Chapter 10

19 4 0
                                    

Happy Reading ...

🌈🌈🌈

"AZEA AUDREY EINSTEIIIIN!!"

Aura kelas seketika berubah mencekam. Suara berat nan menggelegar memenuhi sudut ruangan. Sontak membuat siapa saja yang mendengarnya terkejut. Si empunya nama mulai tersadar dari lamunannya.

"Ini kelima kalinya saya mengingatkan, silahkan keluar dari kelas saya dan kerjakan rangkuman materi 3 bab sekarang juga!!" teriak Pak Haryono. Perintahnya tak dapat diganggu gugat. Raut wajahnya murka bak dewa Zeus yang kehilangan anaknya.

Azea tak dapat berkutip, toh dirinya juga salah. Sedari pagi otaknya tak dapat berfikir materi. Hanya Agas yang melayang-layang difikirannya. Bermacam-macam pertanyaan tentang keadaan Agas telah menggerogoti otaknya.

Sudah berulang kali Alexa maupun Khansa mengingatkannya untuk tetap fokus. Tetapi diacuhkannya. Dirinya lebih senang bergelung dengan lamunannya.

Papan tulis didepan penuh dengan tinta berwarna warni, tetapi buku catatannya masih bersih tak tersentuh, bahkan dirinya tak mengeluarkan benda bernama pena.

"CEPAT KELUAAAARR!!" teriak pak Haryono lagi, kali ini dengan pandangan mata yang sangat menusuk siapa saja yang dilihatnya. Bola matanya hampir saja keluar jika tak berkedip.

"Iy-iya pak," jawabnya terbata-bata.

Tak ingin menambah kesalahan Azea segera bergegas mengangkat pantatnya dari kursi yang diduduki. Tak ada waktu untuk memasukan buku kedalam tas. Mengulur waktu sama saja memumbalkan diri sendiri kepada sang buto ijo.

"Permisi pak," ujarnya sambil menundukan kepala.

Pak Haryono hanya diam tak menanggapi di atas singgasana. Tatapan mata nya masih tetap mengintimidasi langkah Azea. Dengan takut-takut Azea melangkah.

Kenapa dosen itu sangat sensitif sekali? Hanya melamun bukan kesalahan yang sangat fatal –menurut Azea, tetapi kenapa harus dikeluarkan dari kelas? Jika saja di universitas ini  mengadakan nominasi dosen paling killer ,tanpa pemungutan suara sudah dipastikan Pak Haryono pasti pemenangnya.

Setelah keluar dari 'ruangan horor' Azea mengambil oksigen sebanyak-banyaknya. Sedari namanya dilontarkan dari bibir malaikat maut pemberi tugas bernapas pun rasanya  susah. Seakan oksigen di ruangan tak mau bersahabat dengan dirinya lagi.

Merangkum 3 bab selesai hari ini? Tugas gilaaa. Merangkum satu bab saja membutuhkan waktu satu sampai dua hari. Butuh waktu yang sangat panjang untuk membaca setiap halaman. Meskipun semua orang tau dirinya pintar tetapi tetap saja tugas ini sangat memberatkan. Dosen tak berperi ketugasan.

Merutuki kebodohannya bukanlah waktu yang tepat saat ini. Hari ini waktu sangat terbatas untuk diisi hal-hal unfaedah. Sesegera mungkin dirinya harus mengerjakan tugas.

⏳⏳⏳

Di sinilah Azea sekarang. Sebuah ruangan kelas yang hari ini tak terpakai. Tak perlu ke kafe atau sejenisnya, yang paling terpenting tak ada yang mengganggu aktivitasnya.

Azea merasa pipinya dingin saat sebuah benda panjang sengaja  ditempelkan. Kepalanya menoleh untuk melihat siapa yang datang.

Seorang laki-laki tinggi semapai, berpostur tubuh atletis dengan pahatan wajah yang sangat sempurna. Bibirnya terangkat keatas menyunggingkan senyum. Azea tak menyangkal bahwa makhluk Tuhan yang satu ini –hampir– sempurna.

Gavian datang membawakan minum untuk Azea. Botol Aqoa masih ditempelkan ke pipi Azea. Dengan setia-nya Azea terus memandangi Gavian.

"Minum dulu gih, biasa aja kali ngeliatnya, Gua nggak bakalan ilang," ujarnya yang membuat Azea mengakhiri kekagumannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 31, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

222Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang