4

4.1K 387 38
                                    


"Eh Bram tumben nyamperin pas makan siang?" tanya Laksmi kaget dan Bram tak kalah kaget, tidak mungkin Laksmi tidak tahu karena menurut kakaknya, Laksmi sudah menunggunya. Ia tadi ditelepon oleh Berta agar mengambil hasil tes ibunya yang beberapa hari lalu diambil darahnya untuk serangkaian tes.

"Loh tadi Kak Berta nyuru aku ke sini, ambil hasil tes ibu, katanya kamu sudah tahu," sahut Bram. Dan Laksmi mengangguk sambil meraih amplop putih di lacinya, akhirnya Laksmi mengerti kalau ini hanya cara Berta agar mereka lebih dekat lagi.

"Sebenarnya biar aku yang antar ke rumahmu, tapi gak papa juga kamu yang ke sini. Mengenai hasil tes ibu nggak ada yang perubahan apapun, seperti biasa, tekanan darah ibu yang selalu tidak stabil, aku sudah memberikan resep dan aku pikir yang menjadi pemicu ya apa yang ibu pikir," ujar Laksmi, Bram hanya mengangguk dan mendengarkan Laksmi menjelaskan apa yang perlu ibunya hindari.

"Apa aku salah jika menikah dengan wanita yang aku cintai Laksmi?" tanya Bram dengan suara pelan, saat Laksmi telah selesai berbicara tentang penyakit ibunya.

"Tidak Bram, tidak ada yang salah, hanya harusnya sejak awal kamu berusaha mendekatkan istrimu dengan ibu dan kakakmu, jika sudah seperti ini akan semakin sulit, jalan satu-satunya kamu harus keluar dari rumah itu." Laksmi terlihat menelepon seseorang dan tak lama datang seseorang mengantar goodybag. Laksmi mengeluarkan dua kotak makan dan 2 botol air mineral.

"Kita makan dulu Bram, aku tahu masalahmu akan berat jika kau tak segera menyelesaikannya dengan benar, kasihan istrimu."

Laksmi membuka kotak makan dan mendorong perlahan ke sisi Bram di seberang tempat duduknya, memberikan sendok dan garpu yang Bram terima sambil berusaha tersenyum. Bram menyuapkan makanan tanpa bersuara. Laksmi tahu Bram sedang berpikir cara terbaik untuk mendamaikan istri dengan kakak dan ibunya.

"Aku yakin kau tahu semua dari Kak Berta," ujar Bram sambil melanjutkan makan siangnya.

"Ya semuanya tapi aku netral Bram, aku membayangkan sulitnya menjadi istri seorang Bramantyo Dirga Adi Laksono dan menurut kakakmu istrimu terlalu sederhana dandanannya, aku pikir itu bisa dipoles." Laksmi tersenyum  menatap Bram yang menggeleng dengan keras.

"Istriku tak biasa berdandan berlebihan, ia ... "

"Tapi ini harus Bram, masa suaminya punya perusahaan banyak dia terlihat biasa-biasa aja, apa kata orang? Belikan barang yang pantas Bram."

"Sudah, selama kami pacaran aku sering memberinya barang-barang seperti itu tapi dia merasa tak pantas memakai."

Laksmi menghela napas mengakhiri makan siangnya dan menepuk tangan Bram.

"Bicarakan baik-baik dengan istrimu, mengapa ia harus tampil maksimal saat sudah masuk dalam lingkaran keluargamu."

"Aku nggak akan maksa dia Laksmi, aku mencintai dia apa adanya," sahut Bram pelan.

"Iya aku ngerti tapi paling tidak, dia menghargai jabatanmu, apa kata rekanan bisnismu, juga ribuan karyawanmu jika bulan depan dia tampil di sisimu pas ulang tahun perusahaanmu dengan tampilan yang tak pantas, aku tahu selera baju yang kamu pakai, dan semua yang melekat padamu bukan barang murah, nah selera itu tularkan pada istrimu, suami istri itu harus seimbang Bram agar tida terlihat aneh."

Bram menatap Laksmi yang juga menatapnya, wanita yang ia kenal sejak kecil karena orang tua mereka bersahabat baik, wanita yang Bram anggap tidak lebih dari saudara. Sedang Laksmi menatap laki-laki gagah di depannya yang menjadi cinta pertamanya namun pupus saat Bram memilih menjauh. Sempat sakit hati dan memilih bergonta-ganti pacar hingga akhirnya berlabuh pada laki-laki yang tulus mencintainya namun Tuhan terlalu cepat mengambilnya.

All at once (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang