chapter 5

60 9 0
                                    

Yunora telah menyepakatinya

***

Waktu yang ditunggu sudah tiba. Mereka sudah menyiapkan keperluan sekitar jam dua malam. Seisi rumah sudah terlelap sekitar jam sepuluh malam. Dengan sangat hati-hati mereka membuka pintu bilik. Berjalan menuju pintu paling depan.

Betapa terkejutnya mereka!

Ada sosok perempuan paruh baya didepannya, tentu saja itu nenek penyihir.

Yunora berusaha mencairkan suasana yang begitu tegang dengan sedikit tanya jawab.

"Kenapa nenek belum tidur jam segini? Apakah ada yang membuat nenek tidak nyaman?" Katanya dengan ekspresi melas.

"Tidak ada."

Giliran Ashiba untuk bertanya.

"Apa yang bisa kami bantu nek?"

"Haha, lanjutkan saja rencana kalian, semoga rencana kalian membawa petunjuk," ia memberikan sebuah gulungan kertas kuno ketangan Ashiba, "Mungkin ini bisa membantu perjalanan kalian." Kata nenek penyihir  langsung masuk kebiliknya meninggalkan mereka berdua tanpa menunggu jawaban dari Yunora dan Ashiba.

Mereka berdua tak mengerti apa maksud nenek itu, mungkin nenek itu mendengar pembicaraan mereka berdua tadi malam.

Entah sesuatu yang menguntungkan atau sebaliknya. Nenek penyihir itu pastinya mengetahui tanda yang dimiliki Yunora. Sepertinya dia mendukung niat Ashiba untuk memecahkan masalah ini. Syukur, jika beliau menyetujui ini. Tapi apa hubungannya beliau dengan masalah ini?

Mereka tak terlalu peduli dan langsung keluar dengan santai.

"Kompas?"

"Cek"

"Mantel?"

"Mata kakak buta ya? Mantel kakak menempel di badan kakak sendiri tahu."

"Ah iya, hehehehe, aku hanya memastikan saja," sambil menggaruk-garuk tengkuknya.

"Hh, dasar kakak." Jeda tiga detik, Yunora menyambung perkataanya, "ohiya, Boleh aku lihat gulungan kertas itu kak?" Katanya sambil menunjuk ke arah gulungan kertas yang nenek penyihir itu berikan.

Ashiba mengizinkannya, sebab Ashibapun ingin mengetahuinya. Ia menyodorkan gulungan itu ke arah Yunora dan melihatnya bersama-sama.

Ternyata hanya peta desa Homura. Kebetulan, arah menuju ke perpustakaan besar itu tidak berubah dari tahun ke tahun.

Setelah mengecek semua perlengkapan, mereka berangkat.

Eits!!

Ashiba menarik lengan Yunora yang hendak berjalan. Mengingatkannya agar menyembunyikan identitasnya dari siapapun, gunakanlah identitas palsu, begitupun Ashiba, sebagai kakak Yunora yang berarti ada sangkut-pautnya dengan Yunora, ia juga akan menggunakan identitas palsu. Yunora akan dinamai Arashi, sedangkan Ashiba akan dinamai Hachiko.

"Baiklah! Namaku adalah Arashi! Uhu, nama yang bagus, hihihi. Tak usah basa-basi lagi! Ayo Berangkat!" Ucap Yunora semangat.


"Ssstttt!!!!! Pelankan suaramu."

"Ah iya, baiklah, berangkat," katanya dengan bisik-bisik lalu berjalan mengendap-endap.

"Jalanlah sperti biasa Yunora, tak usah terlalu lebay."

"Hh, serba salah."

Mereka berangkat dengan membawa dua tas ransel kulit berukuran sedang yang ada di gudang rumah nenek.

Ya, mereka mengambil tanpa izin. Dasar anak tak tahu malu, hahahaha.

***

Matahari mulai menampakkan dirinya, menghangatkan udara pagi. Burung berkicau dengan sangat merdu. Tunggu, coba bayangkan, betapa hangatnya suasana itu.

Ashima menguletkan tubuhnya, sambil mengumpulkan nyawa.

Ia melihat sekelilingnya. Matanya seketika terbelalak sebab tidak melihat anak-anaknya. Ia bingung dan bertanya pada diri sendiri, kemana mereka pergi? Ashima mengira mereka bangun lebih awal. Ia keluar untuk melihat aktivitas yang sedang dilakukan anak-anaknya.

Ashima bertanya kepada nenek penyihir.

"Apakah nenek tahu dimana anak-anak sekarang?"

"Aku menyuruh mereka membersihkan halaman depan, kemarinkan kau sudah memotong rumput dan membersihkan halaman belakang."

"Oh, kalau begitu biarkan aku keluar untuk melihat anak-anakku," katanya sambil berjalan menuju halaman depan. Ia berkata lagi dalam hati menggaruk-garuk tengkuknya, "tak biasanya anak-anakku rajin seperti ini."

Yang benar saja, Ashima melihat anak-anaknya sedang menyapu dengan teliti.

Karena Yunora dan Ashiba mendengar suara pintu terbuka, ia menoleh, lalu menyapa kepada Ashiba, "hai ayah."

Wajah Ashima melas sekali, ia bertanya, "apakah kamu dipaksa oleh nenek penyihir itu untuk melakukan ini?"

"Ah tidak yah, kami hanya disuruh sekali saja. Beliau tidak memaksa kami," Yunora bicara sambil mesam-mesem, Ashiba juga mengikutinya, lalu berkata,"lebih baik ayah mandi dahulu saja, biarkan kami yang membereskan ini."

Ashima memilih diam dan menyemangati anaknya yang sedang rajin-rajinnya. Ia kembali ke dalam rumahnya menuju kamar kecil sambil memikirkan terus anak-anaknya. Sampai-sampai nenek penyihir yang sedang memanggilnya saja dihiraukan olehnya. Benar-benar perubahan yang drastis!

Kirara bertanya kepada neneknya, apakah neneknya memberi ramuan kepada Ashima sampai-sampai ia menghayal tentang keberadaan Yunora dan Ashiba?

Nenek itu hanya mengangguk beberapa kali, lalu menahan tawanya.

"Oh, Kenapa nenek tertawa?"

"Ah tidak, ternyata ramuan nenek berhasil juga."

Nenek itu memberikannya dengan cara dibentuk gas, ia menyemprotkannya pada saat Ashima tertidur lelap, dan membiarkan ramuannya terhirup hidung Ashima. Ramuan itu akan bekerja sesuai apa yang diharapkan Ashima. Ternyata Ashima menginginkan anaknya rajin, maka dari itu khayalan terhadap mereka menjadi rajin. Nenek itu cerdas sekali. Jika tak punya alasan, lebih baik memakai skill.

______

Bersambung_^

Arigatou:)

YUNORA STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang