6. Baik Tidak Jalan yang Baru Saja Aku Tempuh?

340 48 20
                                    

Genta berdiri menyandar pada meja sambil menatap kesal ke arah Rena. Sudah hampir satu jam gadis itu berada di ruang tidur khusus koas yang disediakan oleh rumah sakit. Ruangan kecil yang hanya berisi dua kasur bertingkat itu sekarang terasa sesak karena bertambahnya satu orang penghuni yang datang tiba-tiba.

"Biar gue tebak, kabur lagi?" tanya Alvin, teman Genta.

"Hehe," Rena tertawa sambil mengusap canggung tengkuknya.

"Lo beneran harus pulang, Ren!" ujar Genta kesal.

Rena mengiba, dia sekarang sungguh tidak bisa pulang.

"Ren, kamar ini cuma ada dua kasur dan itu udah dipake gue sama Alvin. Lo tega ngegusur orang-orang kurang tidur kaya kita?" tanya Genta.

"Gue harus balik kemana, bang? Aryo jelas-jelas udah ngusir gue tadi," tanya Rena.

"Lo punya rumah, kan? Kenapa pake nanya harus balik kemana? Gue beneran cape, Ren! Gue butuh istirahat!"

Rena menunduk, nyalinya menciut. Genta tidak akan seperti ini jika saja Papa Rena tidak marah padanya minggu lalu.

"Bang..." Rena kembali mengiba.

"Gue nggak mau cari gara-gara sama bokap lo, Ren," jelas Genta.

Rena menarik kedua ujung bibirnya tersenyum masam. Masih teringat di kepalanya tentang kejadian minggu lalu saat Papanya membuat keributan di Rumah Sakit akibat ulah Rena.

"Oke, gue balik."

Genta mengangguk setuju, dia berdiri dari kursinya dan membuka pintu mempersilahkan Rena keluar. Rena berdiri dari ranjang yang dia duduki. Langkahnya terasa berat. Di depan pintu kamar istirahat, dia berhenti. Dihelanya napas dalam-dalam dan dihembuskan dengan penuh tenaga. Sengaja, agar Genta dan Alvin mendengarnya.

"Gue bukannya mau jahat ke lo, Ren. Gue udah janji sama bokap lo kemaren buat nggak mempengaruhi lo jadi orang yang buruk," ujar Genta berdiri menghalangi pintu.

"Kalau bokap lo ngamuk-ngamuk lagi di rumah sakit kaya kemarin, Genta bisa kena *SP! Masih juga koas masa udah SP aja" tambah Alvin.

Rena menoleh, wajahnya nampak lesu. Papa Rena memarahi Genta habis-habisan minggu lalu setelah Genta membiarkan Rena yang sedang kabur dari rumah untuk menginap di asrama koas.

"Gue kabur bukan karena lo, bang. Lo cuma nampung gue, apanya yang mempengaruhi ke arah buruk? Nggak ngerti banget gue sama pemikiran orang tua kolot macam Handoko," gumam Rena kesal, mengumpat Papanya sendiri.

Genta melipat kedua lengannya di depan dada. Dia menatap gemas gadis bandel di depannya yang sudah dia anggap adik sendiri itu.

"Kualat kamu sama orang tua," sahut Alvin dari dalam kamar.

"Pokoknya lo harus pulang malam ini, gue harap lo beneran pulang ke rumah bukannya tidur luntang-lantung di jalanan," ujar Genta.

Dia mengacuhkan ucapan Genta kemudian berjalan pergi tanpa berpamitan. Genta menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku Rena.

"Lo yakin dia bakal pulang?" tanya Alvin.

"Gue nggak tahu, semoga aja iya. Gue nggak mau dimarahin bokapnya lagi, galak banget!" jawab Genta bergidik ngeri.

Genta menutup pintu ruang istirahat, memakai jas dokternya dan bersiap untuk ikut jaga malam.
꧁༒••༒꧂

Clara merubah posisi tidurnya sekali lagi. Dia tidak bisa tidur, hanya berguling-guling di ranjang sambil berusaha memejamkan mata. Rasanya pusing memikirkan apa yang harus dia lakukan sekarang. Tempat tidur itu juga terasa asing meskipun ini adalah rumahnya juga di masa depan nanti.

Grand De Fleur [hiatus] IITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang