Sebuah Keputusan

32 1 0
                                    

Aku tidak akan pernah menyesal berdiri diatas keputusan yg kubuat sendiri

***

Pagi merangkak pasti.
Gerimis rintik-rintik kecil berjatuhan bersenandung cinta. Jatuh satu persatu membasahi kulit jalan yg beraspal. Wajah karismatik berpakaian oblong hitam senada dengan warna alis nya menghalangi rintik hujan yang ingin jatuh menyapa bumi. Titik-titik air membasahi wajah putih bersihnya. Melihatnya hati Hayfa berbunga-bunga. Garis wajahnya berseri-seri. Senyuman manisnya memesona. Semangatnya menggelora.

Apakah ini bisa di sebut sebagian orang dengan 'seperti banyak kupu kupu yg terbang di dalam perutnya' ??

Ah, Tapi yg Hayfa rasa lebih dari sekedar kupu-kupu, menurut nya seribu serangga yg sedang menyerang beramai-ramai Mengoyak seluruh isi perutnya. Ingin di muntahkan tapi betah sekali di dalam. Hayfa rasa lebih dari sekedar senang tapi ini juga aneh. Aneh dan terlalu aneh. "Pikir Hayfa bermonolog.

Tersenyum lagi, menatap keluar jendela itu lagi. Lebih tepat kearah lelaki yg tadi berjalan diluar sana. Dia bingung sekaligus senang menikmatinya. Aneh tapi indah.

"Ya Allah, aku kenapa." Lirihnya pelan. Berhasil menyadarkan lamunannya sendiri. Bergegas kembali menatap cermin di samping jendela kamarnya itu. Merapihkan rambut yg di hias jepit berbentuk love kecil. Tersenyum kembali. Menambah beberapa senti lengkungan bibir manisnya itu. Senyumnya makin penuh. Hari ini Hayfa benar benar bahagia. "Okesiaap. . Bismillah, kita berangkat." Semangat nya lagi.

Keluar kamar diiringi senyum senyum kebahagiaan. Hingga tak sadar di perhatikan sang ibunda tercinta. Ummi Zahra. Menatap putri tercintanya. Tertular senyum itu. Bahagia juga karna dapat merengkuh kembali senyum itu dari bibir putri nya. Setelah nyaris satu bulan yg lalu kejadian itu membuat ummi Zahra kehilangan senyum manisnya. Kini Hayfa telah kembali. Bahkan menerima kehadiran lelaki itu. Suaminya. Juga bapak dari putri yg sedang ditatapnya kini.

"Eheemm.."Ummi Zahra berhasil membuat Hayfa tersentak. Pura pura menyembunyikan senyum itu. "Pagi Ummii.." Sapa Hayfa lembut. "Kenapa ih mii, liatinnya gitu banget.." pura pura sibuk mencari sesuatu. Ummi Zahra malah semakin curiga. "Kayaknya ummi deh yg mesti nnya kamu kenapa??" Mendekat seraya memberi roti yg sudah di beri selai coklat kesukaannya.

"..a..aahhh.. gapapa mii, " jawabnya gugup. "Abi udh berangkat mii??" Yaa, tidak hanya menerima tapi Hayfa juga telah memaafkan sepenuhnya. Bersedia memanggil "Abi" panggilan hormat kepada Bapaknya. Sejatinya Hayfa rindu dan ternyata memaafkan bisa membuat rindu itu tersampaikan. "Begitu pikirnya tempo hari.

Mengambil roti menyantap nya langsung. "Uu.. ufdakh..vya mii... Hayfa ma.. uuuk berangkat.." mencium tangan ummi nya dengan mulut di penuhi roti. Mengalihkan. Berangkat terburu-buru. Takut di beri pertanyaan retoris lagi dari ummi nya.

"Assalamu..ala..ikummm .." ucap Hayfa berlalu keluar rumah.

Ummi Zahra hanya menatapnya. Menggelengkan kepala. Percaya bahwa hari ini putri nya telah tumbuh menjadi dewasa. Tersenyum kembali.

"
*

**

Lan, lu pernah jatuh cinta ga??" Tanya Salma tiba-tiba, mengganggu konsentrasi Erlan yg sedari pagi sibuk dengan pekerjaan nya. Memfotokopi titipan para customer nya.

"Udah berapa kali lu nnya gitu Sal, Udah kesekian kalinya juga gue jawab kaga pernah." Masih sibuk. Kesal juga dengan Salma ini. Bawelnya g ketulungan.

"Iya deh Sal, gangguin Erlan aja. Kesian dia." Ujar Hayfa. Mereka bertiga memang sedang bersama. Kebetulan mata kuliah Erlan dan Salma sore nanti. Hayfa memang sedang libur bimba. Jadi mereka ingin menghabiskan waktu bersama.

Bestie JulidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang