d o u z e.

236 51 19
                                    

Setelah mengambil surat yang terletak di kotak pos rumah lama Lily, Felix kembali ke rumahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah mengambil surat yang terletak di kotak pos rumah lama Lily, Felix kembali ke rumahnya. Surat yang Lily tulis bertandakan nama Felix diatasnya, ia sengaja menuliskan karena tau hanya Felix yang bisa menemukan suratnya

Hai, Felix!

Sudah lama tidak bicara denganmu. Maaf pergi tiba-tiba, aku sengaja melakukanya karena tidak ingin kamu tahu alasan kepergianku.

Aku yakin kamu sudah merasa aneh sejak kita menghabiskan malam di mini camp, lalu aku juga mengacuhkanmu di greenhouse esok paginya.

Felix, mau mengabulkan keinginanku? Maaf meninggalkanmu lalu meminta seperti ini. Aku ingin kamu bersama Olif, gantikan aku untuk menemaninya.

Dengan begini suratku selesai, sampaikan maafku pada Olif.

Felix memerhatikan deretan angka diponselnya lantas menekan tombol hijau untuk memanggil nomor tersebut. Hari ini sebenarnya hari libur, namun Felix sudah dengan pakaian rapi.

Ia berencana mengajak Olif pergi jalan, apapun jawabanya Felix akan menerimanya kali ini. Sebelum gadis itu benar-benar kandas pergi ke luar kota.

"Halo, Olif?"

"Ada perlu apa?"

"Mau bertemu denganku sebentar? Sebelum kamu pergi."

"Maaf, Lix. Gue nggak bisa."

"Tolong deng-"

"Gue nggak bisa."

"Kalau begitu dengar saya, ini soal Lily."

"Berhenti bicara soal Lily lagi, Lix. Bukankah lo tidak suka membahasnya? Dia sudah pergi, dan lo juga sudah bersama Yora." Rahang Olif mengeras, ia marah sekaligus kecewa.

"Saya tidak punya hubungan apapun dengan Yora. Tolong dengarkan saya sebentar."

"Gue udah jengkel, dan gue tidak akan mendengar apapun tentang Lily dari lo lagi walaupun gue punya waktu."

Olif diujung sana tercekat, ia mengatur kembali napasnya kemudian berbicara lebih lembut.

"Maaf, Lix. Aku seharusnya nggak marah sama kamu, mungkin karena aku punya perasaan padamu." Olif melunak. Ada rasa sakit yang membeludak didadanya.

Felix terpaku. "..."

"Aku juga tahu apa yang akan kamu katakan, aku dan Lily saudara kembar, ya kan? Lukisan besar yang terakhir kali ia gambar mengatakanya."

"Dan juga aku rasa kamu ada benarnya untuk pindah ketempat lain, aku dan Lily terlalu mirip.

Surat Lily di Arcade Game bilang kalau ia ingin yang terbaik untukmu, dan dia minta maaf karena meninggalkanmu."

"Kamu dan Yora, begitu lebih baik. Setidaknya aku menemukan orang yang lebih tepat untuk menggantikan posisi Lily."

"Olif, maaf. Saya minta maaf soal Yora, saya melakukan itu karena saya ingin kamu memerhatikan saya."

"Saya ingin kamu mengejar saya. Karena saya mencintai kamu."

"Kenapa tidak bilang sejak awal?"

Olif mulai parau. "Felix, aku cemburu. Aku cemburu melihat kamu bersama dia selama festival, melihat kalian makan berdua."

"Aku pikir, Felix membenciku."

Felix tercekat, ia menelan ludahnya berkali-kali. Matanya mulai lembab.
"Maafkan saya, Olif."

"Olif, Kamu mau jadi pacar saya?"

Suara gadis didalam teleponya berderu, ia tengah mengangis sejadi-sadinya saat ini. Isakan tangisan Olif yang terdengar melalui ponsel membuat Felix menahan napasnya, mungkin seperti inilah keadaan Olif saat Felix menjauhinya saat itu.

"Maaf, jangan menangis lagi."

Medengar Felix yang mencoba menenangkanya membuat Olif isak tangis semakin keras, gadis itu mengatur napasnya kembali seraya menghapus air diwajahnya.

"Felix, aku mau."

"Kamu yakin mau pindah sekolah, Lily?" Wanita paruh baya yang merupakan kepala sekolah duduk dihadapanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu yakin mau pindah sekolah, Lily?" Wanita paruh baya yang merupakan kepala sekolah duduk dihadapanya. Menatap gadis dengan berkas kepindahan ditanganya.

Gadis itu mengagguk. "Ya, saya harus menjalani perawatan intens mulai saat ini. Beberapa waktu lalu saya dan Kakak saya diadopsi keluarga dari luar negeri."

"Kebetulan kami bisa berbahasa inggris, dan mereka mau membiayai saya selama perawatan disana."

Kepala sekolahnya meletakan kotak penuh berkas biodata siswa di meja kemudian menghela napas. "Semoga kamu lekas sembuh disana, Lily."

Lily memerhatikan kotak penuh berkas di meja. Ia melihat wajah yang tak asing di penglihatanya, seorang gadis dengan seragam dari sekolah lain. Lily memegang berkas gadis tersebut.

"Apa ini murid pindahan?" Tanya Lily. Kepala sekolah itu mengangguk tersenyum. "Ya, orangtuanya mendaftarkan dia setelah tau ada kursi kosong karena kepindahan kamu."

"Ngomong-ngomong dia mirip sekali dengan kamu, namanya Olif."

Lily tersenyum. "Ya, sangat mirip. Kapan dia akan masuk sekolah?"

"Dia mulai masuk tiga hari lagi, dari luar kota."

Lily mengangguk paham, kemudian ia berpamitan dengan sang kepala sekolah. Keluar ruangan dengan berlari menuju kelasnya, kemudian duduk dikursinya.

Lily mengelus pelan meja miliknya yang akan ia tinggalkan sebentar lagi. Lalu ia mengeluarkan pena dan secarik kertas.

Hai, berkenan berteman denganku?
Ini sebenarnya sangat konyol, aku mengirim surat pada pemilik baru kursiku. Jika iya, maukah kamu meluangkan waktu untuk datang ke warung Nenek Eli?

"Semoga tersampaikan padamu, adik kembarku Olif."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Letter's | ft. Lee FelixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang