17 - Perubahan Bara Aditya

196K 17.8K 785
                                    

Pagi kali ini berbeda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi kali ini berbeda. Pertama kali yang  Aqira lihat saat bangun tidur di rumah bukan lagi bantal guling, melainkan wajah Bara, suaminya. Aqira tidur di pelukan Bara, dengan lengan kekar pria itu sebagai bantal. Cukup keras, namun nyaman secara bersamaan.

Otak Aqira mereka ulang kejadian semalam. Akhirnya Bara tahu juga masa lalunya. Dan Bara adalah orang pertama yang tahu secara detail kenapa ia bisa berada di panti asuhan. Malu? Tidak! Justru Aqira merasa lega bisa berbagi beban yang selama ini ia pikul sendiri. Ia sedikit lega setelah mengatakan isi hatinya, mengenai dirinya yang bertanya di mana letak kesalahan yang ia punya sehingga ibunya tega membuang dirinya, sampai ia merindukan ibunya itu.

Aqira bertanya-tanya, dari sekian banyak orang kenapa Bara yang harus mengetahui kejadian yang ingin ia kunci untuk diri sendiri? Aqira saja masih tidak yakin apa Bara dapat dipercaya. Apalagi surat perjanjian itu membuat Aqira semakin bimbang, mereka hanya saling toleransi satu sama lain sebelum akhirnya berpisah.

Aku nggak boleh terlalu terbuka sama Bara. Bagaimanapun, kita berdua bakalan pisah suatu saat nanti. Batin Aqira.

Benteng pertahanan Aqira kembali terbangun, dan sekarang semakin tinggi. Ia tak bisa membebaskan Bara membongkar benteng pertahanannya begitu saja. Ia tidak boleh lengah, semakin ia lengah, semakin orang mudah menghancurkan dirinya. Seketika Aqira sadar, bahwa ia harus menang sampai akhir. Bara atau orang lain, tak akan mudah mengalahkan dirinya. Cukup Bara puas melihatnya menangis semalam, kedepannya ia akan menahan air mata sialan itu sampai akhir.

"Morning, udah bangun?" tanya sebuah suara yang terdengar serak khas.

Aqira mendongak, menatap Bara yang sudah membuka kedua matanya. Bara mendekat, hendak mencium Aqira, namun buru-buru Aqira duduk dari posisi tidurnya menghindar. Sebisa mungkin ia harus mengurangi kontak fisik dengan Bara. Mereka hanya menjalankan sebuah naskah drama. Dan ia tidak boleh larut ke dalamnya, takut, nanti kalau ia bangun ia tidak bisa menerima kenyataan yang ada.

"Kamu mau makan apa? Aku masakin ya?" tanya Aqira melepas canggung.

"Emang lo bisa masak?" tanya Bara balik. Seolah tak percaya dengan tawaran Aqira.

"Bisa lah. Kamu pikir aku anak manja yang nggak bisa ngapa-ngapain?"

"Kelihatannya sih gitu,"

"Dan kamu bakal nyesel udah berpikiran begitu setelah tahu rasa masakan aku."

Bara tersenyum simpul. "Hari ini lo nggak ada kesibukan? Ikut gue latihan yuk!"

"Sayangnya hari ini aku ada meeting sama mbak Yiska di agensi. Mau bicarain kontrak iklan."

"Sayang banget, padahal gue mau ajakin lo jenguk anak Bang Wisma sepulang dari latihan,"

"Oh iya, aku udah janji mau jengukin. Kamu pulang latihan jam berapa?"

Potrait [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang