6. Gerbang belakang

34 10 0
                                    

Dering ponsel Narel adalah sumber kebisingan di tengah meja kantin. Semua mata tertuju ke benda pipih yang sedang menyala. Menampilkan nama kontak seseorang. Bahkan sang pemiliknya kalah cepat dari Qui.

Qui memicingkan mata membaca nama kontak tersebut. Tidak ada embel embel 'letting' sudah dipastikan ini bukan anak dari sekolah mereka. Lalu untuk apa dia menelpon Narel? jarang sekali ada orang menelpon Narel kalau bukan keluarga, satu letting, atau senior.

Yuro, dan Xena ikut mengintip sedikit pada layar yang masih menyala tersebut. Sama dengan Qui mereka merasa sedikit asing dengan nama kontak tersebut. Narel sebagai pemilik ponsel langsung merebut dari tangan Qui. Ia sedikit menjauh dari teman temannya untuk menerima sebelum sang penelpon mengakhiri sambungan.

"Hai," sapa Narel sangat lembut.

"Lagi apa?" tanya sang penelpon.

"Nongkrong di kantin aja," jawab Narel.

"Akhirnya bisa teleponan, aku udah ngapalin jadwal kamu loh."

"Hahaha lucu banget sih kamu sampai dihafalin, sebenarnya sekarang ponsel boleh dipegang pribadi sih. Tapi tetep harus tau waktu kalau ngga mau diambil," jelas Narel. 

"Aku ingin tau semua tentang kamu jadi cerita terus ya."

"Siapp deh." Narel terkekeh mendengarnya. Antara merasa salting dan geli. Karna ini merupakan pengalaman pertama untuk dia dekat lawan jenis.

"Siapa Genuk?" todong Biga saat Narel baru saja menempelkan bokong.

"Temen," jawabnya sambil menunjukan cengiran.

"Yang kemarin?" tanya Xena tepat sasaran. Narel hanya tersenyum lanjut meminum segelas es teh yang rasanya sudah mulai pahit karena es batunya sudah pada mencair.

"Idih guya guyu." Yuro melepar bungkus jajan tepat di dada Narel.
"Dih ketawa."

"Heh anjing kotor, astaghfirullah." Narel membersihkan tumpahan sisa jajan yang menempel pada seragam.

"Sopo sih jane wong kui?" tanya Biga
"Siapa sih orang itu?"

"Temen, Tesiiii," jawabnya dengan memanjangkan nada bicara di akhir kata.

"Iya deh 'temen' cerita dong," todong Biga.

"Yuk, udah bel. Kecuali kalian mau dibasis sama senior." Masih menunjukkan deretan giginya. Narel langsung beranjak meninggalkan mereka. Ekspresi cengo itu tidak bertahan lama karna beberapa poltar poltir dari letting senior sudah mulai berkeliling untuk memeriksa taruna/i yang masih di luar ruang kelas.
***************

Sekarang jadwal taruna taruni d3 Nautika melaksanakan praktek di lab simulator. Lab simulator ini biasanya digunakan oleh taruna taruni pelayaran jurusan Nautika Kapal Niaga dalam melaksanakan pembelajaran praktek sebelum terjun langsung ke kapal.

Dalam lab ini berisi layar sangat lebar menyuguhkan keadaan asli di laut lepas. Selain itu lab ini dilengkapi dengan alat alat navigasi di anjungan. Saat kita menginjak kaki di sini. Kita benar benar akan dibikin berada di dalam kapal. Goyangan ringan dari terjangan ombak juga akan kita rasakan.

"Siang Yos." Sudah menjadi hal wajib taruna taruni ketika bertemu dengan siapun memberikan hormat dan salam, tidak lupa jabat tangan. Sosok yang sering dipanggil Hiba ini melakukan hal serupa seperti Narel dan teman temannya. Ia baru saja diperintahkan untuk mengambil salah satu barang dosen di ruangan.
**********

Sudah menjadi ciri khas siswa sekolah menengah melakukan sedikit kenakalan semasa remaja. Gelar taruna taruni yang melekat tidak menjadikan alasan mereka untuk terus berjalan lurus pada aturan.

Mereka sadar akan konsekuensi, mereka sadar akan kesolidaritasan, mereka sadar akan korsa, mereka juga sadar agar tidak saling egois. Tapi bukankah mereka masih remaja.

Teman sebaya mereka di luar sana bebas melakukan kenakalan. Bahkan kenakalan mereka jauh lebih buruk. Bukankah tidak ada salahnya jika kita sedikit bermain main?

Di luar seragam yang kami kenakan, kami tetaplah anak remaja yang masih suka bermain. Kami hanya terjebak di lingkungan yang sayangnya menjadi mimpi banyak orang. Banyak sekali orang berjuang mati matian agar bisa lolos menjadi salah satu taruna taruni pelayaran. Sedangkan mereka ketika mengerjakan tes ogah ogahan, tidak ada harapan untuk masuk. Namun Tuhan malah memberi kesempatan mereka.

Setidaknya itu menjadi alasan mereka tetap bersyukur, tidak melakukan kenakalan melebihi batas.

"Cabut apel yok," ajak Iky. Sekelompok taruna tengah berkumpul di belakang sekolah usai cabut dari jam pelajaran terakhir.

"Ayok lah asu males banget aku ik po meneh nak wes ono ndanpol," balas Wicak.
"Ayok lah anjing gue males banget, apalagi ada ndanpol."

"Ra sah ya asu ik, ngko seng keno aku neh," balas Mardiansyah selaku poltar letting Narel. Setiap ada kenakalan di lingkungan taruna taruni memang orang pertama dicari adalah poltar atau poltir yang menjabat di letting tersebut. Setelah yang bersangkutan diberikan tindakan, poltar poltir juga ikut diberikan tindakan dua kali lipat oleh senior.
"Ga usah anjing, ntar gue kena lagi."

"Salah e sopo dadi poltar." Mereka tertawa menyetujui perkataan Inam.
"Salah siapa jadi poltar."

"Asui ra sah ndes," umpat Mardiansyah.

"Halah sekali kali," ujar Adib.

"Raimu nak kw wes berkali kali cok, aku sampe bosen dewe ngelakok e hukuman mu." Mereka semakin ketawa mendengar keluhan Mardiansyah.
"Raimu, Lo udah berkali kali cok, gue sampe bosen ngelakuin hukuman Lo."

"Wes rapopo sabar." Septian menepuk bahu temannya prihatin.
"Udah sabar aja."

"Wes ah los bye bye semua." Adib memberikan kecupan jarak jauh. Langsung lari membawa tas menuju gerbang belakang untuk cabut. Sedangkan Mardiansyah hanya memasang wajah pasrah. Mau bagaimana lagi? Mengejar? Hanya membuang tenaga karna ia yakin Adib akan tetap lolos.

"Sep plis lah anjing ga usah melu melu aku to kesel bangsat." Mardiansyah benar benar memberikan wajah prustasi kepada Septian, ia salah satu teman lebih dekat dengannya dibanding yang lain.
"Sep plis, ga usah ikutan, gue capek anjing."

"Sorry ya bro gue ngikut Adib." Ii' menepuk bahu Mardiansyah, sambil nyengir tanpa dosa. Diikuti Fadhil dan Ageng. Mardiansyah semakin menunjukan muka prustasi karna hukumannya setelah ini akan semakin bertambah berkali lipat.

Iky melihat muka prustasi bercampur melas Mardiansyah menjadi tidak tega. Ia mengajak teman temannya untuk kembali ke lapangan karna apel pulang akan segera dimulai. Mardiansyah sedikit memberikan senyum lega.

Ia masih belum menemukan cara agar teman temannya mengikuti perintahnya. Walau begitu ia akan terus berusaha mencari cara agar hukuman yang didapat berkurang.
********

"Woi Ky," seru Vana danton letting Narel. Ia baru saja mengarang cerita agar Iky dan yang lain tidak ketahuan sedang cabut. Bukan karna ia menyukai Iky atau salah satu dari mereka yang cabut. Vana tau perbuatan ia salah. Tapi ini salah satu cara agar taruna taruni yang tidak terlibat tidak mendapatkan hukuman dari senior.

"Ndang mlebu, jadwal apel dino iki evaluasi." Setelah Vana mengatakan itu muka mereka langsung sedikit pucat. Terlebih Mardiansyah. Apel evaluasi menjadi paling menakutkan dibandingkan apel biasanya. Apel ini dilaksanakan di dalam ruangan tertutup rapat. Mereka hanya mendapatkan cahaya dari lampu. Tidak ada angin sama sekali.
"Buruan masuk, jadwal apel hari ini evaluasi."

"Ngko ngomong wae nak bar diundang ro pak Joko dadi telat," jelas Vana.
"Ntar bilang aja tadi dipanggil pak Joko jadi telat."

"Gah, ngongkon! Kw sopo?" tantang Wicak
"Ogah, lo siapa nyuruh nyuruh?"
***************

Hai terimakasi untuk semuanya. Terimakasih karna sudah terus menunggu, membaca, vote, and komen. Aku mau minta tolong spam komen ya, siapa tau nanti ada penerbit yang ngelirik 🫣

Yang jelek jangan diikuti, yang bagus silakan diikuti. Bye semua love u! 🩷

TIK TRITIKTIK, monggo jawab di komen 😚

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kapal BersuaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang