05. Kelakuan Haikal

735 169 31
                                    

---

Seperti yang sudah direncanakan sebelumnya. Kini, Haikal dan Azeela menepi ke salah satu rumah makan untuk membeli Ramen. Tak lupa seperti yang dikatakan Haikal, mereka terlebih dahulu mampir ke sebuah warteg hanya untuk membeli satu porsi nasi buat Azeela.

“Eh, Zeel, lo mau tahu sesuatu, nggak?” ucap Haikal saat berhasil menelan satu buntelan ramen.

Azeela yang masih asik makan hanya melirik Haikal sekilas sebelum akhirnya kembali fokus pada semangkuk besar ramen di hadapannya. “No, thanks.” Gayanya benar-benar menunjukkan dirinya tidak peduli. Padahal telinganya sudah terpasang dengan baik, siap mendengar cerita dari sang sahabat.

Haikal menyeringai. Dia yang berada tepat di sisi kiri Azeela langsung mendekatkan wajahnya hingga menyisakan jarak beberapa senti. Azeela yang menyadarinya sontak langsung mengalihkan tatapan tepat menghadap ke wajah Haikal.






BUSETT.








Aligator satu ini memang tidak punya akhlak.








Napas Azeela tertahan. Wajahnya benar-benar memanas. Merasa takut pertahanannya runtuh, Azeela buru-buru melongos.

Haikal berdeham sejanak menahan senyumnya. Ia lantas meendekatkan mulutnya pada telinga Azeela lalu berbisik,

“Gue udah ciuman sama Kak Wony.”

Belum sampai di situ keterkejutan Azeela, kalimat Haikal selanjutnya benar-benar membuat Azeela tersedak kuah ramen saking terkejutnya.

“Gue juga udah megang tetenya. Segini.” Tangan Haikal dengan biadabnya membentuk cekungan, seperti mengukur milik perempuan yang sedang mereka bicarakan.

Azeela yang tersedak buru-buru mengambil air mineral dan menenggaknya sampai menyisakan setengah botol. Melihat itu, Haikal buru-buru membantu dengan memijat tengkuk Azeela.





Hahaha, bangsat.









The real definisi terbang lalu dijatuhkan.










“Lo gila, ya, cerita hal ini ke gue?” Azeela berteriak jengkel, tidak habis pikir dengan lelaki di sampingnya. Namun tak dapat ia pungkiri, sebuah denyutan perih di hatinya kini tengah ia rasakan.

“Lo sahabat gue, Zeel. Mana bisa gue nge-keep cerita sendiri tanpa ngasih tahu lo.” Haikal tersenyum sambil menepuk pelan puncak kepala Azeela. “Gue mau, lo tahu semua hal tentang gue dan apa aja yang udah gue laluin.”

“Tapi nggak cerita kayak gitu juga, Hoon. Itu terlalu privasi.”

“Gue nggak masalah asal itu elo.”
Dasar Haikal Nagendra sinting.

“Hoon, nggak selamanya gue selalu sama lo. Kita pasti akan beranjak dewasa dan makin banyak pengalaman yang bakal kita laluin. Dari sekarang, lo harus memilah mana cerita yang bisa lo bagikan ke gue dan mana cerita yang harus lo keep sendiri.”

Haikal terdiam. Mata tajamnya menatap dalam kearah Azeela. “Lo bilang, nggak selamanya lo selalu sama gue? Kenapa gitu?”

Astaga.

Apakah dari omongan Azeela barusan, hanya itu yang Haikal tangkap?

Azeela menjatuhkan sumpitnya ke mangkuk. Ia lantas memutar tubuh menghadap Haikal. “Haikal, dengerin gue. Maksud gue, akan ada masanya kita mempunyai pasangan masing-masing. Di saat itu, gue bakal banyak menghabiskan waktu sama dia. Bukan gue aja, lo pasti juga. Karena saat dewasa, kita akan fokus sama masa depan. Dan saat itu, yang jadi tujuan utama gue cuma keluarga sama pasangan.”

FRIENDSHITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang