"Apa yang membuat Ibu kehilangan kendali hingga membuka pintu kamarku begitu saja? Ibu semakin membuat jatuh harga diri Ibu sendiri di depan Meli, Ibu selalu merasa sebagai orang terpandang yang tahu tata Krama, tapi kejadian tadi membuat Ibu menunjukkan sifat asli Ibu."Sebenarnya Gayatri kaget saat Bram tiba-tiba masuk ke ruang kerjanya yang lebih sering ia jadikan tempat merenung dan membaca sekian banyak buku, setelah dirinya tak aktif lagi memimpin perusahaan.
"Apa kau datang ke sini hanya untuk mencaci ibumu? Siapa yang lebih dulu tidak tahu tata Krama? Dengan makan berdua di kamar tanpa peduli pada kami yang menunggu di ruang makan?" tanya Gayatri dengan tatapan tajam.
"Bukankah Ibu sudah tahu jika kami takkan turun untuk makan karena aku sudah mengambil nasi dan lauk untuk aku makan bersama Meli di kamar? Apakah aku salah jika ingin memanjakannya di hari pertama ia menjadi istriku karena selama kami pacaran aku hampir tidak pernah membuatnya benar-benar merasa sebagai pacarku? Aku hanya ingin ia nyaman menikmati makanan di hari pertama ia berada di rumah ini, aku yakin tatapan tajam ibu dan kakak akan membuat Meli tak bisa menelan makanan apapun, apakah aku salah jika ingin membahagiakan istriku?"
Pertanyaan Bram yang beruntun membuat Gayatri merasa sesak. Ia tak menyangka anaknya akan melawannya karena yang ia tahu Bram anak yang sangat penurut.
"Begitu besar pengaruh wanita itu hingga kau berani menentangku anakku."
"Aku tidak menentang Ibu, tapi Ibu yang membuat suasana tidak nyaman sejak awal, aku yakin semua yang dilakukan Meli akan selalu tampak salah di hadapan Ibu dan kakak, baktiku pada ibu takkan pernah putus tapi cintaku pada istriku juga takkan padam hanya karena masalah seperti ini."
Gayatri menatap punggung anaknya menjauh. Sejak awal Bram mengenalkan Meli padanya ia sudah merasa tak nyaman, wajah Meli mengingatkannya pada foto lama yang ia temukan dalam buku kerja suaminya. Foto wanita cantik dengan senyum memikat yang membuat cinta suaminya tak pernah bisa ia raih. Sekalipun wanita itu telah memiliki keluarga namun cinta suaminya tetap pada wanita masa lalunya itu.
Kalau pun akhirnya mereka memiliki Berta dan Bram tak lebih hanya menjalankan tugas sebagai seorang suami, Gayatri ingat setelah selesai ya selesai begitu saja tanpa ada senyum atau sentuhan lembut, dan yang Gayatri sesalkan sampai akhir hayat suaminya tak pernah bersikap manis padanya bahkan yang sangat menyakitkan detik-detik meninggal dunia suaminya masih memintanya menyampaikan permintaan maaf pada wanita itu karena tak pernah bisa mewujudkan janjinya untuk meraih mimpi tentang pernikahan, penyebabnya karena ayahanda Bram telah dijodohkan dengan wanita yang sepadan yaitu Gayatri.
Dan ternyata benar dugaan Gayatri, ibunda Meli adalah wanita yang menjadi mimpi buruk dalam pernikahannya. Wanita yang telah mencuri semua cinta suaminya hingga tak tersisa, bahkan hingga akhir hayat suaminya yang disebut adalah nama wanita itu. Namun Gayatri tak pernah menduga jika wanita itu memiliki anak gadis yang telah memikat hati anaknya sejak lama, hingga akhirnya kini dinikahi oleh anak kebanggaannya tak peduli aral melintang, tak peduli sakit dan perih hatinya.
Berkali-kali Gayatri menghela napas perjalanan getir cintanya membuatnya menjadi wanita dingin. Tanpa basa-basi dan cenderung berbicara apa adanya.
Saat melihat wanita itu lagi ketika Bram dan Meli menikah membuat luka Gayatri seolah terbuka, menganga kembali hingga meneteskan darah karena sepanjang pernikahannya ia tak pernah melihat senyum suaminya tertuju untuknya.
Kini anak wanita itu menjadi istri Bram, ada keinginan untuk membalaskan sakit hatinya karena sepanjang pernikahannya hanya pedih dan sakit yang ia rasakan.
.
.
."Kami berangkat Ibu, kakak," Bram dan Meli pamit saat mereka akan berangkat ke kantor bersama. Bram dengan setelah jasnya tampak semakin gagah, sementara Meli dengan seragam kantor yang sederhana juga riasan wajah yang hanya terpoles seadanya, berupa bedak tipis dan lipstik yang hampir tak terlihat warnanya sangat kontras perbedaannya dengan Bram. Gayatri menatap Meli dari ujung kepala hingga ke ujung kaki.
"Nanti malam aku ingin kalian makan malam bersama di sini, ada yang mau ibu bicarakan, aku tak melarang Meli bekerja tapi harusnya lebih memperhatikan tampilannya saat menjadi istrimu, cobalah kalian berkaca, penampilan Meli malah seperti office girl di perusahaan kita, terlalu sederhana untuk menjadi
istri seorang Bram karena ...""Kami berangkat Ibu ..."
Bram menarik tangan istrinya untuk segera berangkat ke kantor, meninggalkan tatapan marah ibu dan kakaknya.
"Kamu lihat Berta, dandanan wanita pilihan adikmu? Tidakkah dia ingin menjaga martabat suaminya? Bram bukan pria sembarangan, dia memegang perusahaan besar dengan beberapa anak perusahaan, aku membiarkan dia tetap bekerja karena aku ingin memisahkan mereka dan saat itu terjadi dia masih punya pekerjaan, masih bagus kan aku punya pikiran seperti itu? Tapi selama menjadi istri Bram aku ingin dia mengubah penampilannya."
"Tunggu dulu ibu, tidak semudah itu, dia wanita yang telah terbiasa hidup sangat sederhana, mengubah penampilannya akan membuat dia merasa aneh, pelan-pelan saja, aku akan mulai mendekatkan Laksmi dengan Bram, maka saat melihat tampilan Laksmi yang elegan aku yakin dengan sendirinya ia akan mengubah sendiri tampilannya aku yakin ia takkan begitu saja menyerah, aku yakin ia akan mempertahankan Bram."
"Baiklah aku akan mengikuti caramu, tapi jika terlalu lama aku akan berjalan dengan caraku, aku tak betah dia terlalu lama berada di rumah ini Berta."
.
.
."Maafkan aku yang belum bisa mengajakmu berbulan madu, pekerjaanku tidak bisa aku tinggal, nanti kita rencanakan," ujar Bram sambil sekilas menoleh pada istrinya dan kembali berkonsentrasi menjalankan kemudi.
"Nggak papa Mas, nggak wajib kok, lagian mau ke mana juga, enak di kamar aja berdua," sahut Meli sambil menahan malu, ia tak berani menoleh untuk menatap wajah suaminya, ia khawatir menjadi tertawaan Bram.
Bram memegang tangan Meli sekilas lalu melepasnya lagi, saat Bram menoleh, ia mendapati wajah Meli yang semburat merah di pipinya tak bisa disembunyikan. Bram tertawa perlahan.
"Mau gitu terus di kamar? Nggak bangun-bangun?" goda Bram pada Meli yang membuat Meli semakin malu.
"Ih Mas Bram, maunya." Keduanya tertawa perlahan, gurauan garing ala Bram mampu membuat Meli ingin menyembunyikan wajahnya.
"Eh iya Sayang nanti pulangnya di jemput Pak Sukri ya? Aku pulang agak malam, nggak papa ya?"
Wajah Meli menegang seketika, ia diam tak segera menjawab sampai akhirnya Bram menyadari jika istrinya enggan pulang jika tak bersama dirinya.
"Sayang, kamu nggak jawab, gak papa ya aku pulang terlambat?" Bram bertanya lagi.
"Gak papa, biar aku nunggu Mas di kantor ntar kita pulang bareng, kan tadi ibu bilang ada perlu sama kita, kita disuru makan bersama beliau,"
"Aku gak bisa malam ini Sayang, kalo misalnya kamu yang pulang duluan gimana?" Kembali Meli tak menjawab.
"Kamu takut pada ibuku?"
Meli diam, dia tak ingin Bram menganggap dirinya tak bisa beradaptasi dengan ibunya, tapi tatapan tajam ibu mertua dan kakak iparnya, membuat Meli enggan kembali ke rumah megah itu tanpa Bram di sisinya.
🍀🍀🍀
29 Juli 2020 (20.13)
KAMU SEDANG MEMBACA
All at once (Sudah Terbit)
General FictionCover by @Depacbs Mengisahkan perpisahan yang tak pernah diinginkan oleh siapa pun, saat rumah tangga dalam keadaan baik-baik saja, suami yang sabar, mapan, tampan namun justru saudara ipar dan ibu mertua yang menjadi duri. Saat buah hati tak kunjun...