Bab 3 🌸

168 13 0
                                    

    Aryan Bagastaris.

    Tampaknya tak ada yang tak kenal dengan solois Indonesia yang satu ini.

    Berkarier dari usia delapan belas tahun. Karirnya terus menanjak seiring dengan popularitas yang didapat. Enam album berhasil diluncurkannya dengan penjualan yang terbilang fantastis. Penghargaan musik yang didapatnya tak terhitung lagi jumlahnya. Di rumahnya terdapat sebuah lemari kaca khusus untuk memajang semua trofi penghargaan.

    Penyanyi beraliran pop itu pun turut merambah ke dunia akting. Beberapa kritikus film pun memuji akting Aryan. Parasnya kian lekat di mata masyarakat Indonesia karena beberapa iklan yang dibintanginya. Namanya tak hanya terkenal di tanah air, bahkan hingga ke negara tetangga.

    Siang itu, Aryan yang tak ada jadwal, tampak begitu asyik bermain geim di smartphone di ruang tengah rumahnya.

    Rumah berlantai dua itu baru saja ditempatinya. Sejak setahun lalu, Aryan mulai jenuh menempati apartemen dan memutuskan untuk menempati rumah yang berada di kawasan perumahan elit.

    Dari balkon atas kamarnya yang terletak di lantai dua, ia bisa melihat danau yang membentang indah dengan taman berbunga di sekitarnya. Ia tak perlu lagi berolahraga di fitness center, karena di perumahan ini, ia cukup memanfaatkan jogging track untuk sarana berolahraga tiap pagi.

    "Konsermu tadi malam sukses." Riski—sang manajer, mengangsurkan ipad ke hadapan Aryan dan seketika menghalangi pandangan Aryan dari layar smartphone. "Banyak komentar yang memujimu. Banyak juga yang mengatakan kalau duetmu bersama Frizka sangat memukau."

    "Ya, iyalah." Aryan menyingkirkan ipad dari pandangannya.

    "Sudah dapat penulis buat menulis bukumu?" Riski duduk di sebelah Aryan.

    "Bang Julli lagi mencarikannya."

    "Kalau bisa penulis yang sudah berpengalaman dalam menulis biografi."

    "Iya, Pak Riski. Bang Julli pasti sudah menyeleksi penulis-penulis hebat yang akan menulis bukuku."

    Kemudian Riski mengangsurkan sebuah skenario film ke atas meja.

    Aryan melirik sekilas pada skenario tersebut, selebihnya ia tak peduli. Lalu lanjut bermain geim.

    "Ceritanya bagus dan sangat manis. Ariland pasti suka."

    Belum ada respon dari Aryan.

    "Lawan mainmu Frizka Maharani. Kalian juga akan berduet untuk mengisi soundtrack-nya."

    Masih belum ada respon dari Aryan. Sejujurnya ia tak suka berakting. Tapi, manajernya selalu menyuruhnya untuk menerima tawaran akting, agar karirnya berkembang dan tidak berjalan di lingkup itu-itu saja.

    Tapi, ia tak bisa membohongi hatinya kalau hatinya lebih merasa nyaman saat bernyanyi. Apalagi saat ia berdiri di atas panggung; mendengar Ariland meneriaki namanya; Ariland hapal dengan lirik lagunya; itu merupakan sebuah kebahagiaan tersendiri yang tak ternilai harganya.

    *

    Melati membuka pagar kayu. Memburu langkah memasuki pekarangan samping Aurflower sambil memegang ponsel.

Kisah KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang