Sesuatu yang menyenangkan. Mimpi ini terus mengalir, tampak seperti kehidupan yang nyata. Tapi sebuah sinar yang menyilaukan masuk. Menyeruak dan membuatku memicing. Di sisi lain dunia, di mana dunia itu tak lebih menyenangkan dibanding mimpi yang durasinya beberapa menit saja.
Ibu mempersilakan cahaya pagi untuk masuk, memperjelas kotor dan berantakannya kamarku. Kupingku panas. Tentunya bukan dengan sinar ultra violet yang bertamu di wajah ini. Tapi karena omelan pagi yang menjadi asupan sehari-hari. Bagiku.
"Ini bukan anakku!" Ibu bertolak pinggang saat melihatku berpaling dari pancaran sinar. "Anakku itu selalu bangun pagi, sholat shubuh tepat waktu, dan belajar saat dini hari!"
Aku mendengarkan semua itu, di balik bantal yang menyumbat telingaku. Sesuai hafalanku, ibu setelah ini akan terus mengomel dan membandingkan ku dengan anak tetangga yang entah dicekoki dengan obat apa sampai ia menjadi anak sempurna-di mata para orang tua tentunya. Hal itu benar. Nilai seratus untukku yang berhasil meramal masa depan. Tegas dan sedikit membosankan, ibu terus-menerus menyebut nama anak culun seberang rumah. Padahal dari pandanganku, dia hanya anak berkacamata dengan rambut kelimis dan seorang pemalu akut. Sangat berbeda denganku. Tapi aku bukan badboy!
Kalau saja ayah tidak masuk dan ikut andil dalam acara 'ceramah pagi' ini, mungkin aku akan tetap tidur dengan ibu yang kekeringan tenggorokannya. Ayah datang dan dengan sok kerennya berkata, "Kita akan pergi berlibur hari ini. Cepat mandi atau kau akan kami tinggal!"
Aku menerbitkan wajah dari tumpukan bantal. "Aku tidak mau ikut. Jadi, kalian bisa tinggalkan aku." Kembali terbenam.
Sela-sela bantal memberikanku sebuah penglihatan kalau ayah sedang masanya wajah kecewa. Kehilangan percaya dirinya yang menurutku terlalu berlebihan.
Beberapa langkah memasuki pintu tidur, bantal penghalangku dari sinar pagi yang menyilaukan itu dibuang jauh. Kedua kaki yang tadi masih menggeliat, sekarang ditarik lumayan kencang. Begitupun dengan kedua tanganku. Aku digotong paksa menuju kamar mandi. Dari balik wajah mereka berdua yang sedikit kesulitan, ada senyum puas.
Aku ditaruh perlahan dalam bathub kering. Ayah dan ibu bertatapan, memberi kode yang kuyakin itu bukan hal baik. Aku meronta. Begitu sulitnya bangkit dari permukaan bathub yang sedikit licin. Dorongan pelan ayah berhasil membuatku berkali-kali terpeleset. Deras pancaran shower menyala, sesuai dengan rencana jahil ibu dan ayah yang kini tengah bertatap puas. Aku tidak punya pilihan lain. Aku akan mandi.
***
Kutarik pintu mobil dengan sedikit kencang. Disusul dengan peringatan ayah kalau aku akan kehilangan uang jajan semisal pintunya rusak.
Entahlah tempat apa yang akan kami kunjungi. Yang terpenting aku sudah tidak betah di kursi mobil yang berminggu-minggu belum dicuci. Debu yang berterbangan, memancing bersinku yang berkali-kali menggelegar. Ibu dan ayah memaklumi anak ingusannya ini, tentu. Pinggangku sudah tak bisa diajak berkompromi lagi, sedikit kencang kupukul-pukul perlahan. Akan sangat tidak baik kalau aku meminta untuk berhenti. Karena waktuku untuk bercengkrama dengan gadget akan habis dengan jalan-jalan yang tidak kunikmati ini.
"Kemana handphone-mu?" Aku berpaling malas, menatap ibu. Saku jeans-ku aku tepuk, agar membuat ibu paham dengan kondisiku.
Ibu mengangguk. Paham kalau diriku akan sangat pusing bila memainkan benda tercintaku itu di perjalanan. Di awal memang biasa saja, tapi kalau lebih dari satu menit, rasanya akan seperti naik komidi putar. Aku hanya bisa mengernyit heran ketika ada orang yang dengan ahlinya bermain ponsel dalam perjalanan. Sebuah keajaiban, bagiku.
Ayah memasang rem dadakan. Mengguncang mobil kami maju-mundur dengan keras.
"Ada apa?!" Ibu mencengkeram pundak ayah dengan kekhawatiran yang terlukis dalam gerak-geriknya.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Missing Sneeze
FantasyKalian pernah dengar tentang orang-orang yang kembali ke masa lalu? Entah apa namanya, aku lupa. Menikmati keindahan masa depan yang sudah gemilang, dan tiba-tiba masuk kedalam lubang waktu yang belum pernah bisa dijelaskan secara ilmiah. Sama seper...