Ch3 - The Beta's Brief Encounter

405 97 3
                                    

Translator Indonesia, Me_524
Editor, yunda_7

Ch.3 - Pertemuan Singkat Beta

Karena Beta telah lulus tes terakhir, ia akhirnya resmi diterima di Akademi. Setelah sampai di kamar asramanya, ia membuka pintu dan bertemu dengan dua teman lamanya yaitu si Pemuda Jangkung dan si Pendek.

Beta menjadi lebih tenang, ia menghela napas dengan lega. Untungnya ia berbagi kamar dengan beta lain.

Si Jangkung, "....."

Si Pendek, "...."

Kedua orang itu saling bertatapan, kebingungan terukir di wajah mereka.

Setiap kamar hanya menampung empat orang, dan mereka sudah menyapa dua teman asrama mereka sebelumnya. Bagaimana bisa pemuda ini di tempatkan di sini?

Suasana mulai terasa canggung sejenak hingga seseorang mengetuk pintu asrama mereka.

Sebelum Beta benar-benar berkenalan dengan kedua teman sekamarnya, ajudan telah membawanya pergi meninggalkan asrama itu.

Jantung Beta berdebar kencang, tapi ia pura-pura tenang dan tidak bertanya apakah ia benar-benar bisa bertemu dengan Marshal. Sebagai gantinya ia bertanya, "Saya tidak melihat beta-beta lain di medan pertempuran sebelumnya. Apakah hanya ada kami, tiga siswa beta?"

Ajudan Pu Buhan terdiam, ia hanya bisa menjawab dengan samar, "Ya, hanya kalian bertiga."

Beta akhirnya mengikuti ajudan ke pintu ruangan Marshal, sambil memperbaiki suasana hatinya di sepanjang jalan.

Namun, belum sempat ajudan mengetuk pintu sang Marshal, pintu itu tiba-tiba dibuka dari dalam. Sang Marshal melangkah keluar dari kantornya mengenakan topi militernya. Aura Marshal yang mengesankan mengosongkan pikiran Beta, tanpa sadar ia berdiri dan menatap tertegun pada sang Marshal. Sementara itu ajudan memberi hormat kepada Marshal.

Dengan ekspresi serius di wajahnya, Marshal berkata, "Ada hal darurat yang terjadi di garis depan. Kita akan segera ke sana dalam dua puluh menit."

Sekali lagi, ajudan kembali berlari untuk mempersiapkan keberangkatan mereka.

Hati Beta kembali berdebar. Ia ingin melihat wajah sang Marshal namun tak berani melakukannya.

Sebelum pergi meninggalkan Beta, Marshal berbalik kepada Beta, "Angkat kepalamu, beta! Kau sama sekali tidak kalah dengan alpha lainnya."

Kekaguman, rasa terima kasih, dan motivasi untuk berkerja keras berkembang dalam hati Beta, serta banyak emosi lain yang tidak bisa ia sebutkan.

Ia memberi hormat kepada Marshal dengan cara yang sangat ceroboh dan berteriak, "Ya, pak!"

Mata Marshal kemudian menghangat, "Kamu adalah satu-satunya beta di antara angkatan pertama siswa di akademi. Saya sangat optimis tentangmu, jadi jangan kecewakan saya."

Beta berkedip. Hah satu-satunya beta? Itu tidak benar... tapi Marshal sangat sibuk dan harus berurusan dengan banyak hal. Mungkin dia hanya salah mengingatnya. "Ya, pak!"

"Tahun ini kamu berusia delapan belas tahun bukan?" tanya Marshal.

Beta terkejut dengan pertanyaan Marshal, bagaimana dia tahu berapa usianya dengan tepat?

Bibir Marshal melengkung sedikit tersenyum. "Cukup bagus. Kedua saudara laki-laki serta ayahmu adalah tentara yang luar biasa, kamu tidak akan kalah dari mereka. Berlatihlah dengan baik dan jangan sampai kalah oleh kompetisi."

Gelombang kebahagiaan melanda Beta. Saudara-saudaranya memang luar biasa. Mereka juga sangat mencintainya.

Tapi mereka hanya mengatakan kepadanya, "Kau seorang beta jadi jalani saja kehidupan beta," "Jangan pergi ke tempat yang sangat berbahaya," "Jangan berpikir tentang hal-hal rumit."

Beta tidak berpikir ada yang salah dengan menjadi seorang beta. Mengapa ia harus menjalani kehidupan "seperti beta"?

Bisakah ia mengubah takdirnya?

Melihat konflik dan kebingungan melayang di mata Beta, Marshal menepuk pundaknya. Dengan lembut ia berkata, "Bertekunlah. Kapanpun kau merasa putus asa, gertakan gigimu dan gigih. Berhasil atau mati tanpa penyesalan."

Air mata memenuhi mata Beta, namun mereka juga mendapatkan kilatan baru yang lebih tegas. "Ya, pak!" Kali ini suaranya lebih keras dan lebih mantap dari sebelumnya.

Marshal mengangguk dan meletakkan topinya di kepala Beta, "Aku akan menunggumu." Ia kemudian berjalan ke hanggar pesawat ruang angkasa dengan langkah lebar, jelas bergegas untuk pergi ke garis depan.

Beta masih berdiri mematung di tempat untuk waktu yang lama ketika ia menyaksikan pesawat ruang angkasa Marshal lepas landas dan menghilang.

Bagi Beta yang agak kurus, topi militer itu agak terlalu besar. Bayangan dari topi itu hampir menutup separuh wajahnya.

Beta mengangkat kepalanya dan mengusap wajahnya sebelum tertawa lembut.

[BL] A Beta Has Dreams TooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang