"Berapa banyak luka yang kau pendam? Lalu berapa banyak sandiwara yang kau buat? Izinkanlah aku mengobati segala luka itu. Agar kau berhenti bersandiwara"
ARLAN
.
.
.
.
🍁
"Ra, ayo nak makan dulu?" tante Fatma mengetuk pintu kamarnya
Sudah sejak Fara datang terus mengurung diri dalam kamar, bahkan di kunci. Namun, panggilan tentenya tidak di gubrisnya sama sekali.
"Fara, sayang kamu nggak sakit kan?" tanyanya lagi dengan cemas.
"Ra, Fara? Kamu baik-baik saja kan?" tante fatma semakin kencang mengutuk pintu kamarnya.
Ceklek!
Fara membuka pintu itu, wajahnya pucat pasi dengan senyum kecilnya.
Tanyenya kaget segera mungkin membawanya ke meja makan. Ia mendudukan Fara ke kursi lalu menuangkan air putih diminumnya.
Fara hanya memandang kosong gelas itu, ingatannya kambali saat menutup perut Arlan dengan darah. Ia merapatkan kedua tangannya berusaha membuang jauh-jauh pikirannya itu.Perempuan paruh baya itu meletakkan obat demam dan makanan di depannya pun menoleh, gadis itu menutup rapat-rapat matanya dengan raut ketakutan. Ia lantas memeluknya erat menenangkan. Fara perlahan membuka kelopak matanya merasa tenang dengan pelukan tantenya.
"Apa yang sudah terjadi? Kenapa kamu seperti ini lagi, sayang? Apakah ada yang menganggumu di sekolah?"
Fara menggeleng. "Fara, habis menyentuh darah orang lain..."
Diam. Tante Fatma bingung ingin mengatakan apa. Ia tahu akan sangat sulit untuknya melupakan kejadian itu. Sejak kecil gadis itu akan pingsan saat melihat darah bahkan demam berhari-hari. Apalagi menyentuhnya. Entah berapa lama akan terus dihantui kejadian tersebut dan entah berapa lama akan demam seperti ini.
"Kenapa kamu nekat, sayang."
"Fara tidak mungkin membiarkan orang lain mati di hadapan Fara."
Tante Fatma pun tersemyum menyodorkan obat untuk diminumnya.
"Setidaknya, kamu sudah punya keberanian sedikit dan tidak sampai pinsang."
"Apa mungkin Fara bisa sembuh tante?"
"Pasti!"
***
Arlan masih asik memainkan ponselnya menunggu kesyha datang membawakan makanan dipesannya. Sejenak ingatannya terbayang dengan ucapan Fara yang takut darah. Apa kabar dengan gadis itu? Ia keluar dari gamenya dan memegang perutnya yang jauh lebih baik seyetelah dijahit.Wajah kesal dan khawatirnya membuatnya semakin menggembangkan garis bibirnya. Arlan lantas membuka ponselnya dan mengecek ponselnya mencari nomor gadis itu namun tidak menemukannya juga.
"hallo key lo jangan lupa singgah ke rumah Fara, sekaligus minta nomormya ya," pesan Arlan lewat telpon tersebut.
Di sisi lain Kesysha mengerecutkan bibirnya lalu mencabik tak terima dengan perlakuan semaunya Arlan.
"Sekarang gue jadi ragu kalau dia beneran sakit dengan sifat sok bosnya itu."
Kesyha mengehentikan motornya di depan rumah minimalis yang menjukkan mata itu, dengan ragu mengayunkan kaki mencoba menyapa sang pemilik rumah. Dengan ragu mengetuk pintu kayu coklat tua itu.
Tok!tok!tok!
Perempuan paruh baya berumur sekitar 35 tahun itu membuka meskpiun wajahnya masih terlihat mudah. Senyum kesyha terbit dari bibirnya sedikiy canggung.
"Faranya ada, tan?" tanyanya sedikit canggung menggruk kepalanya sedikit gatal.
"Oh tamannya Fara, sini masuk na." ajak Tante Fatma dengan ramah meramgkul bahu kesyha.
KAMU SEDANG MEMBACA
FARA
Teen Fiction"Aku di sini tepat di depanmu, bersamamu tak pernah kau lihat! Aku bagaikan angin yang berlalu di hidupmu ada tapi tak terlihat." Fara adalah gadis polos yang terpaksa pindah sekolah di salah satu sekolah yang dihuni oleh murid-murid kalangan bera...