27

2.1K 401 38
                                    

Hello!! Semoga gak pada lupa sama alurnya:)
_________


Dua hari berlalu, Soobin melewati harinya tanpa semangat. Lebih banyak melamun, menjadi pendiam, bahkan dipancing bicara oleh sahabat-sahabatnya pun, ia hanya akan menanggapi dengan senyum.

Bingung.

Soobin tidak tahu harus menyalahkan siapa. Entah bunda dan ayah yang salah langkah dalam mencari solusi untuk kakak. Atau justru menyalahkan kakak yang menjadi buta dan merepotkan orang yang tidak salah. Tapi ini juga bukan kemauan kakak, kan? Lalu siapa yang salah sebenarnya? Atau jangan-jangan justru Soobin sendiri yang salah karena tidak mengikuti kemauan orang tua?

Di satu sisi, remaja tersebut juga merasa iba melihat Yeonjun yang sudah sejak lama menunggu pendonor.

Pagi ini pun, ketika hendak berangkat sekolah, ia tidak sengaja melihat Yeonjun menumpahkan air hangat di meja. Kakaknya itu meringis, namun dalam sekejap berubah menjadi senyum dan menjawab bahwa dirinya baik-baik saja tatkalah mbak Yerin dengan raut wajah khawatir datang menghampiri.

Di ujung tangga, Soobin neteskan air mata. Bahkan sang kakak yang ia hindari menanyakan keberadaannya pada mbak Yerin. Menanyakan apakah adiknya baik-baik saja? Apakah ada yang salah sehingga ia merasa dijauhi?

Soobin tersadar bahwa bukan Yeonjun yang harus ia hindari. Bahwa ikatan diatara mereka jauh lebih kuat dibanding rasa kecewa yang dibangun oleh orang tuanya. Ia juga sadar tentang sejauh apapun dirinya membenci sang kakak, rasa itu tidak ada apa-apanya dari kasih sayang yang sudah terjalin sejak masih bayi.

Ketika sekelebat bayangan Yeonjun muncul di otaknya, Soobin menutup mata rapat-rapat. Semuanya kembali berputar, bagaimana Yeonjun yang terpeleset di pinggir kolam, atau juga cangkir yang berubah menjadi beling tatkalah mencoba untuk mengambil air minum, pernah juga terbentur pintu dan berakhir benjol. Itu hanya sebagian kecil, masih banyak yang lain. Termasuk kakak yang hampir setiap hari bercerita ingin melihat bintang, ingin punya teman, ingin berjalan-jalan tanpa bantuan, ingin menatap hujan di sore hari.

Sejenak, Soobin mengembuskan nafas kasar. Bunda benar perihal kakak yang butuh mata.

Haruskah?

Sekali lagi air matanya menetes bersamaan dengan tangan sang kakak yang tengah meraba sekitar, hampir saja mengenai remaja itu.

"Adek?" Yeonjun tersadar bahwa ada Soobin di sekitar situ. "Kok pergi?" ia juga sadar tentang adiknya yang berlari secepat mungkin. "Itu..... Bau parfum adek.... Adek kok lari?" lanjutnya dengan raut sedih.

Berada di posisi Yeonjun pun tidaklah mudah. Ia dihindari tanpa tahu apa-apa. Bahkan bunda juga ikut lebih banyak diam. Yeonjun tidak tahu apa yang terjadi, kenapa rumah berubah menjadi aneh? Kenapa suasana seperti ada perang? Kemana kebersamaan yang kemarin? Kemana bahagia yang kemarin?

"Mbak..... Apa yang terjadi?" satu-satunya yang bisa pemuda itu lakukan adalah bertanya pada mbak Yerin, karena ia tidak bisa melihat bagaimana siatuasi di rumahnya, ia hanya bisa merasakan.

"Saya juga gak tau..... Adek udah gak pernah ngajak mbak ngobrol. Setiap pulang sekolah, dia langsung masuk ke kamarnya. Dan turun lagi kalo udah berangkat."

"Kalo bunda?"

"Nyonya...... Beliau gak banyak yang berubah sih, cuma emang lebih banyak diam. Tapi dia masih ngingetin keperluan-kelerluan kakak kok. Dan....."

"Dan?"

"Kemarin saya gak sengaja dapetin nyonya lagi nangis..."

Yeonjun tampak berfikir. Harusnya ini adalah tanggung jawab dirinya. Mencari letak permasalahan lalu membantu menyelesaikan. Sayangnya keterbatasan membuat ia tidak bisa berbuat apa-apa.

Zero O'ClockTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang