"Kalian tau kesalahan kalian?" bentak senior pemegang jabatan poltar kepada junior. Tak lain tak bukan adalah letting Narel. Letting berartikan angkatan.
"Siap tidak," jawab mereka kompak, keras, percaya diri.
"Oke, hadap serong kanan grak," aba aba poltar. Tidak ada bentakan dalam nada namun terdengar horor di telinga. Sadar ada kesalahan dari jawaban. Mereka pasrah pada apa yang terjadi setelahnya.
Polisi taruna atau biasa disebut dengan poltar adalah salah satu staf bataliyon taruna bertugas untuk mengatur kedisiplinan serta keamanan taruna taruni. Tugas poltar poltir tidak jauh berbeda. Hanya saja poltar lebih memfokuskan kepada taruna. Sedangkan poltir kepada taruni. Tapi bukan berarti poltar lepas tanggung jawab ke taruni begitupun sebaliknya. Hanya saja poltar tidak boleh menindak taruni. Poltir sendiri adalah polisi taruni.
"Turun, jangan berhenti sampai kalian sadar apa kesalahan kalian." Beberapa taruna/i pasti ada yang memberikan umpatan dalam hati. Kedongkolan itu pasti ada. Bukan maksud kurang ajar tidak menghormati senior. Hanya meratapi nasib diri sendiri. Takdir sudah membawa mereka ke lingkungan ini mau tidak mau mereka mengikuti aturan yang ada walau tidak sesuai dengan keinginan.
Sekarang mereka sudah siap dengan posisi push up. Menunggu aba aba dari danton untuk menurunkan badan lalu mengangkat badan sampai seterusnya.
"Satu." Aba aba sudah terdengar secara kompak mereka menurunkan badan lalu mengangkatnya. Saat badan turun mereka menyerukan 'nautika' saat badan naik mereka menyerukan 'jaya' begitu terus sampai di hitungan 50. Semua staf bataliyon letting Narel juga ikut dalam hukuman push up. Senior poltar memberi kode kepada danton yang tidak diketahui oleh semua orang kecuali danton itu sendiri untuk istirahat sebentar. Sikap istirahat sudah terlaksana tapi bukan senior jika tidak membikin ulah.
"Siapa yang suruh berhenti ha? udah sadar sama kesalahannya?" bentak senior poltar.
"Punya mulut kalau ada yang tanya tu dijawab! Poltarmu itu lho tanya," bentakan kali ini berasal dari senior poltir.
"Aku tuli pol," ejek senior poltir lain dengan suara dibuat buat.
"Mau abang bawa ke tht?" jawab senior poltar lain dengan suara dibuat buat juga.
"Bowleh limapuloh." Dua senior poltar poltir tersebut tertawa kencang.
"Mana kok masih ngga ada jawaban?!" bentak senior poltir lagi.
"Dah lanjut lanjut! lemah kalian baru 50 udah ngga kuat." Dengan sisa sisa kedongkolan mereka lanjut melakukan push up.
"Kalian masih punya otak ngga? masa dari tadi ditungguin ngga sadar sadar juga, kita loh yang nunggu capek masa kalian ngga capek push up?" Poltir berkeliling mengecek push up para taruni. Jika ada yang tidak benar dia akan menyenggol pinggang taruni.
"Berdiri," perintah senior poltar tepat dihitungan ke100 usai berbincang sebentar dengan senior poltar satunya.
Berusaha berdiri tegak walau tangan terasa ingin patah. Mereka baru junior tidak ada persiapan matang untuk masuk sini. Angkatan corona dimana memudahkan mereka masuk tanpa ada tes fisik. Tidak heran jika sekarang mereka mengalami pegal pegal bagian lengan. Karna tidak ada persiapan fisik dengan matang. Beberapa mungkin tidak pernah olahraga sama sekali.
"Kalian itu bodoh! punya otak tidak digunain! capek saya loh punya junior bego!" maki senior poltir.
"Udah dimaki gini masih belum sadar kan kesalahan kalian apa? emang dasarnya bego ya bego!" Entah kapan seniornya itu akan bener bener lelah dan berhenti memaki. Mereka hanya bisa pasrah mendengarkan.
"Serong kiri grak," aba aba senior poltar.
"Capek?"
"Siap tidak"
![](https://img.wattpad.com/cover/233560462-288-k813710.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kapal Bersuara
Подростковая литератураOh jadi gini rasanya jadi taruni. Banyak orang berlomba lomba ingin mendapatkan gelar taruna dan taruni. Dan aku menjadi salah satu orang yang berkesempatan mendapatkan gelar tersebut. Bersyukur karna terpaksa. Mungkin itu menggambarkan kami semua...