama panggil" ucapnya final sebelum kaki jenjangnya melangkah menjauh dan menghilang di balik lorong. Menyisakan dingin yang menjalar pada udara.

Sementara gadis muda itu, tak ada yang bisa dia lakukan selain menuruti perintah sang mama. Ia memejamkan mata sejenak sebelum menghapus air matanya dengan kasar. Setelah menarik nafas dalam, ia melangkah gontai menuju tangga yang mengarah ke kamarnya di lantai dua.

"Sedih banget sih hidup gue, haha..."


.

.

.

.

.


Hayoo siapa hayo ...

Maaf karena menghilang. Aku dah mau mulai serius menuju konflik. Ready? Wkwkwk

Not PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang